Tak pernah terbayang di benak Bulan akan mempunyai banyak teman secepat ini. Di sekolah lamanya saja, ia baru berteman dengan seorang siswa. Dan lihat sekarang ... benar-benar berbaring terbalik. Itu semua di luar dugaan Bulan. Ia kira ia akan sulit mendapat teman baru mengingat dirinya masih berstatus murid baru, tetapi ternyata dugaannya salah.
Setelah satu setengah tahun lebih duduk di bangku SMA, baru kali ini ia merasakan yang namanya masa-masa SMA penuh warna. Setelah sekian lama berteman, akhirnya ia menemukan teman yang bisa menerima apa adanya, bukan karena ada apanya. Ya, kebanyakan orang kan berteman karena ada apa-apa.
“Bulan!!!” Terdengar suara seseorang memanggilnya dari arah belakang.
Bulan yang baru saja hendak melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas, menghentikan langkah. Cewek dengan rambut yang selalu dikuncir menjadi satu itu dan jangan lupakan senyum manis yang terus merekah di bibir, membalikkan badan seratus delapan puluh derajat guna melihat siapa yang barusan memanggilnya.
Kernyitan kecil timbul di dahi Bulan melihat seorang cowok berperawakan tinggi dengan baju sekolah yang sengaja dikeluarkan berjalan mendekat ke arahnya.
Bintang?
Bulan terpaku di tempatnya ketika cowok itu sudah berdiri tepat di depannya sambil memamerkan senyum manisnya. Percayalah, siapapun yang melihat senyum seorang Bintang Prawijaya pasti akan meleleh!
Degupan jantung tak normal dan desiran aneh yang menggelitik perut kembali dirasakan Bulan. Sungguh tak enak rasanya. Bolehkah Bulan mengeluhkan ini semua dan meminta penjelasan pada Tuhan-Nya mengenai perasaan ini? Kenapa Bulan harus merasakannya setiap kali berada di dekat Bintang?
“A-ada a-apa?” tanya Bulan terbata saking gugupnya.
“Kok, gugup gitu?” Bukannya menjawab pertanyaan Bulan, Bintang malah bertanya balik. Kernyitan kecil tergambar di dahinya, heran dengan Bulan yang tiba-tiba gugup seperti itu.
Oh, ayolah... Bantu Bulan pergi dari tempat ini sekarang juga!
Bintang kenapa masih pake nanya segala, sih?!
“Ng-nggak papa kok,” jawab Bulan berbohong, kepalanya dengan refleks menggeleng. Namun tak bisa dipungkiri, masih ada nada gugup yang terdengar keluar dari bibirnya yang kini bergetar setengah mati.
Bintang sedikit memiringkan kepalanya, memandang Bulan dengan lekat. Seolah sedang mencari tahu apa yang menjadi penyebab kegugupan gadis itu. Ya, Bintang tampaknya belum puas dengan jawaban yang diberikan Bulan. Namun nihil, Bintang tak mendapatkan hasil apa-apa.
Tanpa Bintang sadari, tingkah lakunya barusan sangat-sangat berpengaruh besar bagi kesehatan jantung Bulan. Degupan jantungnya semakin menggila. Bulan tidak dapat mengendalikannya. Bisa-bisa, ia mati muda jika terus berada di sekitar cowok itu.
Duh, kok diliatin gitu, sih? Bikin deg-degan aja, batin Bulan salting.
Cepat-cepat Bulan mengalihkan tatapannya dari cowok itu ke arah lain. Bulan tidak mau sampai cowok itu tahu kalau ia salting karenanya. Bulan berusaha menormalkan kembali degup jantungnya. Setelah dipastikan aman, barulah ia kembali menatap manik cowok itu.
“Ada apa lo nyamperin gue?” tanya Bulan dengan sengaja mengalihkan pembicaraan agar Bintang tak membahas lagi soal kegugupannya.
Bulan, aneh! Gerutu Bintang dalam hati.
Lama Bintang melamun, hanya memandangi wajah ayu milik Bulan, baru menanggapi pertanyaan gadis itu. “Emm... mau minta maaf sama lo,” jawab Bintang dengan nada serius.
Bulan mengernyit heran. Minta maaf? Ia tidak salah dengar, kan? Perasaan, cowok itu tidak ada salah apa-apa padanya. Jadi, Bintang minta maaf soal apa?
“Soal?”
Bintang tak langsung menjawab. Tampak cowok itu menundukkan kepalanya sesaat. Bersamaan dengan helaan napas berat yang keluar dari mulutnya, cowok itu kembali mengangkat wajah. “Soal, kejadian kemarin ...,” jawab Bintang sedikit menjeda. “Waktu gue—”
“No problem!” Bulan menyela cepat saat Bintang hendak menjelaskan. Gadis itu sudah cukup paham kemana arah pembicaraan cowok itu. Tentunya mengarah pada kejadian kemarin pagi di perempatan jalan. Sebenarnya, Bulan tidak terlalu mempersalahkan akan hal itu. Apalagi sekarang, cowok itu dengan berani datang meminta maaf padanya.
“Tapi, kan ...” Bintang dengan raut wajah tak enaknya kembali angkat bicara, tetapi senyuman yang diberikan Bulan saat itu mampu melunturkan wajah tak enaknya menjadi ceria. Seutas senyum pun terbit di wajah kedua muda-mudi itu.
“Ehm...,” Suara deheman seseorang mengintrupsi keduanya dari belakang. Acara tatap-tatapan kedua anak remaja itu pun berakhir. Baik Bulan ataupun Bintang sama-sama mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lebih tepatnya, ke sumber suara.
“Eh, Bu Maryam!” celetuk Bintang sedikit terkejut saat menoleh ke belakang dan mendapati Bu Maryam, guru Bahasa Indonesia di sana bersama tatapan mematikannya yang kini terarah pada mereka berdua.
Bulan dan Bintang saling pandang. Tampak raut pucat di wajah kedua anak itu. Menggigit bibir bawah masing-masing lalu kembali menatap Bu Maryam.
“Ngapain masih di sini? Pacaran?!” tanya Bu Maryam to the point.
Sontak Bulan menggeleng cepat. “Eng-enggak kok, Bu.”
Terlihat Bu Maryam yang tak suka akan pembelaan yang diberikannya. Lihat, guru itu langsung melayangkan tatapan sinis ke arahnya.
“Ya sudah, masuk!” titahnya galak.
Tanpa ba bi bu lagi, kedua murid itu melangkah bersama masuk ke dalam kelas. Sorakan penuh ledek langsung dilayangkan teman satu kelas pada mereka. Terlihat, Tata meledek Bulan lewat deheman yang dibuat-buatnya saat cewek itu hendak mendudukkan bokongnya di bangku sebelahnya. Bulan menunduk dengan wajah tersipu malunya. Lewat ekor mata, ia melirik Bintang yang duduk di bangku seberangnya yang terlihat biasa-biasa saja. Lalu, suara dari Bu Maryam selanjutnya mengintrupsi Bulan.
“Baik, anak-anak ... sebelum kita memulai pembelajaran hari ini, Ibu mau menagih tugasnya yang minggu lalu. Sesuai dengan janji Ibu, yang tidak kerja tugas, terpaksa membersihkan toilet!” ucap Bu Maryam di depan kelas sebelum masuk materi. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu tegas. Jiwa galak dalam dirinya muncul di saat-saat seperti ini.
Lalu, pandangannya menyapu ke seluruh penjuru kelas. Satu alisnya terangkat ke atas. “Ada yang tidak kerja?”
“Saya, Bu!”
Tak ada yang mengacungkan tangan, kecuali dua orang yang satunya duduk di bangku kedua dari depan barisan kedua pojok kiri dan yang satunya lagi duduk di seberangnya. Bulan dan Bintang saling melempar pandang sekilas. Kenapa mereka bisa sekompak itu?
Bu Maryam mengerutkan dahi. Ia menatap heran Bintang. Tidak biasanya anak murid yang satunya itu tidak kerja tugas, malahan dia yang biasanya duluan selesai. Ada apa dengannya sekarang?
“Bintang, kenapa kamu tidak kerja tugas?” tanya Bu Maryam pada Bintang.
“Jujur, saya lupa, Bu!” sahut Bintang tegas.
Tatapan Bu Maryam beralih pada Bulan. “Lalu, kamu?”
“Maaf Bu! Saya murid pindahan. Jadi saya gak tau apa-apa,” Bulan menjawab jujur. Lalu gadis itu menundukkan kepala.
“Iya, Bu! Benar apa yang dikatakan Bulan. Dia murid baru.” Sebuah pembelaan berasal dari samping. Dalam tundukannya, Bulan menoleh. Gadis itu memamerkan senyum pada Renata yang barusan membelanya. Namun naasnya, senyuman itu tak bertahan lama karena setelahnya Bu Maryam mengatakan sesuatu yang berhasil membuatnya bungkam.
Bu Maryam menggeleng cepat. Dia menatap anak muridnya wanti-wanti. “Saya tidak menerima alasan. Yang tidak kerja, akan tetap saya hukum,” putusnya bulat. Tak terbantahkan.
Terdengar dengusan kesal dari samping Bulan. Lagi-lagi, ia menoleh. Dapat ia lihat, raut penuh salah di wajah Renata. Mungkin, karena tidak berhasil menyelamatkan sahabatnya itu. Bulan mengulum senyum padanya, menyakinkan cewek itu bahwa ia akan baik-baik saja. Lalu setelahnya, helaan napas berat lah yang terdengar darinya.
“Kalian berdua, Ibu hukum membersihkan toilet!” lanjut Bu Maryam.
“Baik, Bu!” ujar Bulan dan Bintang serentak. Lalu kedua murid itu bangkit dari bangkunya dan beranjak keluar dari kelas menuju toilet guna menuntaskan hukuman mereka.
***
“Lan, lo yang pel lantainya! Area jambannya biar gue yang sikat, oke?” tawar Bintang membagi tugas.
Bulan yang memang sudah memegang alat pel mengangguk mengiyakan saja. Ya, kedua murid itu sudah berada di salah satu bilik toilet sekarang, hendak menjalankan hukumannya. Lalu, kedua murid itu pun mengerjakan tugasnya masing-masing. Baik Bulan atau pun Bintang sama-sama diam, fokus pada pekerjaannya masing-masing. Tidak ada percakapan yang terdengar di antara mereka berdua. Yang terdengar hanya gemircik air yang berasal dari kran setiap Bintang menadahkan ember kecilnya di sana. Air itu lalu Bintang pakai untuk menyiram lantai area ****** setelah disikatnya berkali-kali.
Tes... Tes... Tes...
Bulan membulatkan mulutnya dengan tangan yang refleks menutup. Ia menatap Bintang dengan jantung berdegup hebat saat cowok itu melayangkan tatapan menghunus padanya. Tanpa sengaja, air pel perasan Bulan mengenai seragam Bintang sehingga membuat baju Bintang sedikit basah.
“Ups... So-sorry!” lirihnya memelas, sedikit ringisan kecil keluar dari bibirnya.
“Hmmm... Berani lo, ya!” Bintang menggeram tertahan. Tak terima cuma dirinya yang basah di sini pun bangkit dari jongkoknya yang sedang menyikat lantai. Alat sikatnya diletakkan sembarang arah. Perlahan, Bintang mendekat ke arah Bulan.
Bulan menatap Bintang takut-takut. Melihat seringai kecil di bibir cowok itu membuat Bulan meneguk salivanya susah payah. Bintang pasti marah dan berakhir memukul dirinya. Mampus! Ceroboh, sih!
Bersamaan dengan Bintang yang terus mendekat ke arahnya, Bulan pun memundurkan langkahnya ke belakang. Hingga, langkahnya terhenti karena mentok di ruangan yang kecil itu. Bulan gelagapan, melirik sekitarnya panik. Tidak ada jalan keluar lagi. Bulan sudah terkurung. Dan Bintang, cowok itu semakin mendekat.
“Mau kemana lagi lo, hah?” tanya cowok itu dengan suara beratnya. “Rasain pembalasan gue!”
Byurrr...
Bulan membulatkan matanya dengan tangan mengusap tetesan air yang mengalir dari atas ke wajahnya. Di luar dugaan Bulan, ternyata cowok itu balas menyiramnya dengan air dalam ember yang baru saja ditadahnya.
Bulan menatap dirinya yang kini sudah basah kuyup. Lalu beralih menatap cowok di depannya yang kini tertawa meledek dengan tajam. “BINTANGGGG!!! SERAGAM GUE JADI BASAH, KAN?!!!” pekiknya yang langsung menggelengar dalam ruangan sempit itu.
Bukannya merasa bersalah, Bintang malah semakin mengeraskan tawanya. “Lah, lo duluan yang mulai,” ledek cowok itu lalu diakhiri dengan juluran lidahnya yang berhasil membuat Bulan mencak-mencak.
“Tapi kan, gak sebasah ini Bintanggg...,” gereget Bulan, sengaja menekankan setiap kata yang keluar dari bibirnya. Lalu, cewek itu memalingkan wajahnya ke samping dengan raut wajah dongkol dan jangan lupakan kedua tangannya yang kini sudah bersedekap di depan dada. Sok ngambek!
“Auh ah, gak asik! Curang lo!”
“Yahhh, ngambek lagi!” Bintang mengaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal bersamaan dengan decakan sebal yang keluar dari bibirnya. Dengan bibir yang sedikit mengerucut sebal, cowok itu memilih kembali berjongkok dan melanjutkan kegiatannya menyikat lantai.
Menyadari keterdiaman cowok itu, diam-diam Bulan meliriknya lewat ekor mata. Setelahnya, senyuman penuh arti terukir indah menghias bibir ranum gadis itu. Tentu Bulan tak terima jika hanya dia yang basah kuyup di sini. Diambilnya air satu ember tanpa sepengatuhan Bintang, lalu menyiram tubuh cowok itu dari atas. Bintang pun basah kuyup.
“BULANNN!!!” Pekikan antara kesal dan kedinginan Bintang langsung menggelegar membuat tawa meledek Bulan semakin terdengar.
“Wleee! Rasainnn!”
Cowok itu bangkit dari duduknya dan menatap Bulan geram. Sedangkan Bulan, cewek itu menjulurkan lidahnya pada cowok itu semakin gencar untuk meledeknya. Lalu cewek itu langsung berlari keluar dari toilet untuk mengantisipasi Bintang akan menyerangnya kembali. Masih dengan tawa meledeknya
“BULANNN!!! AWAS LO, YAAAA!!!” pekik Bintang sekali lagi. Ia menyugar rambutnya ke belakang yang basah dan mengusap bulir-bulir air di wajahnya. Lalu cowok itu berlari keluar dari bilik toilet menyusul Bulan.
“Tungguin gue, gak lo!” tunjuknya pada Bulan yang kini malah berlari ke arah koridor ruangan guru.
Dari sana, Bulan menolehkan wajahnya ke belakang. Ia dapat melihat Bintang yang baru saja keluar dari toilet lengkap dengan seragam basahnya. Cewek itu kembali menjulurkan lidahnya.
“Kejar aja, kalo bisa!” balas Bulan menantang.
“Oh, nantangin gue lo, ya!” ujar Bintang manggut-manggut merasa tertantang. Lalu, cowok itu mempercepat larinya mengejar Bulan. “Awas lo! Gue dapat, mampus di tangan gue!” gurau Bintang bercanda.
Bulan tertawa puas lalu kembali berlari secepat mungkin agar cowok itu tak dapat menggapainya. Acara kejar-kejaran di lorong ruang guru itu pun terjadi. Hingga...
Brukkk...
“Aduh!” Seseorang mengaduh kesakitan.
Bulan membulatkan mata. Mampus! Ia sedang berada dalam masalah sekarang.
Bintang yang baru saja muncul dari belakangnya pun langsung menghentikan langkah.
Lalu, kedua murid itu beradu pandang dan meneguk salivanya bersamaan pula. Acara kejar-kejaran pun sirna sudah. Terlupakan.
Bulan baru saja menabrak seseorang. Lebih tepatnya Bu Maryam yang baru saja keluar dari ruang guru. Dan sialnya lagi, guru itu sampai tersungkur di lantai. Mampus!
“Kalian?!” pekik Bu Maryam berjengit kaget melihat Bulan dan Bintang, dua murid yang diberinya hukuman tadi kini berkeliaran di koridor.
Bulan dan Bintang membalas pekikan Bu Maryam dengan ringisan dan cengiran lebar. Kini, Bu Maryam sudah berdiri tegap dan menatap garang ke arah mereka berdua.
Bu Maryam tambah melotot kala menyadari seragam kedua muridnya itu basah kuyup. Lalu pelototannya berubah menjadi delikan tajam. “Seragamnya kenapa basah kayak gitu? ” tanya Bu Maryam galak.
“A-anu Bu—” jawab Bintang terbata.
“Anu, kenapa? Tugasnya sudah selesai?!” sela Bu Maryam, kembali bertanya beruntun.
Bulan dan Bintang kembali saling pandang. Meringis pelan, lalu dengan kompak kedua murid itu menggelengkan kepalanya pelan.
Saat itu juga, rasanya Bu Maryam ingin menelan hidup-hidup dua murid di depannya ini. Mungkin kalau di sinetron-sinteron, sekumpulan asap pasti sudah keluar dari dalam kepala guru itu. Geleng-geleng kepala, hanya itu yang bisa dilakukan guru itu.
“Benar-benar ya, kalian. Disuruh bersihin toilet, malah lari-larian di koridor kayak anak SD. Mana seragamnya basah kuyup lagi!” omel Bu Maryam membuat kedua murid itu rerleks menundukkan kepalanya takut. “Membandel!” gumamnya mencibir.
Menghela napas kasar, lalu guru itu kembali berucap. “Karena kalian tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka hukuman kalian Ibu ditambah,” putus akhir Bu Maryam.
Sontak, hal itu membuat Bulan dan Bintang mengangkat wajah dan menatap Bu Maryam penuh protes.
“Yahh, kok gitu sih, Bu!” protes Bintang dengan air muka memelasnya.
Bulan mengusap tangannya guna menambah pencitraan yang hendak dibuatnya, lalu ikut menimpali. “Iya Bu! Kita udah kedinginan nih, masa hukumannya ditambah, sih!” sungut-sungutnya.
“Itu urusan kalian!” bentak Bu Maryam tak mau peduli. Penuh penekanan di setiap kalimatnya.
***
Kali ini, Bulan dan Bintang dihukum berdiri sambil hormat di lapangan sampai jam istirahat tiba. Lebih tepatnya, di depan tiang bendera. Kedua murid itu tak bisa berkutik dan bergerak sana-sini bak cacing kepanasan. Karena kini, di belakang mereka berdiri Bu Maryam dengan tatapan mewanti-wantinya.
“Ingat! Kalau sampai masih macam-macam lagi, hukumannya pasti bakal Ibu tambah lagi, mengerti?!”
“Iya, Bu...,” sahut keduanya malas.
“Awas ya, Ibu pantau kalian dari pinggir lapangan!” peringat Bu Maryam mendelik tajam lalu berlalu dari tempat yang panas membara itu.
Tinggallah, dua murid itu yang kini sedang bergerak gelisah sekarang bak cacing kepanasan. Matahari yang sudah mulai mmebumbung tinggi di jam-jam siang seperti ini menimbulkan suasana panas. Tak jarang, gerutuan kesal terdengar dari mulut kedua murid itu. Namun pelan-pelan seiring berjalannya waktu, kedua murid itu mulai rileks dan bersahabat dengan situasi. Malah harusnya mereka bersyukur sekarang, karena dengan begini seragam mereka bisa kering akibat panas matahari yang tak main-main.
“Lan...!” Bintang memanggil lirih.
Bulan menoleh dengan satu alis terangkat ke atas. “Hm?”
“Lo ...” Bintang dengan tatapan intensnya pada Bulan menjeda sejenak ucapannya. “Cantik,” lanjut Bintang tanpa sadar.
Sontak, kedua bola mata Bulan membulat kaget. Cewek itu langsung memalingkan wajahnya ke samping, menyembunyikan rona merahnya. Salting. Bisa dipastikan, wajahnya sekarang semerah tomat. Sial! Bintang berhasil membuatnya baper.
Lalu di detik berikutnya, cewek itu kembali menoleh ke arah Bintang yang kini belum memalingkan wajahnya sedikit pun setelah berkata demikian. Lagi dan lagi, degupan jantung tak normal itu kembali Bulan rasakan. Namun, Bulan berusaha sebisa mungkin untuk bersikap biasa-biasa saja, seolah tak terjadi apa-apa barusan.
“Hah? Apa?!” tanya Bulan dengan air muka bingungnya seolah tak mendengar apa yang barusan Bintang katakan.
Saat itu juga, Bintang tersadar dari lamunannya. Cowok itu langsung membekap mulutnya setelah menyengir lebar. “Ups, kecoblosan ya!”
Dan sialnya, hal itu malah membuat Bulan tambah salting. Bersemu merah.
BINTANG SIALAN!
Keadaan lalu berubah canggung. Di tengah kecanggungan itu, Bintang diam-diam melirik Bulan lewat ekor matanya.
“Nanti pulang bareng! Gak terima penolakan!”
***
Kring...
Bel tanda pulang berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas menuju ke parkiran untuk mangambil kendaraan masing-masing. Begitu pun dengan Bulan dan Bintang. Selepas guru meninggalkan kelas, cowok itu langsung menghampiri mejanya dan tanpa basa-basi menariknya ke tempat parkiran. Tentu awalnya Bulan berontak minta dilepaskan. Namun lama-kelamaan, cewek itu memilih pasrah karena Bintang terus menghiraukan ucapannya.
“Nih, pake!” Bintang menyodorkan sebuah helm ke arah Bulan dan langsung disambut dengan kasar oleh cewek itu.
Setelah Bintang memakai helm-nya sendiri, cowok itu hendak naik ke atas motornya. Namun niatnya Bintang urungkan ketika manik matanya tak sengaja menangkap sosok Bulan kesulitan memasang pengait helm-nya.
“Gue bisa sendiri kali!” protes Bulan mencibir saat Bintang memasangkannya pengait helm.
“Lo-nya kelamaan,” ketus Bintang lalu menaiki motornya.
“Udah, ngelamunnya! Cepatan naik!” tambah Bintang saat melihat cewek itu masih melamun, sedangkan dirinya sudah di atas motor.
Bulan mengerucutkan bibirnya. Cebikan sebal keluar dari sana bersamaan dengan gerak bola matanya yang memutar malas. “Iya, bawel!” ujar Bulan, lalu naik ke jok belakang motor.
Bintang membunyikan mesin motornya, lalu melirik sekilas ke belakang. “Pegangan, gue mau ngebut!”titahnya memperingati.
“Ogah!” acuh tak acuh Bulan. “Bilang aja, lo mau nyari kesempatan dalam kesempitan, kan? Dasar modus!” lanjutnya mencibir.
“Ya udah!” Bintang mengendikkan bahunya acuh. Seringai kecil lalu menghias bibirnya. Cowok itu menggas-gas motornya, lalu menancapkannya keluar meninggalkan area parkiran sekolah dengan kecepatan di atas rata-rata.
“BINTANG!!!”
Hal itu membuat Bulan yang duduk di belakangnya menjerit histeris. Hampir saja cewek itu terjungkal ke belakang andai saja tidak dengan sigap memeluk pinggang Bintang erat.
Sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya, membuat kedua sudut bibir Bintang melengkung ke atas membentuk senyuman manis. Lalu yang terjadi selanjutnya adalah, Bintang merasakan lengannya yang ditabok berkali-kali oleh cewek itu. Bintang hanya menanggapinya dengan tawa meledek.
“SIALAN LO YA! KALO MAU MATI JANGAN BAWA-BAWA GUE, BANGSAT!!!” murka Bulan dengan wajah merah padamnya. Marah.
“Lah, udah diperingatin juga tadi! Ngeyel, sih!” balas Bintang santai yang berhasil membuat cewek itu tambah koar-koar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments