"Ini anak kami, Aryan Tara Mahesvara." Pria itu memperlihatkan wajahnya dan tersenyum tipis menatap Berlian.
Berlian yang melihat itu membisu, hampir saja dia terhipnotis oleh senyuman manis laki-laki itu. Berlian hanya menyapa dengan melambaikan tangannya kecil dan tersenyum kaku karena laki-laki itu hanya membalas sapaannya dengan mengangguk kecil.
"Ayo duduk Nyonya Abraham, kenapa masih berdiri disitu." Berlian yang di arahkan Pakdenya untuk ikut dudukpun menurut.
"Berlian cantik ya?" Berlian yang masih mencari posisi terbaiknya untuk duduk langsung terkejut dan menegapkan tubuhnya menatap Udayana.
"Terima kasih tante." Sedikit menundukkan kepala lalu duduk kembali.
"Ini siapa?" Chacha langsung menghampiri Udayana dan menyalami wanita itu setelah menyerahkan nampan berisi minuman kepada Berlian.
Berlian meraihnya dan menaruh minuman di atas meja, di hadapan tamu serta pakdenya, dia melirik Aryan sekilas karena pria itu terus menatapnya.
"Hallo tante, saya Charlotte Wijaya Valfredo biasa di panggil Chacha." Mengayunkan tangan Udayana.
Sejak kapan ni anak jadi sok manis gitu. Menatap Chacha dengan tatapan sedikit sebal.
"Adik Berlian?" Di jawab dengan anggukan oleh Chacha.
"Cantik-cantik ya, seperti Basagita."
"Haha.. Benar, Papa mereka ini asli Jerman. Makanya wajah mereka blasteran gitu." Ucap Timo
"Wah.. Pantas saja." Sekali lagi, menatap Berlian dan Chacha bergantian dengan wajah penuh kekaguman. Berlian tampak risih.
Setelah hampir satu jam mereka ngobrol, Berlian hanya tersenyum dan mengangguk kalau salah satu di antara mereka menatapnya. Sesekali ia menguap karna merasa bosan, bersandar dan menopang kepalanya dengan tangan.
Chacha melihat Berlian yang duduk di sebelahnya. Wanita itu hampir kehilangan kesadaran karena rasa kantuknya. Chacha tersenyum jahil, dia mendapat sebuah ide, menjitak dahi mulus Berlian, Sontak Berlian terlonjak kaget dan melotot menatap Chacha, sedangkan yang di pelototi malah cekikikan tidak merasa bersalah.
Namun Chacha terdiam ketika Timo menatapnya dengan sebuah peringatan untuk diam.
Aryan yang duduk di sebrang tersenyum tipis melihat tingkah kakak-beradik itu, terdiam dan pura-pura tidak melihat ketika Berlian melototinya.
"Chacha sudah kelas berapa?"
"Dua SMA om." Chacha sedikit terkejut tiba-tiba Abraham bertanya. Setelah asik mengobrol akhirnya mereka sadar kalau ada dua perempuan yang hampir tertidur karena mereka disini.
"Kalau Berlian kesibukannya apa?" Beralih bertanya kepada Berlian.
"Berlian buka usaha book cafe om." Jawab Berlian cepat. Berlian mendapatkan sebuah firasat buruk, tentang sesi tanya jawab yang akan ditujukan hanya kepadanya.
"Book cafe?" Tanya wanita cantik itu penasaran.
"Iya tante. Sebenernya sih lebih kayak perpustakaan gitu, menyediakan semacam cemilan dan minuman. Tapi ternyata peminat lebih suka nongkrongnya dari pada membaca, maka dari itu Berlian ubah jadi Cafe yang di penuhi sama buku-buku." Udayana manggut antusias mendengar penjelasan Berlian.
"Buku apa saja???" Tanya lagi.
"Kayak Novel, komik, majalah juga ada. Yang mau pinjem juga bisa kok tante." Berlian menjelaskan usahanya dengan waktu pelan.
"Wahh, kreatif kamu ya Berlian." Puji Abraham membuat Berlian tersenyum kaku. "Kamu gak kuliah?" Berlian melirik Timo, Pakdenya itu malah pura-pura tidak melihat. Dia selalu benci saat di tanya pasal kelanjutan tentang pendidikannya.
"Engga Tante, dulu Berlian pernah kursus penerbangan jurusan Pramugari." Udayana menganga kaget.
"Terus?"
"Sebenernya tidak ada masalah sih tante, cuma setelah lulus ternyata Berlian di tugasin di bandara jauh, Berlian lupa di mana. Mami gak ngizinin dan kalau soal kuliah memang Berlian sama sekali tidak berminat." Intonasi yang merendah terdengar seperti sebuah kekecewaan dalam dirinya.
"Makanya kamu buka Book cafe ini?" Tanya Udayana. Aryan, pria itu hanya menjadi pendengar dalam obrolan ini, matanya hanya tertuju pada wajah Berlian yang selalu berubah di setiap dia menjawab pertanyaan.
"Sebenernya itu cita-cita Alm.Papi om-tante, jadi Berlian coba kembangin." Jawab Berlian.
"Papa Berlian sudah meninggal? Kapan?"
"iya, sudah lama. Sewaktu bertugas." Timo menimpali, Berlian sedikit sensitif jika menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan Papanya.
"Om turut berduka cita ya Berlian"
"It's Ok om, itu udah lama kok." Jawab Berlian santai. Tampak Abraham tersenyum tulus.
Abraham bergerak meraih gelas kopinya dan menatap Berlian lama, "kamu memiliki kekasih?"
Chacha menatap Berlian, ekspresi kakaknya berubah seketika saat di tanyakan tentang hal itu, dia tahu Berlian sedang kebingungan akan menjawab apa. Pilihan terakhir dia jawab dengan sebuah senyuman tipis.
"Jomblo itu bukan sesuatu yang memalukan kok, yakan Aryan?" Menyikut lengan anaknya.
Aryan menoleh ke arah sang papa, lalu matanya bertemu dengan mata Berlian. "Iyaa."
"Berlian bukan jomblo kok om, dia ini single." Chacha menyela pembicaraan.
Timo menusuk pipi Chacha, "apa bedanya?"
"Beda dong, Single itu pilihan kalau jomblo itu nasib,"
Abraham menahan tawanya. "Memangnya pilihan apa yang Berlian ambil?"
"Pria dewasa mana paham, hanya perempuan yang mengerti tentang ini." Jawabnya sembari bersidekap.
Udayana tampak terpancing disana. "Dan tante tidak paham di sini."
"Tante itu kan wanita dewasa, bukan perempuan muda. Ya mana paham juga."
Timo yang merasa kesal dengan tingkah keponakannya langsung menepuk kepala Chacha pelan, "Diam, ada-ada saja bicaramu."
"Tidak apa-apa mas. Oh iya. Bagaimana kalau kita langsung saja mas?" Abraham menatap Timo dengan senyum penuh makna.
"Boleh. Saya panggil Gita dulu ya?" Setelah pergi ke belakang Timo kembali dengan Basagita di belakangnya.
Basagita memilih duduk di dekat Berlian dan menggenggam tangannya. Karena Chacha sudah menghilang pergi entah kemana, mungkin merasa obrolan orang dewasa itu membosankan.
"Lanjut Abraham." Perintah Timo.
Abraham tersenyum ke arah Basagita. "Begini Gita." Basagita menepuk dadanya pelan, perasaannya berubah tidak enak. "Selain alasan datangnya kami ke sini untuk bersilaturahmi, sebenarnya kami ingin mengikat tali persaudaraan ini menjadi lebih erat"
"Iya.."
Abraham memposisikan duduknya dengan benar. "Maka dari itu kami ingin meminta izin untuk menjodohkan Berlian dengan anak sematawayang kami, Aryan." Pria itu tersenyum merekah menatapnya.
Basagita sedikit terkejut. Menoleh manatap ke arah Berlian, ia merasakan getaran dari tangan Berlian yang ia genggam sedari tadi. Tidak ada perubahan di wajah Berlian tapi Basagita tahu anaknya pasti terkejut.
"Duh gimana ya mas, mba. Saya terserah Berlian saja. Toh Dia sudah besar dan bisa memilih, aku dan Andro tidak pernah memaksa hak anak-anak kami." Basagita tersenyum ke arah putrinya, putrinya itu hanya mengangkat bahunya sebagai pertanda tidak tahu. Tidak pernah terlintas dalam pikiran Berlian untuk mengenal laki-laki selain Farrel, Berlian masih terpukul kehilangan kekasihnya itu, lalu kenapa Berlian harus di kasih ujian dengan mendatangkan laki-laki baru untuknya.
"Berlian?" Tanya Timo.
"Kenapa Berlian?" Udayana dan Abraham malah saling pandang. Sedangkan laki-laki yang bersangkutan juga sepertinya tidak tertarik, dia diam saja sedari tadi. "Kenapa harus Berlian?"
Tidak ada yang menjawab pertanyannya dari pihak keluarga calon maupun pakdenya, Berlian berdiri dari duduk dan pergi meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya setelah mengatakan. "Maaf, Berlian permisi."
Kenapa? Kenapa perjodohan? Berlian sangat anti dengan perjodohan. Berlian tidak suka ini. Dia lebih memilih tidur saja untuk hari ini, sebuah perjodohan sangat tidak masuk ke dalam otaknya.
"Maafkan Berlian ya mas, mba." Basagita tersenyum dengan penuh penyesalan atas sikap kurang sopan putrinya.
"Haha.. Engga apa-apa, maklumi saja. Malahan saya sempat tercengang melihat sikap Berlian yang tampak santai dan tidak kaget. Karena biasanya anak jaman sekarang tidak suka di jodohkan dan lebih cenderung memberontak." Ucap Udayana masih dengan mata menatap ke lantai atas, tepat di mana Berlian menghilang dari pandangannya. "Saya cukup tertarik."
Basagita tersenyum tipis. "Berlian sudah tidak kaget lagi mba, Soalnya Pakdenya sudah beberapa kali jodohin dia." Jelasnya.
"Hhaha, iya juga ya?" Timo mengelus dagunya. "Habis, setiap liburan ke sini mukanya di tekuk terus kata anak sekarang sih sebutannya galau. Ck namanya juga jomblo eh single. Kan saya jadi kasihan, makanya saya berniat baik untuk mengenalkan keponakan saya dengan beberapa laki-laki yang kemungkinan cocok." Basagita tersenyum mendengar ucapan Timo. Memang setelah kepergian suaminya, Basagita sedikit membiarkan Timo untuk mencampuri urusan keluarganya.
...***...
"Woy Bee." Berlian terbangun dari tidur akibat teriakan menusuk kupingnya.
"Turunin gak kaki lo dari punggung gue sekarang, dasar gak tau sopan!" Chacha menurunkan kakinya dan duduk di sebelah Berlian yang masih tidur dengan bertelungkup.
"Mandi nyet, mentang-mentang sudah laku, lo jadi males mandi." Ejek Chacha.
"Berisik banget." Chacha tertawa mendengar kakaknya yang mengumpat.
"Mandi sana, terus turun, lalu kita makan malam bersama." Ajaknya lagi, seingatnya dia belum ada melihat Berlian makan sejak siang.
"Hemm..."
Chacha pun beranjak dari kasur. "Sepuluh menit lo gak turun, cumi panggang akan habis." Berlian langsung beranjak dari kasur dan berlari ke kamar mandi. Chacha tertawa melihat tingkah kakaknya sembari keluar dari dalam kamar.
Setelah selesai menyegarkan badannya, tiba-tiba Berlian merasa cacing di dalam perutnya merongrong kelaparan.
"Laper, Tapi mager."
Mengingat bahwa Pakdenya ini tidak suka ada yang makan selain di meja makan dia mengurungkan niat untuk meminta adiknya mengambilkan makanan. Apalagi mengingat cumi panggang adalah makanan kesukaannya. "Ahhhh.... pergi kamu kemageran." Berlian mengibas tangannya di udara seperti sedang mengusir kemageran yang melandanya. Dengan penuh pertimbangan, Berlian akhirnya turun dengan malas.
"Selamat malam Berlian."
^^^Bersambung🍀🍀^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
ani nurhaeni
semoga tidak ada keretakan antara adik kaka gara gara cowo ya thor
2022-01-25
1
Putri Jamilah
bagus thor
2020-10-23
1
Ahmad
like
2020-10-03
1