Kaki Indira selesai di obati dan di balut dengan perban. Saat hendak turun dari tempat tidur tangan Indira yang menyangga pada tempat tidur tergelincir, membuatnya terjatuh. Untung saja Dokter Danu tepat di hadapannya, dengan cepat menangkap tubuh Indira dan menahannya agar tidak terjatuh. Dan kini Indira berada di pelukan Dokter Danu. Mata mereka saling bertemu. Sejenak saling pandang satu sama lain. Walau suasana tampak canggung mereka terus saling memandang.
“Honey kamu tidak apa-apa?”
Ray dengan cepat bangkit dari tempat duduknya menghampiri Indira.
Sementara Indira tidak menanggapi pertanyaan Ray. Dia terhanyut pada tatapan mata Danu. Tangannya menggenggam erat pundak Danu sementara tangan Danu menopang pinggul ramping Indira.
“Eehmm..!” ucap Ray keras mencoba memecah hening.
Sedikit grogi Indira menolak Danu yang membuatnya hampir terjatuh lagi dan sekali lagi Danu menangkap tubuh Indira kedalam pelukannya.
“Maaf aku tidak sengaja,” ucap Indira terbata-bata.
“Kamu hampir saja membuat kita berdua jatuh,” timpal Danu.
“Biar aku bantu,” sahut Ray merengkuh tubuh Indira. Memapah Indira berjalan perlahan. Dengan lembut Ray membantu Indira duduk sampai bokongnya menyentuh kursi.
“Lukanya tidak terlalu parah tapi untuk sementara hindari dulu menggunakan high heels,” kata dokter Danu sambil menulis resep di secarik kertas. Dia mengoyakkannya dan memberikan pada Indira.
Saat Indira akan mengambil Ray lebih dulu merebutnya.
Indira yang masih kesal pada Ray menatap penuh amarah pada Ray dengan mata bulat tajam penuh makna.
“Biar aku yang urus. Karena aku yang membuatmu terjatuh maka aku harus bertanggung jawab,” jelas Ray dan menyimpan kertas resep di kantong bajunya.
Malas membuat kegaduhan Indira memilih diam menahan amarah. Bagus bila Ray mau bertanggung jawab. Dan seridaknya harus jaga imej di depan Dokter Danu. Harus tetap Stay Cool.
“Rasanya akan sulit untuk menghindari memakai heels! Aku selalu menggunakannya,”
“Lakukanlah agar proses penyembuhannya lebih cepat, itu akan sangat membantu.”
“Akan ku coba! Kalau bisa! terima kasih atas sarannya,” ucap Indira dengan senyum lebar terpaksa.
Dokter Danu hanya menghela nafas pendek mendengar ucupan Indira. Melepaskan stetoskop yang menggantung di lehernya dan meletakkan di atas meja.
Indira hendak bangkit tapi saat hendak menginjakkan kakinya yang sakit dia kembali menjatuhkan tubuhnya ke kursi.
“Hati-hati! Bila semakin parah kamu harus menggunakan tongkat untuk beberapa waktu,” Dokter Danu memperingatkan.
Dengan cepat Ray mengendong Indira.
“Berpeganganlah yang erat,” ucap Ray.
“Ya! Kamu memang harus bertanggung jawab, semua ini juga karnamu,” Indira mengkaitkan tangannya di leher Ray agar tidak jatuh.
Mereka pun berlalu bergi meninggalkan ruangan Dokter Danu.
Dokter Danu tercengang dan menggaruk kepalanya yang tak gatal, sedikit risih melihat tingkah Ray yang begitu lebay.
“So Sweet ya dok! Seperti di Oppa di drama Korea,” ucap suster yang membantu Danu.
“Yang begitu kamu bilang Sweet. Itu sih norak,” ejek Danu sambil menjulurkan lidah.
“Cewek-cewek jaman sekarang justru suka di gituin dok! Romantis! Dokternya aja yang gak kekinian tidak tahu trend yang berkembang.”
“Aduh! Kepala saya sakit dengarnya. Lebih baik cepat rapikan tempat tidurnya,” suruh Danu sambil mengambil ponsel yang ada di laci kerja dan membuka halaman media sosialnya.
“Ini punya dokter?” tanya perawat pada Dokter Danu sambil menunjuk syal yang tergeletak di atas tempat tidur.
“Bukan! Coba bawa ke sini.”
“Apa mungkin punya pasien barusan?”
“Mungkin saja, sini biar saya simpan.”
Danu mengambil syal itu dan teringat kembali momen saat Indira jatuh di pelukannya. Mata bulat kecoklatan yang indah di hiasi bulu mata lentik. Sungguh sangat menarik.
Danu menggelengkan kepala. Menghentikan hayalannya. Dilipatnya syal dan memasukkan ke dalam tas kerjanya.
💐💐💐
Indira masih berada di gendongan Ray. Keluar dari pintu lift apartemen menuju kamarnya.
“Indira! Kamu kenapa?” tanya Malvin memandang khawatir Indira.
“Korban pemaksaan lelaki,” jawab Indira melirik ke arah kakinya sambil mengangkat sedikit kakinya yang sakit.
Mata Malvin terbelalak melihat Ray sebagai tersangka utama. Mengisyaratkan kemarahan telah membuat Indira terluka.
Malvin adalah tetangga Indira. Mahasiswa yang tinggal tepat di samping apartemen Indira. Pemuda berwajah manis. Tinggi dengan kulit putih bersih, mata bulat bersinar dan rambut pendek berponi mirip artis Korea.
Merasa canggung di tatap seperti penjahat Ray membalas dengan tatapan mata tajam untuk membuktikan ini bukan sepenuhnya kesalahannya untuk apa menatap seperti itu.
“Aduh kalian ngapai sih lihat-lihatan begitu, naksir ya!,” kata Indira kesal. Dia menghempas-hempaskan tubuhnya sudah gerah berada di gendongan Ray.
“Najis!” bibir kiri Malvin dinaikkan ke atas menunjukkan ekspresi jijik. Dan menggelengkan kepalanya.
“Jangan goyang, ntar jatuh,” jerit Ray.
“Awas.. awas!” ucap Indira pada Malvin yang menghalangi jalannya. “Ambil kuncinya dan buka pintu cepat! pinggangku rasanya mau copot,” Indira menyodorkan kunci apartemen pada Malvin.
Ray mundur selangkah, memberi ruang untuk Malvin membuka pintu.
Ray membaringkan Indira di sofa dan menyangga kakinya dengan bantal.
“Bagaimana kalau aku menginap di sini untuk menemani kamu,” alis mata Ray naik turun, senyum mengembang lebar di wajahnya memperlihatkan gigi. Berharap Indira akan mengijinkan.
“Terima kasih! Kamu baik sekali Ray,” jawab Indira ramah. “Tapi aku rasa tidak perlu. Aku tidak membutuhkan bantuan,” lanjut Indira dengan nada ketus.
“Tenang Bro! Aku tetap Stand By kok ngejagain Indira,” sahut Malvin.
Ray tidak merespon. Dia malas membalas perkataan Malvin. Sejak awal bertemu tadi dia tidak Respect pada Malvin. Nalurinya berkata Malvin saingan dalam memperebutkan hati Indira jadi harus waspada.
“Sepertinya kamu sudah tahu di mana pintunya, maaf aku tidak dapat mengantar dengan kondisi seperti ini,” Indira menyenderkan kepala di sofa.
“Kamu yakin? Bila aku menginap di sini pasti akan sangat membantu, aku dapat memasakkan sesuatu bila Honey lapar tengah malam atau bila ingin ke kamar kecil juga aku bantu,” bujuk Ray.
“Ngarep!” ejek Malvin.
“Sangat yakin! Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Bagaimana dengannya,” ucap Ray menunjuk Malvin.
“Tentu aku akan menemani Indira, lagian kami bertetangga,” sahut Malvin
“Tidak ada yang menemaniku! Lebih baik kalian berdua pulang. Sangat mengganggu. Aku ingin istirahat.”
“Tapi Indira a..,”
Belum selesai Malvin bicara, Ray justru menyeret paksa Malvin keluar bersama.
“Ray tunggu,” panggil Indira
Ray tersenyum namanya dipanggil. Mungkin Indira berubah pikiran dan mengijinkannya menginap. Ini sangat menguntungkan baginya
“Jangan lupa turunkan kado-kadonya,” lanjut Indira.
Sekejap muka Ray berubah masam. Diluar dugaan. Malvin tersenyum puas mengejek pada Ray yang terbawa perasaan duluan.
“Aduh,” teriak Malvin kesakitan sambil memegang tangannya yang masih di genggam Ray. Ray sengaja menggenggam lebih erat tangan Malvin, tak terima Malvin mengejeknya.
💐💐💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
yutantia 10
aku mampir bawa like thor
salam dari CINTA DIWAKTU YANG SALAH
2020-12-27
0
@salma#
next ... blm ada geregetnya nih ...
2020-11-28
0
Caramelatte
semangat thor!
Salam dari "Belong to Esme"
2020-11-28
1