Setelah kepergian Suryo, Mayang mendekati Bagas yang masih berdiri termenung di teras.
"Gimana, Pak? Tadi kang Suryo bilang apa?"
"Itu ... nanti aja bapak jelasin, sudah sore, ayo masuk rumah dulu, Bu!"
Bagas dan Mayang menutup semua jendela dan pintu.
Malam harinya, Mayang baru saja keluar dari kamar Mesha, ia melihat Bagas duduk dengan menopang dagunya. Mayang berjalan mendekati Bagas dan duduk di sampingnya.
"Mikir apa Pak?"
"Ini Bu ... tadi, perkataan kang Suryo, ngganjel banget di pikiranku."
"Memangnya kang Suryo bilang apa, Pak?"
"Putri kita, Bu. Ada bangsa lelembut yang menyukainya, Bu. Untuk sekarang mungkin belum terlalu keliatan efeknya. Tapi setelah dewasa baru terlihat, Bu."
"Gimana ini, Pak?" Mayang mulai merasa khawatir.
"Wes to, ibu ndak usah khawatir. Kita cari cara gimana biar ndak membahayakan, Mesha."
Mayang mengangguk.
Terdengar suara teriakan Mesha dari dalam kamar, Mayang dan Bagas tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Mesha. Mata Mesha masih terpejam, tapi ia menangis dan berteriak.
Mayang menangis dan memeluk putrinya itu dengan penuh kesedihan.
******
Ini hari pertama Mesha masuk sekolahnya di sebuah Taman Kanak-Kanak, ia terlihat antusias. Pagi-pagi sekali, ia sudah ribut kesana kemari meminta segera berangkat ke sekolah.
"Echa seneng, Bu. Echa bakal punya temen banyaaakkk ...." kata Mesha sambil merentangkan tangan kecilnya.
Mayang mengangguk dengan senyuman.
"Nanti, Echa harus nurut sama bu guru ya. Harus pinter!"
Mesha mengangguk senang, matanya membulat menggemaskan.
"Tapi Om itu, ikut Echa sekolah juga, Bu?"
"Om siapa, Nduk?"
"Yang suka main sama Echa ...."
Mayang terperanjat, dia pikir, dia dan suaminya sudah berhasil mengusir makhluk jahat yang sering mengganggu putrinya dengan bantuan orang pintar beberapa tahun lalu, ternyata tidak ada pengaruhnya samasekali.
"Ndak sayang ... ndak akan ikut," jawab Mayang kepada putrinya.
"Yaaaaa ...." Mesha tertawa.
"Yuk, sekarang mandi dulu ya ...."
"Ya, Bu ...."
Setelah memandikan Mesha dan memakaikan seragamnya. Mayang mengikat rambut Mesha dan menyematkan pita yang cantik di kedua kunciran Mesha.
"Cantiknyaaaa putri ibu ...."
Mayang memeluk putrinya, dan berharap, tidak akan terjadi apa-apa di hari pertama Mesha masuk sekolah.
Sekolah Mesha tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga Mayang mengantarkan Mesha dengan berjalan kaki.
Dari kejauhan, nampak seorang wanita mengamati mereka berdua, dari balik pohon.
"Bocah itu ... ingin rasanya aku membunuh bocah itu. Tapi dia sudah punya pengantin. Hihihi ... kalo langsung kubunuh, Bagas dan Mayang, tidak akan merasakan penderitaan yang sama sepertiku ... hihihihi," perempuan itu bergumam sambil terkikik-kikik.
"Bu guru, bu guru, Echa bikin nangis Adit, Bu ...."
Seorang gadis berteriak-teriak melapor pada ibu gurunya. Bu Mila, ibu guru tadi, ia tergopoh-gopoh mendekati Adit yang terduduk di lantai sambil menangis, sementara Mesha berdiri kebingungan.
"Adit kenapa nangis?"
"Itu ... itu Bu ...."
"Mesha, Adit kenapa?"
"Echa gak tau, Bu. Echa gak ngapa-ngapain adit, Bu ...." ada nada ketakutan di ucapan Mesha.
Mila mengelus rambut Mesha.
"Sayang ... bu guru ndak nuduh Echa kok, bu guru cuma tanya, kenapa Adit menangis, gitu ...."
"Echa gak tau, Bu ... hu hu hu" Mesha menangis dan berlari.
Mila berjongkok dan membantu Adit berdiri, setelah berdiri, Adit mulai buka suara.
"Tadi Adit liat ada orang berdiri di belakang Echa, Bu ...."
Mila mengerutkan dahinya.
"Adit gak bohong, Bu ... orangnya serem, Bu. Dia melototin Adit!" Adit menutupi wajahnya dengan kedua tangan mungilnya, dia ketakutan.
Mila memeluk Adit.
"Sudah ... sudah ... Adit ndak perlu takut, kan ada bu guru, di sini. Yuk masuk kelas lagi!"
Adit mengangguk. Mila berdiri, kemudian menggandeng Adit masuk ke dalam kelas.
Di luar sana, Mesha duduk sendirian di bawah pohon. Ia memeluk lututnya sambil menangis.
"Kenapa gak ada yang mau main sama, Echa? hiks ...."
Seorang anak laki-laki mendekati Mesha. Meskipun anak itu bisa melihat makhluk yang membayangi Mesha. Ia tidak takut seperti anak lainnya, mungkin ia juga sudah terbiasa dengan hal semacam itu.
"Kamu kenapa nangis di sini?"
Mesha mendongakkan kepalanya, anak laki-laki itu pun duduk di sebelah Mesha.
"Kamu gak takut sama Echa?" tanya Mesha dengan mata membulat.
"Kenapa harus takut? Jadi, namamu Echa?"
Mesha mengangguk antusias.
Anak laki-laki itu mengerling punggung Mesha, kemudian ia berdiri, dan pergi.
"Tunggu! namamu siapa?" tanya Mesha.
Anak laki-laki itu berhenti dan menoleh.
"Zay ... Zayan!"
"Ooh .... eh, tunggu!"
Mesha berlari-lari kecil di belakang Zay, ia senang telah mendapatkan seorang teman.
Setiap hari, Mesha membututi Zayan. Meskipun terkadang Zayan tidak memperhatikan kehadiran Mesha. Setiap waktu istirahat, ketika memakan bekal bawaan dari rumah, Mesha selalu duduk di sebelah Zayan. Zayan hanya diam membiarkannya. Zayan cuma tidak mau berurusan dengan makhluk yang selalu dilihatnya membuntuti Mesha.
Hari ini, ketika Mayang menjemput pulang Mesha. Mila memintanya untuk berbicara empat mata di kantor.
"Maaf, Bu Mayang. Sebelumnya saya minta maaf. Apa setiap pulang Mesha selalu menangis?"
"Kenapa Bu guru?"
"Beberapa temannya di TK ini, takut bermain bersama Mesha ...."
Mayang terkejut.
"Memang awalnya, begitu, Bu guru, tapi akhir-akhir ini, ndak ...."
"Begini, Bu ... beberapa wali murid telah menyampaikan protesnya pada pihak sekolah. Mereka tidak nyaman membiarkan anak-anaknya bersekolah di sini, selama masih ada Mesha ...."
Mayang merasa tersinggung, ia berdiri.
"Jadi, maksud Bu guru, Mesha harus pindah dari TK ini? Ndak masuk akal!"
Mila ikut berdiri dan mencoba menenangkan Mayang.
"Maaf, Bu. Sungguh saya minta maaf. Tapi kalau boleh tahu, sebenarnya, ada apa dengan Mesha, Bu?"
"Ada apa? Apa maksudnya?"
"Mohon Ibu tenang dulu, silahkan duduk kembali."
Mayang kembali duduk.
"Saya juga mengkhawatirkan kondisi Mesha, Bu. Cuma laporan wali murid lain, juga tidak bisa diabaikan ...."
Tiba-tiba bel berbunyi.
"Maaf Bu Mayang, saya mohon diri dulu."
Mila berdiri dan kemudian diikuti Mayang.
Mesha berlari-lari, ketika melihat ibunya sudah berdiri menunggunya saat pulang sekolah. Mayang menyambut anaknya dengan pelukan. Kemudian mereka berdua berjalan kaki untuk pulang. Dari kejauhan, Zayan mengamati sosok yang ikut berjalan di belakang Mesha. Makhluk itu melirik pada Zayan, tapi Zayan berpura-pura tidak melihatnya.
Malam telah tiba, seperti biasa, setelah menidurkan Mesha, Mayang duduk di ruang tengah. Ia meminum teh herbal kesukaannya dengan tingkah gelisah. Bagas memperhatikan istrinya, dan mendekatinya.
"Kenapa, Bu?"
"Tadi aku dipanggil gurunya Mesha ke sekolah, Pak ...."
"Terus?"
"Banyak aduan wali murid lain, tentang Mesha."
"Kok bisa?"
"Ya kalo yang aku dengar, anak mereka sering lihat Mesha bertingkah aneh, bahkan beberapa dari mereka, melihat makhluk yang mengikuti Mesha, Pak."
"Duh, gimana ya, Bu?"
"Ibu juga bingung, Pak ... kasian Mesha. Masa dia ndak bisa bergaul dengan siapapun?"
"Sudah, Ibu tenang aja ya, biar bapak pikirkan caranya."
Bagas menggenggam tangan istrinya, menenangkan.
Mayang mengangguk pasrah.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Candylove Therryus
kasihan bener mesha...
2021-03-18
2
Nawan Damanik
jauh dari nilai relegi, jauh pula dengan dukun, ya cuma mikir doang seolah natural, ya siaplah dengan resiko,,,just a novel
2021-03-09
3
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
bagus...
2021-02-24
0