Seorang gadis kecil berlarian di sebuah halaman rumah. Ia bermain sendirian, dengan bahagia. Tak jauh darinya, seorang wanita duduk mengamati gadis kecil itu. Ia melambaikan tangan pada gadis kecil yang sedang berlarian.
"Hati-hati, Nduk ...."
Baru saja wanita itu terdiam, Mesha kecil jatuh tersungkur, tapi terlihat, anak itu terdiam menatap lurus dengan matanya membelalak.
Di dalam penglihatannya, Mesha melihat seorang laki-laki berwajah pucat dan memakai pakaian serba hitam berdiri di depannya.
"Haloooo, gadisku. Maukah kamu bermain denganku?"
Mesha hanya terdiam, mata Mesha terbelalak melihat laki-laki yang berdiri di depannya.
"Om siapa?"
"Aku? Calon suamimu," kata laki-laki itu dengan tawa seramnya.
Mesha menangis ketakutan, sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan mungilnya.
"Ibu ... ibu ...!" panggilnya di sela-sela tangisan.
Mayang segera berlari mendekati anaknya ketika ia melihat gadis kecil itu menangis histeris. Mayang kebingungan, kenapa putrinya bisa menangis histeris seperti itu. Dipeluklah gadis kecil itu.
"Sayaaang ... Genduk nangis kenapa? Apa ada yang sakit?"
Gadis itu menggeleng dalam pelukannya.
"Bu ... Ibu ... calon suami itu apa?" tanya Mesha kecil, ketika tangisnya mereda.
Mayang tersentak kaget.
"Kamu tau kata-kata itu darimana?"
"Dari om-om yang tadi berdiri di sini, Bu. Echa takut, omnya sereeemmm ...."
Mayang memeluk kembali putrinya, dengan perasaan yang tak menentu.
Malam harinya, setelah menidurkan Mesha, Mayang berjalan mondar-mandir dengan gelisah di ruang tengah. Bagas, suaminya memperhatikan Mayang dari kejauhan. Bagas tidak bisa menahan diri ketika Mayang mulai menghela nafas dan duduk membantingkan tubuhnya di sofa.
"Ibu kenapa sih?" tanya Bagas dengan wajah menyelidik.
Mayang terperanjat, ia memegang dadanya.
"Bapak ih ... bikin kaget ibu saja ...."
"Dari tadi, bapak perhatikan, Ibu tuh mondar-mandir kayak setrikaan, kenapa?"
Mayang menghela napas, kemudian ia merendahkan suaranya.
"Mesha, Pak ...."
"Kenapa dengan Mesha, Bu?"
"Sudah beberapa kali, ibu perhatikan. Ada yang aneh dengan anak ini ...."
"Aneh? Maksudnya?"
"Entahlah, ibu juga ndak tahu, Pak ... anak itu seperti melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain."
"Apa besok bapak tanya sama saudara bapak yang bisa liat 'begituan' , Bu?"
"Boleh, Pak."
"Yaudah ... ibu sekarang istirahat aja."
Mayang mengangguk, sementara Bagas masuk ke dalam kamar.
Tiba-tiba bulu kuduk Mayang meremang. Ia mengelus-ngelus tengkuknya, matanya berkeliling mencari sesuatu. Ia terbelalak, ketika melihat sebuah bayangan hitam tak jauh darinya. Ia memejamkan mata, dan ketika matanya terbuka, bayangan itu sudah lenyap.
Mayang buru-buru berjalan masuk ke kamar, dan cepat-cepat menutup pintu. Bagas yang melihat kelakuan istrinya, terpana.
"Kenapa lagi Bu?"
"Ndak ... ndak apa-apa, Pak. Yuk tidur!"
Mayang langsung menyelusup ke dalam selimut, begitu sampai di ranjang.
Sementara itu, sosok bayangan hitam tadi, berjalan menuju kamar Mesha yang terlelap memeluk boneka beruang coklat kesayangannya. Bayangan itu menjelma menjadi sesosok laki-laki. Ia duduk di tepi ranjang Mesha, ia memerhatikan wajah Mesha, menyeringai, kemudian mengelus pipi kemerahan itu.
Laki-laki itu, tersenyum lagi, kemudian berubah menjadi gumpalan asap, dan menghilang.
*******
Keesokan harinya, Bagas sedang berbicara di telpon dengan seseorang.
"Iya, Kang ... minta tolong dengan sangat Kang. Pokoknya, panjenengan kudu liat anakku ya...ya Mesha to, siapa lagi? yaaa ... ya ... aku tutup dulu telponnya Kang."
Mayang memperhatikan suaminya itu, sambil menyuapi Mesha yang duduk sambil bermain bonekanya.
"Gimana, Pak?"
"Nanti sore, katanya Kang Suryo mau mampir kesini, Bu. Mau lihat, ada apa sama Mesha."
Mayang hanya manggut-manggut.
"Emang ada apa sama Echa, Bu?" tanya Mesha kecil dengan polos.
"Ndak ada apa-apa kok sayang ... inget sama pakde Suryo kan? Yang dulu pernah belikan Echa mainan gangsing kayu itu ...."
Mesha mengangguk.
"Nah, pakde itu pengen ketemu Echa lagi."
"Ooohhh ...." jawab mesha membulatkan bibir mungilnya.
"Ah ... panas ...." Tiba-tiba Mesha memegangi bahu kirinya.
Mayang bergegas mendekati Mesha. Ia membuka baju bagian pundak Mesha, melihat tanda berwarna merah kecoklatan sebesar koin, dan mulai mengusapnya. Meskipun ratusan kali Mayang melihat tanda lahir Mesha, Ia masih saja heran, kenapa tanda lahir putrinya itu seperti terlihat tidak biasa.
"Masih panas ndak, Nduk?"
Mesha menggeleng, dan melanjutkan bermain bonekanya.
Mayang memeluknya, dan mengelus kepala Mesha. Di dalam hatinya ia berkata,
"Sebenarnya ada apa to, Nduk?"
Hari sudah semakin sore, terlihat ada sebuah dokar memasuki pekarangan rumah. Dari dokar tadi, turun lah seorang laki-laki memakai blangkon dan berbaju lurik. Mayang yang sedang menyapu teras segera memanggil Bagas, suaminya.
"Monggo ... pinarak dulu Kang." kata Bagas, sambil mengacungkan jempolnya ke arah sebuah kursi teras yang terbuat dari kayu jati.
Laki-laki tadi masih memandang berkeliling, matanya seperti mencari dan meneliti, kemudian ia duduk di kursi.
Tak berapa lama, Mayang keluar dengan membawa senampan minuman dan makanan ringan.
"Gimana kabarnya, Kang Suryo? Sehat?" kata Bagas memecah keheningan di antara mereka berdua.
Suryo menyunggingkan senyumnya.
Mesha berlari keluar menuju halaman, Mayang mengikuti dengan tergopoh-gopoh di belakangnya.
"Hati-hati to, Nduk ...."
Seketika, Suryo melihat ke arah Mesha. Ia melihat seperti gumpalan asap hitam, gumpalan asap itu terlihat di belakang Mesha. Suryo langsung berdiri karena keterkejutannya.
Bagas melihat reaksi Suryo ketika mengamati Mesha, ia makin khawatir.
"Echa! Sini, Nduk. Salim dulu sama pakde!" kata Bagas.
Mesha berjalan mendekat dengan pelan dan malu-malu, kemudian ia mengulurkan tangan mungilnya ke arah Suryo.
Setelah menyentuh tangan Mesha, Suryo melihat sebuah "penglihatan". Dalam penglihatannya, seorang laki-laki berpakaian serba hitam, sedang duduk menatapnya tajam. Suryo buru-buru menarik tangannya.
Bagas memberi kode kepada Mayang.
"Nduk, ayo! Sudah sore, mandi dulu ya Cah ayu ...." kata Mayang sambil menggandeng tangan Mesha, untuk masuk ke dalam rumah.
"Gas, anakmu itu, ada yang ndak beres ...." Suryo seperti ragu-ragu mengucapkan kata-kata itu.
"Maksudnya, Kang? Yang ndak beres itu apanya?"
Suryo memberi kode kepada Bagas untuk mendekat. Setelah Bagas mendekat, Suryo berkata di telinga Bagas,
"Anakmu ini, disukai bangsa lelembut ...."
Bagas tersentak, dan spontan menjauh.
"Yang bener aja, Kang!"
"Aku ndak bisa bicara panjang lebar, mungkin makhluk ini sedang mengawasiku sekarang," kata Suryo setengah berbisik.
"Tapi apa ndak ada akibat buruknya buat putriku itu, Kang?
"Ya ada, itu pasti. Untuk sementara ini, sepertinya aman. Tapiiii ... mungkin makhluk itu kadang-kadang akan muncul menyapa Mesha."
Bagas masih belum percaya dengan apa yang didengarnya.
"Ini kutukan, Bagas. Percaya ndak percaya ...."
Suryo pergi meninggalkan rumah Bagas. Seorang tukang ojek langganan Bagas, mengantarkan Suryo pulang. Dalam perjalanan, ia melihat seorang laki-laki berdiri di bawah sebuah pohon, dengan tatapan tajam ke arahnya. Siapa sebenarnya laki-laki itu? Suryo bertanya-tanya di dalam hatinya.
Bersambung ....
******
Kang : sebutan untuk kakak laki-laki, atau laki-laki yang dituakan/dihormati.
Panjenengan : Kamu, dalam bahasa jawa halus.
Pakde : Sebutan untuk kakak laki-laki dari ibu/ayah.
Monggo pinarak : Silahkan duduk.
Salim : tradisi bersalaman dengan mencium tangan, sebagai rasa hormat.
Cah ayu : Sanjungan, yang berarti anak yang cantik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Wine Bae
bahasanya bagus banget penyusunannya. love u author
2022-07-06
1
Umi Chomsarifah
horor tp penisirin thoor.agak takut mau lanjut baca
2022-01-19
1
Kustri
Lanjuuut..
2021-11-13
1