Jodoh Sang Bahu Laweyan

Jodoh Sang Bahu Laweyan

BAB 1 Kelahiran Yang Diharapkan

Tengah malam yang diguyur hujan deras, petir menyambar-nyambar, seorang laki-laki memakai mantel hujan, tergopoh-gopoh keluar dari rumah. Ia berlari dengan segala kemampuannya, dengan payung di tangannya.

Sementara itu, di bawah pohon tak jauh dari rumah yang ditinggalkan laki-laki itu, berdiri seorang perempuan memakai jubah yang bertudung. Tudung jubahnya menutupi sebagian wajahnya yang tirus, dengan mata yang cekung, dan bibir yang melengkung sadis. Meskipun begitu, wajahnya terlihat begitu antusias.

Ia mendekap botol kecil yang terbuat dari kristal di dadanya.

"Kamu mau seorang pengantin kan? Baiklah ... keluarlah, dan tunggu pengantinmu layak mendampingimu!" kemudian wanita itu membuka botol tadi dengan terkikik-kikik.

Asap hitam pekat keluar dari dalam botol, kemudian asap itu melayang masuk ke dalam rumah.

"Siapa suruh kamu merebut calon suamiku, Mayang. Maka keturunanmu lah yang akan menanggung akibatnya ... hihihi ...." kata wanita tadi dengan kilatan dendam di matanya.

Tak berapa lama, laki-laki tadi sampai di rumah dengan membawa seorang perempuan yang menjinjing tas hitam. Meski mereka berdua berjalan dengan susah payah, menerjang derasnya hujan.

Laki-laki itu tergesa-gesa membukakan pintu untuk perempuan tadi.

"Ayo! Ayo cepat Bu Bidan Prapti ... istri saya sudah daritadi merasa kesakitan." kata laki-laki itu sambil mencopot jas hujan yang dipakainya. Kemudian ia membantu perempuan tadi menangkupkan payungnya.

"Iya ... Pak. Iya ... tolong Pak Bagas tunjukkan kamarnya ...." jawab perempuan tadi, yang ternyata adalah seorang bidan.

Bagas berjalan cepat-cepat di depan Bidan tadi.

"Bapak sendirian di rumah ini?"

"Iya, Bu."

"Kalau begitu, tolong siapkan air hangat. Baju ganti buat ibu, dan baju-baju si kecil."

"Kalau baju si kecil sudah di dalam, Bu. Saya ke belakang dulu, untuk merebus air."

Prapti masuk ke dalam sebuah kamar. Di dalamnya, tergeletak sesosok perempuan yang sudah terlihat begitu kesakitan. Perempuan itu tersenyum, begitu melihat kedatangan Prapti. Setelah menutup pintu, Prapti menghampiri perempuan itu, dan mengelus rambutnya.

"Sudah waktunya ya, Bu?"

Mayang mengangguk lemah.

Setelah Prapti menyiapkan segala perlengkapan bayi yang bersih, ia segera menutupkan kain jarik keatas perut Mayang, dan memeriksa jalan lahir.

"Wahhh ... kepalanya dedek bayi sudah kelihatan, Bu. Yuk, sekarang, Ibu harus berjuang ya," kata Prapti sambil tersenyum.

Tanpa berlama-lama, Prapti segera memberi aba-aba kepada Mayang untuk mulai mengejan.

Beberapa menit kemudian, setelah Mayang berjuang sekuat tenaga, terdengar lah tangis bayi.

"Alhamdulillah ... seorang bayi perempuan yang sehat, dan cantik, Bu."

Mayang tersenyum.

Prapti segera meletakkan bayi itu di atas sebuah meja, dan membersihkan kotoran dan lendir-lendir yang menempel pada bayi dengan handuk lembut. Prapti terkejut dengan tanda lahir bayi ini, berbentuk seperti lingkaran, berwarna coklat kemerahan yang terletak di bahu kiri. Ia baru pernah melihatnya kali ini.

Bagas tergopoh-gopoh membawa seember kecil air panas ke dalam kamar tadi.

"Itu terlalu panas, Pak. Kan buat mandi dedek bayi ...."

Bagas kembali berlari keluar dan masuk lagi, membawa ember besar, berisi air dingin.

"Maaf ... maaf Bu bidan, baru pertama kali saya menemani orang lahiran."

Prapti tersenyum.

"Ndak apa-apa, ayah muda memang begitu, selalu gugup di awal-awal ... sekarang tolong dicampurkan air nya, Pak."

"I—iya Bu ...."

Setelah dirasa airnya pas, Prapti mulai memandikan bayi tadi. Sementara Bagas menghampiri istrinya yang masih terbaring lemah di ranjang.

"Terima kasih ya, Sayang," ucap pria berambut ikal itu sambil mengecup kening istrinya.

Bulu kuduk Prapti meremang, saat berjalan mendekati sepasang suami istri itu. Ia mendekap bayi yang ada dalam gendongannya. Selintas, ia melihat bayangan hitam berdiri di dekat jendela kamar itu. Berusaha tak menghiraukannya, Prapti terus berjalan. Kemudian ia meletakkan bayi tadi di samping ibunya.

"Saya pamit dulu, Pak ... Bu. Dan sekali lagi selamat atas kelahiran bayinya." Prapti mulai memberesi peralatannya. Ia melirik ke arah tadi, tapi sosok bayangan hitam itu sudah tidak ada lagi. Ia mulai berjalan cepat keluar kamar.

"Saya antar ya, Bu." Bagas segera menghampiri Prapti.

Sesampainya di depan pintu rumah, Prapti menoleh ke arah Bagas.

"Sudah, antarnya sampai sini saja, Pak. Nanti kalau ada apa-apa dengan ibu atau bayinya. Segera datang ke tempat saya."

"Ya, Bu. Terima kasih, ini sekedar ucapan terimakasih saya ...." Bagas mengeluarkan sebuah amplop dan menyodorkannya kepada Prapti.

Di luar sana, hujan mulai reda, hanya tersisa gerimis kecil. Prapti segera berjalan cepat-cepat dengan payung di tangannya. Teringat dengan bayangan tadi, membuatnya enggan berlama-lama lagi di rumah itu.

Setelah kepergian Prapti, Bu bidan yang menolong kelahiran putrinya. Bagas buru-buru masuk ke dalam kamar. Ia menimang putrinya yang masih terlelap, dan mulai mengumandangkan azan di telinga bayinya, pelan-pelan. Mayang menangis terharu melihat pemandangan itu.

*******

Prapti baru saja sampai di rumahnya, dan mendapati suaminya terbangun. Setelah Prapti mengganti bajunya dengan baju yang kering dan bersih, suaminya datang menyodorkan teh hangat untuknya.

"Piye Bu? Sudah lahir anaknya? Kok tumben cepet?"

"Iya Pak, tadi sampai sana, kepala bayi sudah terlihat. Tapi aku baru lihat e Pak, bayi yang lahir punya tanda toh merah."

"Wah, kalo kata mbah-mbahku dulu, itu pertanda ndak baik lho, Bu ...."

"Hish, jangan ngomong gitu Pak ... ya semoga aja, ndak ada apa-apa."

"Oh ya, Pak. Tadi pas aku nggendong bayinya, aku juga kayak lihat sesosok bayangan hitam di dekat jendela, sampe merinding rasanya." Prapti bergidik ngeri.

"Ya sudah Bu. Kamu istirahat aja, besok masih tugas di poliklinik desa kan?"

Prapti mengangguk.

"Oh iya, Bu. Masalah kelahiran anak ini, ndak perlu cerita ke siapa-siapa. Ndak enak kalo nanti ada desas desus ndak jelas tersebar."

Prapti mengangguk lagi.

Bagaimana ia akan bercerita kepada orang-orang, ingat kejadian tadi saja, masih membuatnya merinding.

*******

"Sekarang kamu istirahat saja, Bu ... biar aku yang menjaga bayi kita," kata Bagas pada istrinya. Sambil masih menimang gadis kecilnya.

Bagas sangat bahagia, setelah berbagai usaha dan berbagai cara ia lakukan untuk mendapatkan seorang anak. Ia benar-benar takut karena teringat sumpah serapah Retno waktu datang ke pernikahannya dengan Mayang.

"Bapak akan menjaga dan melindungimu, Nduk ... apapun yang terjadi," janji Bagas pada gadis kecilnya. Kemudian ia mengecup dahi putrinya itu.

Ingatan Bagas terlempar pada masa itu. Tadinya ia menyanggupi untuk menikah dengan Retno, tapi kegilaan Retno pada ritual-ritual anehnya, dan segala bentuk koleksi benda mistisnya, membuat Bagas urung menikahi perempuan itu. Meskipun setiap hari Retno mendatangi rumahnya, untuk memohon agar Bagas tetap menikahinya. Bagas bersikukuh dengan keputusan yang sudah dibuatnya.

Bahkan di saat hari pernikahan Bagas dengan Mayang, Retno datang, berteriak-teriak seperti orang gila. Dia mengancam, menyumpah dan mengumpat. Beberapa tamu meringkusnya yang mulai menangis histeris.

Bagas melanjutkan acara pernikahannya. Namun, ia tak pernah tahu. Sejak hari pernikahannya dilangsungkan, akan ada nasib yang kurang baik menimpa keluarganya. Apakah karena keputusannya? Atau memang takdir yang sudah tertulis?

Bersambung ....

******

Piye : Bagaimana.

Nduk : Panggilan sayang, dari orangtua kepada anak perempuan, kependekan dari Genduk.

Jarik : Kain bermotif baik, yang biasa digunakan orang-orang Jawa.

Mbah : Kakek/nenek/leluhur.

Terpopuler

Comments

rista_su

rista_su

keren ne koyoe.. dilarang moco tengah wengi ndak gaiso turu

2022-12-20

1

N. M. Aksan

N. M. Aksan

Bikin penasaran. Ada bayangan gelap apa itu?

2022-10-24

0

Yahdinizal

Yahdinizal

Baca novelku juga dong Author!😁

2021-11-15

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 Kelahiran Yang Diharapkan
2 BAB 2 : Pertanda
3 BAB 3 : Ikatan
4 BAB 4 : Pertalian Takdir.
5 BAB 5 : Perjodohan.
6 BAB 6 : Nontoni.
7 BAB 7 : Pergolakan Batin.
8 BAB 8 : Pembuktian.
9 BAB 9 : Menata Hati.
10 BAB 10 : Awal Mula.
11 BAB 11 : Dilema.
12 BAB 12 : Hari ( seharusnya ) Bahagia.
13 BAB 13 : Goyah?
14 BAB 14 : Malam Pertama.
15 BAB 15 : Kepergiannya.
16 BAB 16 : Sesuatu Menjadi Bermakna Saat Menghilang.
17 BAB 17 : Bangkit Lagi.
18 BAB 18 : Laki-Laki Itu ....
19 BAB 19 : Dua Dunia.
20 Bab 20 : Membuka Lembaran Baru.
21 Bab 21 : Sebuah Rasa Yang Lain.
22 Bab 22 : Kegundahan Hati.
23 Bab 23 : Salah Paham.
24 Bab 24 : Kecurigaan.
25 Bab 25 : Mencari Petunjuk.
26 Bab 26 : Pencarian.
27 Bab 27 : Pertemuan.
28 Bab 28 : Cemburu Menyiksa.
29 Bab 29 : Dendam Mulai Menguasai.
30 Bab 30 : Keyakinan Tentang Sesuatu.
31 Bab 31 : Awal Nestapa.
32 Bab 32 : Melanjutkan Hidup.
33 Bab 33 : Jangan Dipikirkan!
34 Ayem Kambek! (Apaan sih, gaje! )
35 Bab 34 : Meyakinkan Diri.
36 Bab 35 : Gundah Gulana.
37 Bab 36 : Sisi Lain yang Mulai Tersingkap.
38 Bab 37 : Ilusi Takdir.
39 Bab 38 : Gadis yang Lain.
40 Bab 39 : Menghitung Waktu
41 Bab 40 : Perseteruan Batin
42 Bab 41 : Merasa Bersalah
43 Bab 42 : Ketulusan Hati Seorang Pria
44 Bab 43 : Kenangan itu ....
45 Bab 44 : Perasaan Yang Tak Menentu
46 Bab 45 : De Javu
47 Bab 46 : Kenyataan Pahit
48 Bab 47 : Mutiara Kehidupan
49 Bab 48 : Rahasia yang Mulai Terbuka
50 Bab 49 : Untaian Benang Merah Takdir
51 Bab 50 : Meminta Pertolongan
52 Bab 51 : Keinginan yang Kuat
53 Bab 52 : Teror Cinta
54 Bab 53 : Tidak Semua Laki-laki Itu Buruk
55 Bab 54 : Wujud Kebahagiaan Itu ....
56 Bab 55 : Tautan Perasaan
57 Bab 56 : Keputusan Terberat
58 Bab 57 : Perubahan
59 Bab 58 : Kerinduan
60 Bab 59 : Ujian Hati
61 Bab 60 : Pertemuan Lainnya
62 Bab 61 : Mimpi-mimpi Buruk Itu
63 Bab 62 : Mulai Terbuka
64 Bab 63 : Kegamangan
65 Bab 64 : Perasaan yang Tersi(k)sa
66 Bab 65 : Berjalan ke Masa Lalu
67 Bab 66 : Membongkar Rahasia Kelam
68 Bab 67 : Perasaan yang Bersemi
69 Bab 68 : Jalan atau Berhenti?
70 Bab 69 : Pendamping dan Undangan
71 Bab 70 : Pemenang Hati
72 Bab 71 : Canggung
73 Bab 72 : Itikad Baik
74 Perjuangan Dimulai
75 Bab 74 : Beradu Keteguhan
76 Bab 75 : Jalan Pulang
77 Bab 76 : Keputusan Penting
78 Bab 77 : Mencari Jalan
79 Bab 78 : Permulaan dari Akhir.
80 Bab 79 : Penentuan atas Penantian
81 Bab 80 : Permulaan Kebahagiaan.
82 *Boncabe, Eh, Bonchap!*
Episodes

Updated 82 Episodes

1
BAB 1 Kelahiran Yang Diharapkan
2
BAB 2 : Pertanda
3
BAB 3 : Ikatan
4
BAB 4 : Pertalian Takdir.
5
BAB 5 : Perjodohan.
6
BAB 6 : Nontoni.
7
BAB 7 : Pergolakan Batin.
8
BAB 8 : Pembuktian.
9
BAB 9 : Menata Hati.
10
BAB 10 : Awal Mula.
11
BAB 11 : Dilema.
12
BAB 12 : Hari ( seharusnya ) Bahagia.
13
BAB 13 : Goyah?
14
BAB 14 : Malam Pertama.
15
BAB 15 : Kepergiannya.
16
BAB 16 : Sesuatu Menjadi Bermakna Saat Menghilang.
17
BAB 17 : Bangkit Lagi.
18
BAB 18 : Laki-Laki Itu ....
19
BAB 19 : Dua Dunia.
20
Bab 20 : Membuka Lembaran Baru.
21
Bab 21 : Sebuah Rasa Yang Lain.
22
Bab 22 : Kegundahan Hati.
23
Bab 23 : Salah Paham.
24
Bab 24 : Kecurigaan.
25
Bab 25 : Mencari Petunjuk.
26
Bab 26 : Pencarian.
27
Bab 27 : Pertemuan.
28
Bab 28 : Cemburu Menyiksa.
29
Bab 29 : Dendam Mulai Menguasai.
30
Bab 30 : Keyakinan Tentang Sesuatu.
31
Bab 31 : Awal Nestapa.
32
Bab 32 : Melanjutkan Hidup.
33
Bab 33 : Jangan Dipikirkan!
34
Ayem Kambek! (Apaan sih, gaje! )
35
Bab 34 : Meyakinkan Diri.
36
Bab 35 : Gundah Gulana.
37
Bab 36 : Sisi Lain yang Mulai Tersingkap.
38
Bab 37 : Ilusi Takdir.
39
Bab 38 : Gadis yang Lain.
40
Bab 39 : Menghitung Waktu
41
Bab 40 : Perseteruan Batin
42
Bab 41 : Merasa Bersalah
43
Bab 42 : Ketulusan Hati Seorang Pria
44
Bab 43 : Kenangan itu ....
45
Bab 44 : Perasaan Yang Tak Menentu
46
Bab 45 : De Javu
47
Bab 46 : Kenyataan Pahit
48
Bab 47 : Mutiara Kehidupan
49
Bab 48 : Rahasia yang Mulai Terbuka
50
Bab 49 : Untaian Benang Merah Takdir
51
Bab 50 : Meminta Pertolongan
52
Bab 51 : Keinginan yang Kuat
53
Bab 52 : Teror Cinta
54
Bab 53 : Tidak Semua Laki-laki Itu Buruk
55
Bab 54 : Wujud Kebahagiaan Itu ....
56
Bab 55 : Tautan Perasaan
57
Bab 56 : Keputusan Terberat
58
Bab 57 : Perubahan
59
Bab 58 : Kerinduan
60
Bab 59 : Ujian Hati
61
Bab 60 : Pertemuan Lainnya
62
Bab 61 : Mimpi-mimpi Buruk Itu
63
Bab 62 : Mulai Terbuka
64
Bab 63 : Kegamangan
65
Bab 64 : Perasaan yang Tersi(k)sa
66
Bab 65 : Berjalan ke Masa Lalu
67
Bab 66 : Membongkar Rahasia Kelam
68
Bab 67 : Perasaan yang Bersemi
69
Bab 68 : Jalan atau Berhenti?
70
Bab 69 : Pendamping dan Undangan
71
Bab 70 : Pemenang Hati
72
Bab 71 : Canggung
73
Bab 72 : Itikad Baik
74
Perjuangan Dimulai
75
Bab 74 : Beradu Keteguhan
76
Bab 75 : Jalan Pulang
77
Bab 76 : Keputusan Penting
78
Bab 77 : Mencari Jalan
79
Bab 78 : Permulaan dari Akhir.
80
Bab 79 : Penentuan atas Penantian
81
Bab 80 : Permulaan Kebahagiaan.
82
*Boncabe, Eh, Bonchap!*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!