Hari berikutnya, Zayan memandangi anak perempuan di sebelahnya. Ia masih belum memakan bekal yang dibawanya, rasanya sangat malas, dan tidak ingin.
"Kenapa Zay gak mau makan?" tanya Mesha.
Zayan terdiam, dan melipatkan tangan mungilnya ke dada.
Mesha menaruh sosisnya di kotak bekal Zayan.
"Coba makan sosis gorengnya Echa, Zay. Enak lhoooo!"
Zayan berdecak tidak suka, dan mengerling ke arah lain.
"Zay gak mau juga? Apa Zay mau ini? Ini jus kesukaan Echa, Mangga!" Mesha menyodorkan termos bergambar Hello Kitty miliknya.
Zayan menggeleng.
"Aku mau pindah sekolah, jauh," kata Zayan datar tanpa ekspresi.
"Pindah? Zay mau pergi? Kenapa? Zay gak suka sama Echa? Apa Echa salah sama Zay? Apa Echa nakal?" Mata bulat Mesha mulai tergenangi air mata, bibirnya mulai bergetar.
Membayangkan kehilangan teman bermain, membuat hati Mesha bersedih.
Zay menggelengkan kepala.
"Jangan nangis, aku gak suka anak yang gampang nangis!"
Echa buru-buru mengusap kedua matanya. Mencoba tersenyum, meskipun yang terlihat malah seperti meringis.
"Gak, Echa gak nangis, Echa gak gampang nangis. Jadi, Zay jangan pergi ya?"
Zay memakan sosis goreng besar pemberian Mesha, dengan sekali suapan, hingga membuat Mesha tertawa melihat pipi Zay menggembung saat mengunyah.
"Ya! Gitu! Kamu harus selalu tertawa, kamu gak boleh gampang nangis, ngerti?" kata Zayan ketika mulutnya selesai mengunyah.
"Bapakku ditugaskan di kota lain, dan mengajakku pindah ke sana. Jadi, aku harus ikut orang tuaku."
"Apa Echa boleh ikut?"
"Gak! Gak boleh! Kamu kan punya bapak sama ibu sendiri."
"Oh iya ya ...." ucap Mesha sambil menopang dagunya dengan satu tangannya.
Zayan masih risih saat melihat sosok yang berdiri tak jauh dari mereka, sedangkan ia harus pura-pura tidak bisa melihatnya.
Zayan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sepasang gelang seperti manik-manik yang terbuat dari bambu kuning.
Makhluk yang daritadi mengawasi mereka, melirik, tidak mau mendekat.
"Pakai ini, jangan dilepas ya!" Zayan mengulurkan gelang itu.
Dengan senang hati dan wajah yang riang, Mesha menerima pemberian dari Zayan.
"Makasih ya, Zay!"
Saat Mesha pulang, ia bercerita pada ibunya. Ia kehilangan satu-satunya teman yang mau mendekati dan bermain dengannya.
Keesokan harinya, Mesha menunggu kedatangan Zayan. Tapi sampai sekolah berakhir, ia tidak melihat Zayan.
Setiap hari Mesha selalu menunggu kedatangan Zayan. Bercelingak-celinguk mencari sosok temannya itu. Tapi Zayan tidak pernah muncul lagi. Mesha selalu bermain sendirian, kadang ia mengobrol dengan gelang pemberian Zayan, seolah-olah ia sedang berbicara dengan Zayan.
Temannya yang lain masih enggan bermain dengan Mesha.
******
Zayan melihat kakek yang sangat disayanginya itu mampir ke rumah. Arsyanendra nama kakek itu. Zayan selalu menganggap kakeknya adalah orang yang sangat hebat, karena sering menceritakan kisah-kisah petualangan mistis dan spiritual kepada Zayan. Zayan memanggil kakeknya dengan panggilan "mbahkung".
Meskipun ibunya Zayan sering protes kepada kakeknya Zayan, tetap saja Arsyanendra menceritakan kisah-kisah itu. Karena ia yakin, cucunya juga diberkahi dengan hal yang sama, bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Seperti hari ini, Zayan menceritakan tentang seorang gadis yang dibuntuti makhluk aneh. Arsyanendra menasehati cucunya itu, untuk mendekati gadis kecil yang ia panggil dengan nama Echa.
"Ya Zay, kalo ndak ada temen yang mau sama Echa, kamu yang harus jadi temennya, dan kamu harus inget, pura-pura ndak liat makhluk itu, paham?"
"Ya, Mbahkung!"
Hari ini, beberapa hari sebelum kepindahan Zayan, Arsyanendra mengunjunginya lagi. Kali ini Zayan terlihat murung.
"Kenapa, Le? Cah bagus?"
"Zay kan mau pergi, Mbahkung. Terus gimana sama Echa?"
"Hmmm ... ni, kasih ini sama anak itu. Ini juga sudah diisi dengan doa, terbuat dari bambu kuning, dan yang satu buatmu. Hanya bisa menjauhkan makhluk yang ndak baik."
"Terimakasih, Mbahkung!" Zayan mengecup punggung tangan Arsyanendra dan berlari dengan riang.
*******
Beberapa hari ini, Mesha sudah jarang sekali mengigau atau bertindak aneh. Mayang tidak tahu apa yang terjadi. Tapi suatu ketika, ia mendapati putrinya itu memakai gelang manik.
"Ini dari siapa, Echa?"
"Dari Zay, Bu."
"Echa suka?"
"Suka, Bu."
"Sudah bilang terima kasih sama Zay?"
Mesha mengangguk.
"Anak pintar!"
Mayang duduk di sebelah suaminya yang masih sibuk membaca berkas-berkas di ruang tengah. Bagas merupakan pegawai Negeri sipil bagian administrasi di kantor pemerintah daerah.
"Pak ...." Mayang memanggil suaminya.
"Hmmm ...." tanpa mendongakkan kepala, bagas menyauti panggilan istrinya.
"Kuperhatikan, beberapa hari ini, Mesha tidur nyenyak, Pak."
"Bagus to, Bu."
"Iya, tapi aku merasa karena ada sesuatu yang melindunginya. Tapi apa?"
"Ya ibu kan yang paling tau Mesha itu gimana."
"Tadi aku baru menyadari, Mesha memakai gelang yang ndak pernah aku belikan, Pak."
"Terus?"
"Katanya dari teman sekelasnya."
"Ya kalo emang aman buat Mesha, ndak apa-apa lah, Bu."
"Ya, Pak. Semoga ndak apa-apa."
Tiba-tiba foto Mesha yang tergantung di dinding, jatuh, kaca bingkainya berserakan ke mana-mana.
"Astaghfirullah! Kenapa itu foto bisa jatuh ya, Pak? Padahal ndak ada angin kenceng."
Mayang merasakan bulu kuduknya merinding.
Bagas mendongakkan kepalanya.
"Udah kendor kali, Bu, itu baut gantungannya. Dibersihin dulu, Bu, serpihan kacanya. Takutnya nanti kena kaki Mesha."
"Ya, Pak."
Dari kejauhan, sesosok makhluk berdiri dan menggeram marah. Ia tidak bisa mendekati gadis yang disukainya. Ia hanya bisa memandangi dari kejauhan.
******
Zayan duduk tercenung di loteng. Beberapa hari setelah berpamitan dengan Mesha, ia merasa tidak nyaman dan tidak suka, apalagi saat ia bilang akan pindah. Sebenarnya ia lebih memilih tinggal bersama kakeknya, Arsyanendra. Tapi ibu dan bapaknya tidak setuju.
"Eh, lihat tuh, ada anak lagi ngalamun, kita senggol aja, gimana? Biar kesambet gitu," kata sesosok jin berwujud anak kecil.
"Bentar, aku ngrasa, dia bisa liat kita lho!" jawab sosok yang lainnya.
Zayan memang bisa mendengar dan melihat kedua sosok yang bergelantungan di sebuah dahan pohon itu. Tapi seperti kata mbahkungnya, dia harus berpura-pura tidak melihat.
"Gimana kalo kita tes?"
"Boleh."
Kemudian dua sosok itu berjalan melayang menghampiri Zayan. Tetapi Zayan berjalan masuk ke dalam kamarnya, dan menutup jendela yang menghadap ke loteng dengan kasar.
"Le ... ada apa? Kok nutup jendelanya kasar banget?" Anggraeni, ibunya Zayan berteriak dari bawah tangga.
"Gak apa-apa, Bu. Jendelanya macet tadi."
"Oh ... sudah malam, tidur, Le!"
"Dia gak bisa liat kita kayaknya. Ah, mengecewakan!"
"Ya sudah, ayo pergi, cari mainan lain!"
Zayan tersenyum menang mendengar percakapan dua makhluk tadi.
"Echa, meskipun aku gak suka cewek cengeng kayak kamu, tapi gak liat kamu kok rasanya aku gak senang!" gumam anak laki-laki itu saat berbaring di ranjangnya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Nina Maryanie
bisa ya seusia TK ada perasaan
2022-02-28
0
Kustri
e e e...msh kecil" km zay😀
2021-11-13
1
Bayubayu
Anak jaman nowww... 😓
2021-05-19
1