...Express wedding....
Degup jantungnya masih terdengar, membuat Tirta sendiri tidak nyaman akan tetapi,
Tirta terus menatap Allura yang memejamkan mata dengan kedua tangan memblok bagian depan tubuhnya, seperti terpojok dengan situasi tersebut.
Kenapa dia takut seperti ini? Apa dia tidak pernah berciuman sebelumnya atau ...
Tirta memalingkan wajahnya, ia mundur dan bersandar pada meja.
"Baiklah, apa jawaban mu?" Tanyanya, ia meletakkan kedua tangannya di saku celana siap mendengarkan jawaban Allura tentang lamaran kemarin.
Ia berharap, jawabannya adalah tidak karena itu bisa di jadikan alasan terhadap orang tuanya, tidak ada lagi perjodohan atau kencan buta sesama anak kolega dan lainnya.
"Aku menyukaimu."
Jawaban Allura membuat Tirta terbelalak, kini jantungnya yang berdegup kencang bahkan hampir lompat dari tempatnya, ia mendesah pelan seakan tidak percaya apa yang di katakan Allura, ia hanya diam tanpa mengatakan apapun.
Allura sendiri juga memandang Tirta yang bersandar pada ujung meja, ia sangat gugup menyatakan perasaannya tanpa ada obrolan lainnya, ia berharap Tirta mengatakan sesuatu atau mengusirnya keluar, menurutnya itu lebih baik ketimbang harus diam dan hanya menatapnya.
"Dari awal, memang aku mengagumi mu, saat kau menatap kedua mataku tatapan itu jatuh ke hatiku hingga jantungku berdegup lebih kencang," ia menggerakan tangannya untuk menghilagkan kegugupannya.
"Apa yang membuatmu kagum tentangku?" Ia bertanya dengan nada angkuh.
"Senyum mu," Allura menjawab dengan mengikuti senyum Tirta.
Hal itu membuat Tirta mengernyit dan meraba bawah bibirnya," itu sudah sering ku dengar, apa yang membuatmu jantungmu berdegup sangat kencang?"
"Cinta."
Tirta kembali di buat berdegup dengan jawaban Allura, ia betul-betul tidak percaya dengan jawabannya kali ini, ia menyembunyikan wajahnya yang merona dengan menenggak segela air, ia sama sekali tidak bisa mengerti jawaban Allura.
"Saat kita mencintai seseorang jantung kita akan berdegup sangat kencang atau menjadi gelisah," Allura masih berdiri, ia mengoyangkan kakinya yang terasa semakin pegal.
"Apa ini jawabannya?" Tanyanya dengan pasti.
"Ya," jawabnya singkat, ia mengigit bibir bawah tampak sangat gelisah.
"Okey," Tirta memanggil seketarisnya lewat interkom, "datang ke ruangan, bawa semua brosur wedding organizer kemarin," ia menutup interkom, lalu tersenyum kepada Allura.
Allura masih terpaku, ia bertanya-tanya sendiri kenapa harus secepat ini memilih WO.
"Bukankah kita perlu tunangan, lalu kencan pertama dan saling mengenal?" Allura mengajukan pertanya dengan mata membulat.
"Mm, ini akan menjadi expres wedding dalam hidupmu, bagaimana?"
Allura memegang keningnya, seakan ia mendapatkan guncangan yang sangat keras dari Tirta, ia menoleh kearah pintu yang terbuka, Evan dan Bagas masuk bersamaan dengan beberapa katalog di tangannya.
"Selamat, Chef Lura," bisiknya sambil menyerahkan brosur kepadanya.
Allura tersenyum terpaksa.
"Yap, pilih konsep dan gaun yang kau suka, beritahu, Bagas, kalau sudah mendapatkan yang cocok."
Bagas menunjuk dirinya sendiri, mulutnya sedikit terbuka.
"Dan," ia menunjuk Allura," kau akan diantar, Bagas, untuk fitting gaun," ia melangkah keluar ruangan, meninggalkan Bagas dan Allura yang masih mencerna maksud Tirta bersikap seperti ini.
Tirta berjalan keluar dari ruangannya, Evan segera meraih tas bosnya dan mengikuti dengan berlari kecil.
Tirta menghembuskan napas, ia kembali bisa bernapas setelah mendapat serangan di dalam ruangannya sendiri, ia berjalan cepat, perlahan senyuman tersungging di wajahnya,.
Beberapa karyawan terheran melihat perubahan atmosfer bos mereka, Evan juga merasa aneh yang berjalan di belakangnya dengan susah payah mengikuti langkahnya.
"Haruskah aku yang repot, saat yang akan menikah adalah dia? Apa ini yang dinamakan posisi dan koneksi, ck ... hmm," ia duduk di sofa panjang, meminta Allura duduk, ia memberikan sebotol air mineral.
Allura menegaknya hingga habis, ia mengusap bibirnya dengan punggung tangan, ia menghembuskan napas.
"Kau nyaman dengan ini?" Tanya Bagas, sedari tadi dia memerhatikan Allura yang tampak seperti kebingungan, dengan harapan Allura dapat menceritakan bahwa semua ini tekana, jadi ia bisa menjadi pahlawan untuknya kali ini dan mengambil kesempatan mendapatkan hati Allura.
"Aku baik-baik saja," jawabnya dengan santai, ia membuka setiap brosur dan katalog, tapi tak satupun yang membuatnya tertarik.
Ia menjadi sedikit kecewa, dengan senyum terpaksa Bagas meraih brosur-brosur tersebut, "apa tidak ada yang bagus?" Ia ikut melihat-lihat brosur tersebut.
"Tidak, tidak, itu semua bagus," ia menjawab dengan panik.
"Tenanglah, sekarang ini kau itu calon istri bos ku, sekalipun aku sahabatnya, dia tetap atasanku," jelasnya.
Allura mengangguk.
"Ada yang kau impikan saat hari pernikahanmu?"
"Ya," jawabnya bersemangat.
"O, coba katakan, mungkin bisa jadi ide yang bagus."
Allura mengangguk, ia terlihat antusias, "gaun sederhana, pesta sederhana, tapi terlihat mewah, dekorasi simple yang elegant terlihat sangat kuat kalau itu acara yang khidmat dan sakral, para tamu yang ikut menikmati setiap acara, ikut berbahagia."
"Iringan lagu romantis serta dengan pemandangan sunrise sebagai penutup acara," Bagas menimpalinya.
"Ya, yang seperti itu,"
Bagas tersenyum seakan sedih, ia mengambil note kecil di meja, "ayo kita buat seperti perencanaan."
"Ya."
Setelah selesai, Bagas mempersilahkan Allura pergi saat Allura memintanya, ia menghela napas panjang, mengelap keringat pada pelipis dan menenggak air mineral.
Tiba-tiba terbayang, Allura menyentuh bibir bawahnya selepas minum tadi, ia menggelengkan kepalanya, "oh, sadarlah, sadar ..., Bagas, kini dia bukan bawahan mu lagi," batinnya.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Tirta menscrol handphone membaca beberapa pesan dari Bagas, akhir-akhir ini Bagas sering mengiriminya pesan bahkan isi pesan itu semua tentang Allura.
Aku mengantar, Allura, fitting
sekarang di butik, tepat di blok plaza c.
Tirta hanya menghela nafas, ia memperhatikan seluruh rumahnya, beberapa prabot kamarnya di ganti yang sesuai untuk pengantin baru, ia bersandar pada tembok, bukan ia tidak peduli dengan pernikahan dan sebagainya, jantungnya masih berdegup sangat kencang hingga sulit di kendalikan setiap kali ia ingat jawaban gadis lugu itu.
Mengagumi dan cinta, dua kata itu terus terngiang di telinganya hingga ia mengalami insomnia beberapa hari, beberapa staf karyawan di rumahnya berkata kalau ia sedikit memiliki kantung hitam di kedua mata, ia sekali lagi menghela napas berat.
Tangannya meraba tubuhnya memastikan ia masih dalam keadaan baik-baik saja.
"Tuan, haruskah saya meletakan bunga atau tanaman hias saja?" Tanya seorang pelayan.
"Sebentar," ia meraih handphonenya, mengetik pesan kepada Bagas menanyakan bunga favorit Allura.
'Bunga bank'
Tirta berkerut, dengan balasan pesan dari Bagas, haruskah ia pajang sahamnya di setiap perusahaan atau memajang cek dengan figura, bukankah sangat matearislistis sekali dan itu tidak seperti gambaran wajah Allura, ia menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Jadi, Tuan, bunga atau tanaman hias?"
"Letakan apa saja, asal jangan bunga bank," katanya beranjak dari sana masih dengan menatap handphonnya.
Pelayan itu terheran dan bergumam sendiri, "apa aku harus membeli tanaman dolar dan memberi ucapan selamat?" Ia menggeleng menerusi pekerjaannya.
Allura masih berada di ruang ganti, ia mencoba beberapa gaun wedding, tapi, untuk gaun ke tiga ia kesulitan mengapai resleting baju, sebelumnya Bagas sudah memberi tahu agar di temani seorang karyawan butik, ia menolak dengan alasan tidak terbiasa dan malu, saat ini ia masih mencoba menarik resleting untuk menutupnya tapi tangannya tidak bisa mencapai resleting, ia mengeluarkan kekesalannya dengan berdecak keras.
"Allura, apa bunga kesukaan mu?" tanya Bagas yang duduk di sofa menunggunya.
"Bunga bank," jawabnya kesal, haruskah sekarang menyakan bunga?
Jawaban singkat, tapi terdengar sangat kesal bahkan seperti kesulitan, ia berjalan menuju ruang ganti tapi mengurungkannya, ia mencari seorang karyawan wanita untuk membantu Allura, semua terlihat sibuk.
Ragu-ragu ia berdiri di depan ruang ganti, "Allura, apa ada masalah dengan gaunnya?" tanyanya dengan hati-hati
"Aku, ..."
"Bisa ku bantu?"
"Ya," jawab Allura lirih.
Bagas masuk, ia melihat Allura masih berusaha menggapai resleting di bagian belakang punggung, ia meraih resleting itu dan menutupnya, wajah Allura menjadi sangat bad mood, ia yakin sudah lama Allura mencoba meresletinginga tapi, tetap sulit.
Keduanya menatap cermin didepannya, mata keduanya saling bertemu membuat Bagas segera keluar dari sana, ia memegang dadanya, mencoba menyembunyikan suara yang sangat terdengar jelas.
"Aku suka bunga tulip, tulip merah,"
Bagas terhentak, Allura sudah berdiri di hadapannya dengan pakaian casual sebelum mencoba gaun, ia tersenyum sangat manis, Bagas memegangi dadanya takut kalau suaranya semakin terdengar keluar.
"Oh." Jawabnya singkat, ia menjadi bingung apa yang harus di katakannya, "Ayo, kita makan malam, sudah waktunya bukan?" Tanya Bagas kikuk.
Allura mengangguk, berjalan mengikuti Bagas.
Bagas hanya memegangi tengkuknya, ia tersenyum sendiri, menemai Allura sebelum hari pernikahan tiba juga tidak ada salahnya, padahal selama Allura kerja sebagai bawahannya ia tidak pernah bicara sedikitpun dengannya, hanya menyapa antara Boss dan karyawan.
Ia mengetik pesan pada Tirta memberi tahu bunga ke sukaan Allura, ia terdiam sejenak lalu mendelet pesan.
"Pak, ada yang kau pikirkan?"
"Ya? Ah, tidak, kenapa?"
"Biasanya kalau seseorang memegang tengkuk sambil berjalan di keramaian ada hal yang sedang di pikirkannya," jelas Allura.
Bagas meletakan kedua tangannya di pinggang, "kau ini chef atau cenayang?"
"Maaf, Pak." Ia menelungkupkan tangannya di dada.
Bagas tidak menghiraukannya, ia berjalan lebih dulu, wajahnya berseri seakan hujan bunga diatas kepala, aura bahagia mencuat dari senyum lebarnya.
Ia suka wajah bersalah Allura, sejak pertama kali Allura bekerja di cabang A dan setiap kali bawahan Allura melakukan kesalahan setiap itu juga ia memanggil Allura, Allura akan membuat raut wajah bersalah dengan mata membulat berseri-seri, itu yang membuat Bagas terpikat padanya.
"Pak, aku mau bertanya sesuatu?"
Bagas menoleh.
"Apa ... kau menyukai ku?"
Bagas diam, hanya mendengarkan suara klakson kendaraan yang berlalu lalang serta langkah kaki dari setiap orang yang melintas, tatapannya tetap pada Allura yang terlihat sangat biasa menanyakan hal tersebut, wajah manis itu tanpa ragu menyakannya, membuat degup jantung Bagas berpacu dengan pikirannya.
Allura juga tetap menatap Bagas, banyak hal yang ia tahu tentangnya dari beberapa staf restoran yang sering memergoki Bagas mencuri pandang pada dirinya, ia juga merasa seperti itu saat berjalan di resto atau sedang memasak, entah kenapa menyakan hal itu membuat Allura merasa bersalah juga.
Seharusnya ia cukup diam dan tidak perlu bertanya, tetapi ke ingin tahuannya mengalahkan diam, ia tetap menyakan dan menanti jawabnnya.
"Apa sekarang itu penting?" Bagas kembali bertanya.
Wajah Bagas terlihat serius hingga membuat Allura tertekan, Allura hanya menggeleng agar semua berlalu.
Bagas membalikan badan, ia berjalan cepat dari biasanya,
"Bisa aku mengajukan pertanyaan lain?"
Bagas hanya menghentikan langkah, ia memejamkan mata.
"Saat kau membantuk ku ... untuk ... menaikan resleting, apa kau ... " Allura terdiam sebentar, "kau melihat bagian belakang tubuhku?" Dengan cepat ia menutup wajahnya.
"Huh," Bagas mendengus, ia membalikan badan dengan cepat, melihat Allura menutupi wajah membuatnya harus berkata bohong, "tidak, bagian mana yang ku lihat? Aku memejamkan mata seperti ini," ia mempraktekan memejamkan mata dengan lucu.
Tentu saja Allura tersenyum, ia kembali melangkah berjalan sejajar dengan Bagas.
"Mau makan sesuatu yang pedas?" Tanya Allura.
"Em, boleh, sesuatu yang membuat perut penuh juga."
"Bagaimana dengan mie, mie ayam?"
"Dengan es teh? Kau tahu ... mie ayam yang recomended di sekitaran alun-alun?"
"Ayo, kita cukup berjalan, jadi biarkan mobilnya tetap terparkir di sana," ia menunjuk mobil milik Bagas.
Bagas menyetujuinya dengan mengangguk, keduanya berjalan dengan santai membiarkan hiruk pikuk kota malam ini berjalan bersama mereka, Bagas juga merasa sangat senang dengan keadaan yang mendukung tersebut, cahaya lampu alun-alun membuat ueforia tersendiri hingga hampir melayang jauh.
Allura juga terus tersenyum begitu melihat lampion yang bergantungan dengan cantik, ia menghentikan langkahnya, "cantik," gumamnya pelan.
Pelan-pelan Bagas memotret Allura.
Mie dengan toping ayam membuat Allura menghembuskan napas berat, perutnya sungguh penuh dengan semangkuk mie ayam dan es teh berukuran gelas besar, dia betul-betul menikmati makan tersebut.
Bagas hanya memerhatikan Allura yang menikmati makanannya, di pinggiran alun-alun kota, makan kaki lima dengan ruangan terbuka, ia sangat aneh, itu jauh dari image Allura sebagai chef restoran besar.
"Kau suka makan di pinggiran seperti ini?"
Allura mengangguk.
"Kita bahkan bisa makan di pizza hut, kartu kredit ku sangat cukup untuk itu," jelas Bagas dengan wajah heran.
"Aku suka makan di pinggiran, tapi ... sebelum itu aku selalu melihat tempat tersebut atau tidak, bagaimana mereka menyediakan makanan, tidak masalah bagiku dan yang terpenting siapa yang ku ajak makan," jelasnya.
Bagas tertawa, "maksudmu aku sering makan di pinggiran?"
"Bukan, begitu ... kau terlihat tidak pernah menolak di ajak makan di manapun, seakan kau sangat care dengan setiap orang," ia terlihat kebingunan dengan jawabannya sendiri.
"Kau betul, aku tidak pemilih, tapi ... kau tahu, saat aku mengajak, Tirta, survey makanan pinggir jalan ... ia muntah saat melihat makanannya dan itu sangat menganggu pelanggan lain, aku membayar dua kali lipat dan memohon maaf dengan si pemilik warung dan pelanggan lain," ia bercerita dengan bersemangat.
Allura tertawa keras, ia sangat menikmati cerita tersebut.
Bagas pun menikmati tawa renyah dari Allura, bintang juga tampil begitu banyak di langit, bersamaan malam yang semakin larut dan perlahan angin malam menusuk tulang.
Bagas beranjak dari duduknya, melepas jaz dan memakaikannya kepada Allura.
Allura hanya terdiam, sebab kemejanya juga menembus angin yang berhembus.
"Terimakasih," lirihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Lin_nda
semangat terus kak
2021-02-03
1
R.F
semangat up. 2 like . like balik ya
2021-01-12
1
Rosni Lim
Rate 5 ya
2021-01-01
1