Malam pertama
Allura berkali-kali menarik napas dan menghembuskan dengan sangat pelan, ia mengenggam buket bunga dengan kencang beberapa bibi dari keluarga Tirta menemaninya juga ada beberapa sepupu perempuan yang mencoba menenangkannya, tetap saja ia masih merasa gugup.
Ia berdiri menatap keluar jendela, pelataran rumah atau lebih tepatnya kastil keluarga Winata di sulap menjadi taman penuh dengan dekor bunga mawar putih dan liliy di sekitar meja tamu, selepas aqod berlangsung, semua tamu resepsi berdatangan memberi selamat pada keluarga Winata.
Betul-betul keluarga Winata dengan segala kemegahan, juga keluarga besar yang sangat di segani, tamu-tamu yang hadir bukan hanya dari kalangan kolega melainkan pejabat setempat, ia sendiri hanya memberikan undangan kepada kakak angkatnya dan satu orang kenalannya, Bagas.
Halaman luas dengan puluhan pekerja kebun, juga tataan pelataran yang klasik menambah suasana layaknya kembali pada jaman kerajaan berabad-abad lalu, seakan ia adalah cinderella millenium di kota gadis ini.
meneger WO menghampirinya sambil membantu Allura dengan gaun yang di kenakan ia membimbing Allura untuk ke taman, ia berjalan penuh percaya diri menghampiri Tirta yang berdiri di ambang pintu menunggunya, ia mengembangkan senyum terbaiknya dan menagaitkan tangannya pada lengan Tirta.
Tepuk tangan mengiringi kedua pengantin yang akan memperkenalkan diri sebagai pasangan di ikuti juga sesi melempar bunga, sebetulnya Allura merasa heran kenapa harus buket bunga dengan uang kertas bukan bunga sungguhan seprti mawar atau bunga lainnya, mungkin inilah cara orang kaya menghabiskan uang, ia sempat berpikir untuk menyimpannya saja ketimbang di lempar secara cuma-cuma.
Allura tersenyum lebar saat sesi melempar bunga, yang membuat terus berdegup adalah tangan kokoh Tirta terus merangkulnya, entah naluri atau sekedar memberi pertunjukan untuk para tamu, Allura tidak peduli, ia tetap bahagia saat ini.
Terlebih saat aqod berlangsung Tirta sangat lantang mengucapkan aqod, membuat yang hadir terpukau.
Ayah Allura yang tersenyum lebar duduk berdampingan dengan Pak Winata, Allura menyeka ujung matanya dengan jari telunjuk, terharu melihat senyum Ayahnya serta berani bersampingan Tuan Winata.
Tapi, air matanya tetap mengalir.
Seseorang memberikannya tissue, ia mengambilnya dan melihat yang memberikan tissue, "ah, Pak Bagas, aku baru baru melihat mu."
"Berarti kau mencariku sedari tadi?"
Allura mengangguk.
"Untuk apa?" Bagas bertanya dengan menatap Allura yang duduk dengan lesu.
"M, kau satu-satunya yang bisa ku ajak bicara dengan santai," bisiknya.
Bagas berekspresi tidak terima dengan yang di katakan Allura, "wah, apa karena sekarang kau istri, Tirta?"
Allura menggeleng, "maaf." Lirihnya, ia terhentak kaget begitu bahunya disentuh dengan sangat lembut, Tirta duduk disampingnya dan merangkulnya dengan mesra.
Bagas tersenyum dan mendengus,"apa kau sedang pamer?"
Tirta hanya mengedipkan sebelah matanya.
"Ya, aku jomblo," lirih Bagas, ia menenggak winenya hingga habis, "aku butuh wine lebih banyak," katanya dengan melihat gelas winenya telah kosong, ia beranjak meninggalkan keduanya.
Tirta menggandeng Allura menuju meja keluarganya, Allura hanya memerhatikan tangannya yang di gandeng Tirta dengan erat, kini ia memiliki tempat berbagi cerita bahkan kehidupan, semua yang ia lakukan hanya akan berada di samping suaminya apapun yang terjadi.
Ia berharap bisa meluluhkan hati Tirta di masa depan, bukan sekedar perjodohan atau melahirkan keturunan untuk keluarga Winata, ia harus mendapatkan cinta Tirta, hingga tua nanti terus berpegangan tangan dengan erat.
"I love you," bisik Allura di telinga Tirta.
Tirta hanya tersenyum tetap mengobrol dengan yang lainnya, tapi wajahnya sedikit memerah hingga telinga, Allura yakin kalau Tirta sangat malu mendengar pernyataan cinta seperti itu atau mungkin juga dia tipe pria yang suka menyembunyikan perasaan.
*********
Bagas meneggak winenya lalu mengoyangkan botol itu,"habis lagi," gumamnya, ia bangkit dan berjalan sepoyongan menuju rak dimana winenya tersimpan, tidak ada satupun yang tersisa, ia telah menenggak 2 botol terakhir setelah pulang dari pesta resepsi Tirta dan Allura.
Kakinya menyandung karpet membuatnya terjatuh, tidak ada satu lampu yang di nyalakan olehnya sejak tadi berada dalam kegelapan, ia berbaring lurus menatap lampu hias yang terlihat bergoyang ke kanan kiri dimatanya, jari telunjuknya mengikuti arah itu hingga ia mengeluarkan air mata.
"Why? Why? Why?" Teriaknya frustasi.
Ia memukul lantai dengan keras, banyak pertanyaan bergejolak di sela mabuknya yang semakin memuncak, "kenapa harus sefrustasi ini? Kenapa harus sesakit ini? Kenapa baru saat ini, apa ini, perasaan apa?", ia berguling ke kanan dan ke kiri, mencoba menghentikan mabuknya.
"Kenapa aku seperti orang gila, sedangkan dia menjalani malam pertama pernikahan yang panjang," pikirnya, ia tetap berbaring, pikirannya membawa pada punggung putih nan harum milik Allura, ya, siapa yang tidak akan melihatnya saat membantu Allura menutup resleting gaunnya di ruang ganti butik, ia juga bukan orang suci yang akan memejamkan mata ketika porselen cantik nan menawan di hadapannya membutuhkan bantuannya.
"Hah, aku harus menghilangkan itu," ia bangkit, mencari kunci mobil, "oh, berapa kunci apartemen ini?" gumamnya, berkali-kali ia memenekan nomor yang salah hingga akhir ia mendengus dan memaki pintu apartemennya sendiri.
"Hah, ya, security, oke ...," ia menscrol handphonenya mencari kontak security apartemen•
"hallo, pintu apartemenku rusak, dobrak saja, aku harus keluar sekarang!" Ia menempelkan handphonenya di telinga lalu melihatnya lagi, ia tersenyum begitu tahu kalau tersambung tanpa memperdulikan nama kontak yang tertera di layarnya.
Ia bersandar pada tembok, kepalanya sangat berat bahkan membuatnya ingin terlelap dan pergi jauh dari sana, samar-samar terdengar suara di luar pintu apartemennya, perlahan pintu terbuka, cahaya lampu membuatnya silau hingga tidak melihat siapa yang masuk.
"Pak, Bagas? Apa anda mabuk?"
Bagas merasa tubuhnya mendingin serta tamparan yang tidak asing di pipinya, Ia mengerjapkan mata dan melihat seseorang berjongkok didepannya.
"Lura?"
Allura mengangguk," kau mabuk di pernikahan sahabatmu itu tidak masuk akal, pak," omelnya seraya memapah Bagas menuju sofa, Allura melepaskan rangkulan tiba-tiba hingga membuat Bagas terbanting ke sofa.
Bagas meringis memegangi pingangnya, "dia bahkan tidak lembut."
"Aku akan memberimu air mineral, berapa botol yang kau minum? 4 atau 10?" Allura membuka botol air mineral menyodorkan pada Bagas.
Bagas menenggaknya, ia merasa baikan setelah melihat Allura yang datang, tapi, bagaimana dia bisa tahu apartemenya di sini?.
"Setiap kali mabuk kau akan menelpon."
Bagas terbelalak.
"Kadang meracau tidak jelas di jalan, mengacau di swalayan, bernyanyi tidak jelas di lorong apartemen dan sekarang kau menggedor pintu apartemen mu sendiri seperti orang gila," Allura menyalakan kompor gas, mencari bahan makanan di kulkas ia tetap mengoceh layaknya seorang ibu," Andai kau seperti itu saat sadar, mungkin aku menyukaimu," ia tetap mengiris beberapa sayuran untuk sup.
Ia melihat kearah Bagas yang tertidur di sofa, menyelimuti dan meletakan sup diatas meja, "makan ini saat kau bangun, mungkin kau akan kelaparan," Allura berbisik di telinga Bagas.
"Entah dia mendengar atau tidak," gumamnya, ia keluar dari apartemen Bagas.
Bagas mendengar pintu apartemennya tertutup, ia membuka mata dan duduk menatap supa diatas meja tertata dengan rapi, ia mengulang perkataan terakhir Allura di pikirannya, andai kau seperti ini saat sadar, mungkin aku menyukaimu, ia menghela nafas, perkataan itu menambahnya semakin frustasi.
Tapi, sejak kapan ia mabuk sering menelpon Allura, meracau dan lainya, apa itu berarti selama ia mabuk Allura selalu menolongnya dari berbagai tingkah kekacauan yang di buatnya, kenapa setiap kali mabuk keesokannya ia slalu lupa apa yang terjadi selama mabuk, yang ia ingat hanya mabuk lalu tertidur di rumahnya dengan sepatu, sup yang tertata diatas meja saat ia sadar.
Apa itu sup yang sama seperti sebelumnya ia mabuk, ia mendekati meja dan membuka penutupnya.
Bagas menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, begitu sadar bahw sup yang sama serta teh dengan aroma vanila yang khas seperti saat sebelum-sebelumnya ia sadar dari mabuk.
Ini memalukan.
*********
Allura berjalan pelan masuk ke dalam kamarnya, ia takut menganggu Tirta yang mungkin saja sudah tidur, membuka pintu dengan sangat pelan dan menyalakan saklar lampu, kamar luas itu kosong, hanya ada tumpukan kado serta gaun tidur di atas kasur.
Ia melihat handphonenya, tepat jam 12 malam.
Mungkin, Tirta, masih berkumpul dengan teman-temannya , pikirnya. Ia mencoba mencarinya ke ruangan lain, tetapi terlalu luas hingga ia memutuskan untuk menelponnya saja.
Ia mengigit bibir, handphone milik Tirta tidak aktif, kemana dia selarut ini, di malam pertama pernikahan? Batinya dengan gelisah.
"Nona, apa kau butuh sesuatu?"
Seorang pelayan menghampirinya begitu tahu ia berdiri dengan memegang handphone dan terlihat snagat khawatir.
"Mm, apa kau tahu, kemana Tuan muda pergi?"
"M, dia harus menemui tamu vip di luar kota, sebab itu ia pergi sekitar jam 11 malam tadi."
"Oh, baikalah, aku akan ke kamar ku saja," ia melangkah dengan pelan.
Ada sedikit kekecewaan di wajahnya, saat setiap orang dengan senang hati menyambut malam pertama, ia sendiri di ranjang yang besar dengan pencahayaan yang cukup untuk dua orang memadu kasih setelah pernikahan, helaannya napasnya menggema di kamar besarnya, ia menatap dirinya di cermin cukup lama.
"Kenapa aku merasa seperti beuty and the beast, bukan cinderella," gumamnya.
Ia merebahkan badannya, matanya sedikit terpejam akan tetapi, ia kembali bangkit dan meraih handphonenya.
Satu panggilan tidak terjawab dari Bagas.
Ia megirim pesan.
Sudah tidur?
Getar handphone membuatnya kaget, "wah, dia membalas dengan cepat."
Belum, kau?
Keduanya terus berkirim pesan.
Tidak bisa memejamkan mata ><
Kenapa?
Aku hanya tidak bisa tidur ;)
Serius? Bukan kau tegang sebab malam pertama mu :)
Mesum ^^
:> :>
"Ish, apa dia sama sekali tidak berterimakasih," gumam Allura.
Thank you;)
Ia hanya tersenyum dengan pesan singkat dari Bagas, "ow, ternyata kau tahu cara berterimakasih."
Ya.
Mari tidur \~\~
Kau duluan.
Apa harus seperti itu? ^ ^
:)
Apa kau sedang tersenyum?
Bagaimana kau tahu?
Mulut Allura membulat, kaget.
Karena emoticon itu ^ ^
Bagas tersenyum sendiri, ia yakin Allura terus tersenyum sebab dia selalu menyunggingkan senyum hanya dengan lelucon yang sedikit menyentuh hatinya, mungkin malam ini tidak seperti bayangan sebelumnya, sebab Tirta berada di sampingnya menemani tamu vip yang juga anak seorang investor di Mahkota group.
Tirta hanya menimpali setiap percakapan bosan yang tidak berujung.
"Bagas, apa kau mulai kencan dengan seseorang?" Tanyanya.
"Tidak, why?" herannya, ia meletakan handphonya di meja.
"Kau tampak sibuk dengan chat, tidak peduli dengan kami, kau juga tersenyum saat mengetik pesan," jelasnya dengan nada memojokan.
"Apa itu sesuatu yang membahagiakan?" Tanya Tirta.
"Ya," jawab Bagas singkat.
"Aku yakin kau berkencan," tudingnya dengan tertawa.
"Belum, aku laki-laki yang di tinggal menikah oleh wanita yang ku taksir," ia berkata dengan wajah sedikit mendrama.
Semuanya meledeknya dengan menepuk pundak dan mengusap kepalanya.
Tirta tersenyum pinggir, "mungkin kau tidak memiliki keberanian, jadi, wanita itu memilih tempat ternyaman."
"Ya, aku tidak berani menyatakan perasaan apapun, selama ini hanya memerhatikannya dari jauh seperti penguntit, entah kenapa ... akhir-akhir ini terlalu menyenangkan, berjalan bersama di bawah langit, memberikan lelucon yang mudah menyentuhnya ... , andai, aku membawanya kabur satu hari sebelum pernikahannya, apa dia akan setuju?"
Semuanya terdiam, mendengarkan ocehan Bagas.
"Aku bahkan sangat kesal dengan laki-laki yang di nikahinya, pasangan macam apa yang meninggalkan psangannya sendirian di malam pertama pernikahan?"
"Waah, bukankah itu seperti dia tidak menghargai atau lebih tepatnya ... tidak ada cinta sama sekali diantara mereka."
Tirta menatap Bagas.
Bagas mengangguk, "pernikahan yang di sebut politik bisnis, membohongi para tamu dengan mesra menggandengnya ke pelaminan, " ia berdecih kesal, "haruskah aku memintanya untuk selingkuh dengan ku?"
Tanpa basa-basi Tirta melayangkan bogem kearah Bagas, yang membuatnya tersungkur hingga ujung bibir Bagas mengeluarkan darah. Seprang temannya melerai keduanya.
"Hei, apa kalian mencintai satu orang yang sama?"
Bagas menatap Tirta dengan mata mengejek.
"Kalau kau tidak bisa menemaninya, setidaknya beralasan ... "
Tirta menghantam Bagas dengan bogemnya lagi, tetapi tidak membuat Bagas menghentikan setiap ucapanya. Hingga temannya menarik Bagas menjauh dari jangkauan Tirta.
"Are you crazy?"
Tirta menghel napas, meninggalkan ruangan tersebut dengan kekesalan dalam hatinya.
Bagas hanya tersenyum dengan darah memenuhi mulutnya.
"Kau sengaja memprovokasinya kan? " tanya teman koleganya tersebut sambil membersihkan beberapa luka di wajahnya.
"Tidak."
Temannya menatap penuh tanda tanya dan hanya menggelangkan kepala.
Sesampainya di rumah, Tirta berlari cepat menaiki tangga dan membuka pintu kamar, ia berjalan pelan menghampiri ranjang dan duduk tepat di samping Allura tidur. Ia menatap wajah Allura yang tenang juga membuatnya ingin menangis.
"Seharusnya kau tolak lamaran ku, kau akan menemui pria yang baik, menemani malam pertama pernikahan mu, tetapi ... , aku akan sangat marah jika kau menolaknya , kau terus membuat degup jantungku tidak gak karuan, itulah sebabnya aku menghindari mu beberapa hari dan malam ini, harusku tebus kesalahan ku malam ini dengan apa?" Ia berbicara sendiri, tangannya terus memainkan rambut Allura.
Perlahan ia mendekatkan wajahnya, napas Allura begitu terasa hangat, mendekatkan bibirnya dan mencium pelan, dagup jantungnya semakin terdengar, ia kembali menatap Allura yang tetap terlelap tanpa bergerak sedikitpun.
"Kau milik ku, sekarang "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Lin_nda
like lagi
2021-02-03
1
Twiniest
spechleess
2020-12-20
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like lagi pastinya
semangat teruss💪💪💪
2020-12-14
1