Waktu terus berjalan, entah berapa jam waktu yang Dimas habiskan di dalam ruangannya. Memeriksa beberapa laporan yang sudah seminggu ini terabaikan karena dirinya maaih berada di Bandung.
Panas mentari terik di ibu kota kini berganti senja yang perlahan mulai kembali keperaduannya. Dan mau tidak mau Dimas terpaksa harus pulang keapartemen, akan sangat memalukan jika Cleaning Servise akan mendapatinya besok sedang tertidur di sofa di dalam ruangan ini.
Sama seperti biasanya, jalanan padat Jakarta karena orang-orang yang turun pagi untuk mengais rezeki di tempat kerja kini mulai lembali ke rumah masing-masing untuk menghabiskan malam dengan keluarga dan mengistirahatkan tubuh mereka agar bisa kembali di gunakan besok hari.
"Sial aku ingin tidur saja dikantor atau kembali ke rumah ayah dan ibu." Rutuk Dimas ketika kembali mengingat ancaman sang Ibu. "Apa sih kelebihan gadis itu hingga Ibu begitu menyukainya, dan lagian kenapa juga aku harus menghindarinya? harusnya Anisa yang akan merasa tidak nyaman denganku kenapa malah aku yang jadi seperti ini. Gadis itu santai - santai saja dengan kehidupannya, sementara aku mau mati rasanya memikirkan hidupku." Kesal Dimas.
Hampir setengah jam berkendara akhirnya mobil yang membawa Dimas sampai juga di depan basement Apartemen mereka. Masih dengan hati dan fikiran berkecamuk Dimas terpaksa keluar dari mobilnya kemudian masuk kedalam lift menuju unit mereka berada. Perlahan memasukkan passcode lalu masuk kedalam Apartemen. Ruangan yang sudah gelap, karena Anisa sudah terlelap di ranjangnya.
Dimas berjalan kearah sofa meletakkan kunci mobil diatas meja lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa diruangan itu, matanya terpejam dengan kepala tersandar di sandaran sofa.
"Seandainya saja Rania yang ada di apartemen ini, apa mungkin akan tetap sesunyi ini." Lirih Dimas dengan tubuh yang masih terbenam di sofa, fikirannya terus berlarian mengingat satu nama itu.
Ada seorang istri di apartemen ini, namun rasanya dia hanya hidup sendiri disini. Bagaimana tidak dia sendiri yang meminta Anisa untuk tidak menganggapnya sebagai suami. Meminta gadis itu untuk tidak memperdulikannya dan sesuai permintaannya gadis itu mungin kini sudah terlelap.
"aku bahkan belum makan malam." Keluh Dimas ketika alarm di perutnya dari tadi terus saja berbunyi.
Dimas berjalan menuju dapur, berharap akan menemukan makanan atau semacamnya untuk mengganjal perutnya.
"Siapa yang mengisi kulkas ini ?" Dimas begitu terkejut saat membuka kulkas yang dipenuhi banyak makanan dan bertanya - tanya siapa yang sudah berbelanja sebanyak ini. "Apa mungkin gadis itu ? tidak mungkin Anisa belanja menggunakan uang pribadinya jelas - jelas tadi Tio mengatakan belum ada laporan sama sekali kalau Anisa sudah menggunakan kartu kredit yang aku berikan." Gumamnya lagi.
Dimas kembali menutup kulkas dan berjalan menuju meja makan, dan lebih terkejut lagi ada banyak makanan yang sudah tersaji disana.
"Apa gadis itu yang memasak semua ini, hei mana mungkin gadis sekecil itu sudah jago masak, ibu saja belum sehebat ini kalau masak. Apa mungkin ada peri yang ikut menghuni apartemen ini." Dimas terus berguman sembari menarik kursi dan duduk disana untuk menikmati makanan yang sudah tersaji dimeja makan.
Selesai makan, Dimas kembali berjalan menuju sofa ruang tamu dan kembali ambruk disana. Dia terua bergimam memarahi sang Ibu yang tidak mengizinkan ada kamar lain di Apartemen ini. Sungguh dia tidak berminat untuk naik ke kamar mereka dan terlelap di kamar yang sama dengan gadis asing itu.
"Aku sanagat kenyang, rasanya ingin tidur saja di sofa ini." Gumamnya lagi, namun Dimas tetap bangun dari sofa dan memaksakan langkahnya menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar mereka. kamar yang juga ditempati Anisa, hanya saja terdapat dua ranjang disana.
Ibu Mirna mengizinkan Dimas pindah ke apartemen, dengan syarat hanya selama Dimas dan Anisa belum punya anak dan Apartemen tidak boleh ada dua kamar. Dimas merenofasi dua kamar yang berseblahan menjadi satu kamar yang luas, untuk dia dan Anisa tempati.
Perlahan - lahan dimas membuka pintu kamar kemudian menguncinya lagi. Tatapannya beralih kearah gadis yang sudah terlihat tenang dalam tidurnya. Gadis itu masih sangat cocok menjadi adiknya. Entah apa yang membawa langkah Dimas mendekati ranjang tempat Anisa terlelap. Selimut yang hanya menutupi mata kaki gadis itu, ditariknya hingga ke bahu agar bisa melindungi tubuh itu dari sapuan pendingin ruangan yang ada di dalam kamar itu.
"Apa kamu bahagia dengan kehidupan seperti ini ? harusnya kamu menolak perjodohan itu. Kamu berhak menikah dan hidup bahagia dengan lelaki yang mencintaimu." Dimas terus berkata di samping gadis yang sedang tidur membelakanginya.
Anisa yang sebenarnya masih menunggu Dimas pulang terdiam menegang dengan perlakuan Dimas padanya malam ini. dia tidak benar-benar tertidur, tadinya ingin menyapa laki-laki itu di ruang tamu namun kembali mengurungkan niatnya ketika mendengar kata yang terdengar begitu lirih keluar dari mulut Dimas. Dimas yang masih terus mengharapkan wanita itu untuk menjadi istrinya, kembali mematahkan kepercayaan diri Anisa untuk menyapa sebagai seorang istri seperti biasanyan
Namun perlakuan laki-laki ini beberapa menit yang lalu, kembali membuat hatinya menghangat. Anisa tahu laki - laki yang tengah berdiri dibelakangnya adalah laki - laki yang baik, semua ini bukan hanya kesalahan Dimas, dia juga ikut andil dengan kehidupan rumit yang mereka rasakan sekarng.
Tangan hangat Dimas menyentuh kepala Anisa yang masih tertutup dengan hijabnya, rasanya sangat hangat dan nyaman hingga akhirnya diapun terlelap karena tepukan -tepukan di kepalanya itu.
Dimas sudah kembali duduk di sisi ranjangnya, memperhatikan tubuh bagian belakang gadis yang sedang terlelap di kamar yang sama dengannya ini.
Perlahan dia juga ikut merebahkan tubuhnya di ranjang yang berjarak lebih dari lima meter dari ranjang tempat Anisa berada. Tatapannya kini beralih pada beberapa foto pernikahan yang tergantung di dinding kamar mereka.
"Maafakan aku." Gumamnya pelan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Titin Rahmatilah
padahal bicara baik² dari pada terus menghindar
2022-03-02
0