Istri Pengganti

Istri Pengganti

BAB 1

klontang... pyak...praang...

Suara gaduh dari dapur membangunkan Arini tengah malam. Dia khawatir ada seorang pencuri salah masuk rumah, kenapa salah? tentu saja karena Arini bukanlah orang yang berada. Bangunan yang hampir rubuh ini saja tidak layak di sebut rumah, tapi ia senantiasa bersyukur masih punya tempat bernaung dari terik matahari dan air hujan.

Suara perabotan rumah berjatuhan masih terdengar, akhirnya Arini memberanikan diri untuk mengecek ke dapur.

"Ya Allah nek, nenek perlu apa di dapur?" Arini berlari menghampiri neneknya yang nampak sedang mencari-cari sesuatu.

"Lapar." hanya kalimat itu saja yang keluar dari mulut nenek.

"Ya udah nanti Arini bikinin makanan ya, nenek duduk dulu." Arini menuntun neneknya agar duduk dan memberinya segelas air.

Arini hanya hidup dengan neneknya saja di dunia ini, ibu Arini sudah meninggal dunia saat usianya menginjak enam tahun, sedangkan ayah Arini meninggal sejak ia masih di dalam kandungan ibunya karena kecelakaan. Untungnya ada nenek yang merawat dan mencurahkan segala kasih sayangnya untuk Arini. Namun sekarang nenek Arini sudah tua, ia sudah mulai pikun terlebih lagi nenek Arini kini mempunyai riwayat penyakit jantung. Karena hal itulah yang membuat Arini harus bekerja keras dalam menjalani hidupnya, untuk membeli obat neneknya Arini hanya mengandalkan gaji dari mengajar anak-anak TK.

"Mana makan?" nenek Arini mulai memukul-mukul meja.

"Iya nek ini udah mau mateng kok nasi gorengnya."

Malam ini hanya ada nasi sisa di dapur, Arini membuat nasi goreng sederhana untuk neneknya, semoga saja beliau akan menyukainya. Dan benar saja dalam waktu sekejap nasi gorengnya sudah habis dimakan. Sepertinya nenek Arini benar-benar lapar.

Arini mengantarkan neneknya ke kamar agar ia tidur kembali, nenek butuh banyak istirahat agar kesehatannya tidak menurun.

°°°

Matahari baru menampakan sinarnya di ufuk timur, tapi Arini sudah siap untuk bekerja. Segala keperluan neneknya juga sudah ia siapkan, selama bekerja nenek Arini akan di titipkan ke tetangganya.

"Arini kamu tugas di kelompok B ya?" bu kepala sekolah memberitahu Arini.

"Baik bu." jawab Arini.

Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru, artinya ia akan kerepotan hari ini, ia menyiapkan mental dan tenaga extra untuk menghadapi anak didik barunya dengan bermacam-macam kepribadian.

"Semoga saja anak didik ku pada nurut semua." Arini mencoba positive thinking.

Suasana riuh tersaji di hari pertama, bagaimana tidak, macam-macam drama sedang Arini tonton saat ini, ada anak yang menangis tidak mau di tinggal ibunya, ada anak yang meminta pulang terus ada juga ada anak yang sudah nakal bahkan di hari pertamanya sekolah.

Namun saat Arini sedang mendata nama-nama anak didiknya, tiba-tiba seorang gadis kecil memeluknya.

"Mama!!" ia memanggil Arini.

Arini bingung dengan situasi ini, anak siapa ini? bagaimana bisa ia menyebut Arini dengan sebutan mama?

"Hallo gadis manis, siapa namamu?" tanya Arini lembut.

"Mama." tidak ada jawaban selain kata itu.

Dia menangis dan memeluk erat dirinya, Arini menggendongnya berusaha menenangkan gadis kecil itu sambil mencari orangtuanya.

"Chika!!" panggil seorang wanita, Arini pikir dia ibunya.

Arini menoleh, tapi respon yang ia dapatkan saat wanita itu melihat Arini sungguh aneh.

"Bagaimana mungkin?" katanya, terlihat wanita itu sangat terkejut melihat Arini, apa dia mengenali Arini?

"Bu ini anaknya ya? tiba-tiba dia nangis di dalam kelas." Arini memberi tahu wanita itu dan bermaksud ingin menyerahkan gadis kecil itu padanya.

"Nggak mau, Chika maunya sama mama." gadis kecil itu menolak bersama wanita itu.

Arini sungguh sangat bingung dengan kejadian ini, kenapa anak kecil ini terus memanggilnya mama?

"Maaf bu guru, Chika merepotkan ya?" tanya wanita itu.

Akhirnya Arini memutuskan untuk duduk dan tetap memangku gadis kecil yang dipanggil Chika itu.

"Maaf sebelumnya, ini anak ibu?" tanya Arini sopan.

"Ah saya Rena tantenya Chika." wanita itu memperkenalkan diri.

"Oh maaf saya kira mamanya." Arini tersenyum.

"Sebenarnya Chika baru kehilangan mamanya, ia sengaja di sekolahkan disini agar tidak selalu mengingat tentang mamanya, dan wajah mamanya sangat mirip dengan bu.."

"Ah saya Arini." ia memperkenalkan diri.

"Wajah mamanya Chika mirip sekali dengan bu Arini, jadi maaf jika Chika membuatmu kebingungan." Rena menjelaskan kondisi Chika.

"Ya Allah, kasian sekali kamu nak." Arini membelai lembut kepala Chika, nampak Chika sangat bahagia di perlakukan seperti itu.

"Lalu ayahnya ada dimana mbak?" tanya Arini.

"Ah ayahnya bekerja di jakarta, Chika sengaja di titipkan ke saya di sini, agar psikis Chika stabil, di sana dia selalu menangis memanggil mamanya terus."

"Bu Arini mengajar di kelompok mana?" tanya Rena.

"Saya kebetulan mengajar di kelompok B mbak."

"Kalau begitu apa saya boleh titip Chika di kelompok B, saya akan berbicara dengan kepala sekolah." Rena sangat berharap.

"Tentu mbak, sebagai guru saya tidak mungkin menolak mendidiknya." Arini tersenyum.

Arini lalu mengajak Chika masuk ke dalam kelas, Rena mengawasi dari luar ketika keponakannya itu sedang belajar.

Rena merasa lega, akhirnya senyum Chika sudah mengembang lagi, dia tidak lagi murung sekarang. Mungkin memang lebih baik jika Chika berada di pengawasan Arini sekarang. Selain membuatnya riang kembali, Rena juga melihat Arini orang yang lembut dan begitu sabar menghadapi sifat labil anak-anak.

...

Rena tengah duduk sambil membalas pesan masuk saat Arini datang bersama Chika.

"Chika sekarang ikut tante pulang ya sayang." Arini mencubit pelan hidung gadis manis itu.

"Tapi Chika mau pulang sama mama aja." jawab Chika polos, sepertinya gadis kecil ini belum mengerti dengan apa yang menimpa mamanya, sehingga ia masih berfikir Arini adalah mamanya.

Arini menatap ke arah Rena, ia tak tahu harus bicara bagaimana lagi.

"Chika sayang, katanya kita mau beli hadiah buat mama, yuk kita beli. Besok Chika kasih ke mama ya." bujuk Rena.

Tak di duga Chika menangis lagi, ia tak mau berpisah dari Arini, ia terus memegangi baju Arini tak mau pergi bersama Rena.

Arini iba melihat rengekan gadis kecil ini, akhirnya ia menggendong Chika kembali.

"Ya udah, bu guru antar ya. Tapi Chika nggak boleh nangis lagi ya sayang." ucap Arini sambil menepuk-nepuk pelan- punggung Chika.

Terpaksa Arini harus mengantar Chika pulang, sepertinya keluarga mereka dari orang berada, karena Rena mengantar Chika sekolah dengan menggunakan mobil.

Arini duduk di belakang, sedangkan Rena yang menyetir, Chika terlihat nyaman berada di pelukan Arini.

Arini merebahkan badan Chika dengan kepala bersandar di pahanya, tak butuh waktu lama ternyata gadis kecil itu sudah terlelap.

"Maaf merepotkan bu Arini, saya jadi tak enak hati." Kata Rena sambil tetap fokus menyetir.

"Tak mengapa, saya juga khawatir jika Chika terus menangis." ucap Arini sambil tetap membelai gadis kecil yang sedang tertidur di pangkuannya.

"Mama Chika bernama Zahra, dia juga wanita yang lembut seperti anda, Chika sangat dekat dengan mamanya, makanya saat mamanya meninggal, Chika sangat kehilangan sosok seorang ibu, sementara kakakku sibuk dengan urusan kantornya." cerita Rena.

"Kalau boleh tahu, mama Chika meninggal kenapa mbak Rena?" Arini penasaran.

"Kehilangan banyak darah pasca keguguran bu." Rena nampak sedih mengatakan itu.

Sungguh kasian kamu Chika, di usia sekecil ini harus kehilangan sosok seorang ibu, nasibnya persis seperti Arini waktu kecil.

Terpopuler

Comments

Siti Amenah

Siti Amenah

lanjut

2023-07-17

0

Wati Sinaga

Wati Sinaga

mampir dlu thor

2022-03-07

1

Jernita Jernita

Jernita Jernita

nyimak dlu thor

2021-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!