BAB 5

Jam dinding rumah sakit menunjukan pukul 19:20 WIB ketika nenek di bawa ke ruang operasi, Arini begitu sabar menunggu di luar sendirian. Rasa cemas berkecamuk di dalam dada, pikirannya tak bisa berpikir dengan jernih. Arini begitu takut kehilangan nenek yang begitu ia cinta, hanya beliau satu-satunya keluarga yang Arini miliki di dunia fana ini.

Arini memutuskan untuk sholat isya terlebih dahulu, ia ingin menenangkan hatinya, mengadu kepada yang kuasa agar operasi jantung neneknya berjalan dengan lancar.

Saat ia kembali, Arini melihat seseorang yang familiar sedang duduk di ruang operasi neneknya itu.

"Mas Ferdi." sapa Arini.

"Aku mencari mu, tapi kata suster kau tadi berjalan ke arah mushola, jadi kupikir kau pasti sedang sholat." kata Ferdi.

"Mas ngapain kesini? udah malem loh, besok kan kerja." tanya Arini.

"Aku khawatir padamu, kau susah sekali untuk di hubungi, jadi aku memutuskan datang kemari." Ferdi menjelaskan.

"Ah aku memang jarang membuka pesan mas, pikiranku sedang kacau."

"Aku mengerti kok, ayo kita cari makan. Aku yakin kau pasti belum makan sesuap nasi pun." tebak Ferdi.

"Nafsu makan ku entah ada dimana mas."

"Ayolah dek, menjaga nenek juga butuh tenaga. Bagaimana jika nanti kau sakit, siapa yang akan menjaga nenek."

Ferdi terlihat begitu khawatir dengan keadaan Arini, seperti ada banyak beban di pundak Arini. Dia juga terlihat semakin kurus saja sejak neneknya di rawat, Ferdi meyakini jika Arini pasti tak menjaga pola makannya disini.

"Ya sudah mas, aku nurut aja." ucap Arini.

Ferdi lalu mengajak Arini menuju ke motornya, mereka pergi berboncengan menembus dinginnya malam. Ferdi mengajak Arini ke salah satu kedai makan favoritnya.

"Mau pesan apa dek?" tanya Ferdi.

"Ngikut aja mas." jawab Arini singkat.

"Ya udah, mas pesenin nasi goreng sama teh anget aja ya dek."

"Iya mas."

Ferdi pergi untuk memesan makanan, dan tidak butuh waktu lama ia sudah kembali.

"Katanya kamu resign ngajar dek?"

"Iya mas, nggak ada yang jaga nenek soalnya, Arini juga nggak enak sama bu kepala karena sering absen."

"Apa udah di pikirin mateng-mateng dek? cari kerjaan susah lho."

"Iya si mas, tapi mau gimana lagi."

Tiba-tiba saja HP Ferdi berdering tanda ada panggilan masuk, Ferdi pergi untuk menerima panggilan. Namun dari raut wajah Ferdi seperti telah terjadi sesuatu di seberang telfon sana.

Ferdi kembali dengan gestur tubuh yang begitu lunglai, entah ia mendapat kabar buruk apa barusan.

"Mas nggak papa? kok pucet gitu." tanya Arini.

"Nggak papa dek, ayo makan dulu." Ferdi mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Arini untuk segera makan pesanan mereka yang sedari tadi tiba.

Aneh memang, namun Arini memutuskan untuk diam tak menanyakan lagi perihal apa yang terjadi pada teman dekatnya itu. Ferdi yang biasanya semangat membagi kisahnya, kini bungkam seribu bahasa, seperti memang telah terjadi sesuatu. Apa yang sebenarnya sedang di pikirkan Ferdi?

Ferdi mengantar Arini kembali ke rumah sakit, namun ia tak ikut masuk kedalam lagi. Dia memilih pamit dengan alasan ada urusan mendesak yang harus ia selesaikan, dan Arini tak curiga sedikitpun tentang sikap Ferdi yang sangat aneh itu.

...

Arini kembali duduk di depan ruangan operasi sendirian, sudah larut malam namun operasi neneknya tak kunjung usai. Arini yang sangat lelah itu sampai tertidur sambil duduk menunggui operasi neneknya itu.

"Mbak bangun, operasinya sudah selesai ya." seorang suster mengagetkan Arini.

"Oh iya sus, sekarang nenek ada di mana?" tanya Arini.

"Pasien akan segera di kembalikan ke ruang rawat ya mbak, operasinya berjalan lancar."

Kabar dari suster itu sungguh membuat hati Arini merasa lega, perjuangan neneknya itu begitu luar biasa baginya.

Arini segera pergi ke ruang rawat untuk berbenah sebelum neneknya kembali dari ruang operasi.

...

"Sus apa ada pasien.. emm saya tak paham dengan nama jelasnya, yang saya tahu dia nenek dari gadis bernama Arini." tanya Radit pada Resepsionis rumah sakit.

"Benar bapak, ada seorang pasien dengan penanggung jawab atas nama Arini. Apa ada yang bisa saya bantu?" jawab resepsionis ramah.

"Kalau boleh tau, pasien tersebut di rawat di ruangan apa ya?" tanya radit.

"Di ruang bugenvil nomor 27 pak, ruangannya ada dilantai 3." resepsionis menjelaskan.

Setelah mengucapkan terimakasih Radit segera naik ke lantai 3 dengan menggunakan lift.

Tok.. tok.. tok

Radit mengetuk pintu kamar yang resepsionis tadi beritahu, namun tidak ada yang menyahut, sehingga Radit terpaksa membukanya sendiri.

"Ah aku tidak tahu jika ruang rawat inap ini ruang kelas 3." gumam Radit.

Radit menengok satu persatu ranjang yang terdapat di sana, namun ia tak menemukan seseorang yang ia cari.

"Maaf pak, apa disini bapak kenal dengan gadis bernama Arini?" tanya Radit pada seorang pria paruh baya yang sedang menjaga pasien.

"Oh mbak Arini, kebetulan neneknya tadi pagi masuk ruang ICU lagi mas." jawab bapak itu.

Radit langsung bergegas pergi untuk mencari ruang ICU di rumah sakit ini. Setelah bertanya pada seorang suster Radit akhirnya sampai di depan ruangan itu, dan di sana nampak seorang gadis yang begitu familiar sedang menangis.

"Kau tak apa?" Radit mengagetkan Arini.

"Ah maaf, anda siapa ya?" ucap Arini sambil menyeka air matanya.

"Kau tak ingat aku? aku ayahnya Chika."

"Maaf mas, aku tak sopan tidak bisa mengenali anda." Arini menyesal.

"Apa terjadi sesuatu hingga membuatmu menangis?"

"Tidak ada mas,"

Radit memutuskan untuk duduk di samping Arini, "Jika tidak ada apa-apa, kenapa tangisanmu begitu pilu?"

"Hmm., sebenarnya tadi malam nenek saya sudah melakukan operasi pada jantungnya, namun tadi pagi detak jantung nenekku melemah kembali,"

"Semoga tidak terjadi apa-apa pada nenekmu."

"Amiin, saya hanya takut kehilangan satu-satunya keluargaku saja mas."

"Bukankah hidup mati sudah Tuhan yang mengaturnya."

"Iya mas, tapi.."

"Jika nenekmu tau kau begini, pasti beliau akan menyalahkan dirinya sendiri."

Arini hanya diam mendengar perkataan Radit, dia seakan tak percaya ada pria yang berpikiran sedewasa itu di depannya.

"Makasih mas."

"Untuk?"

"Motivasi mu." jawab Arini singkat.

Radit sempat lupa dengan tujuannya datang mencari Arini sampai kemari, karena rasa iba nya pada Arini membuat Radit turut larut dalam kecemasan Arini.

"Mas sedang apa ada disini?" tanya Arini.

"Aku.. emm... sedang.. Ah aku sedang periksa sakit di kakiku." Radit sangat kikuk sebenarnya, mengapa ia harus berbohong tentang alasannya datang ke rumah sakit ini.

Sepertinya ia akan menunda menuntut penjelasan dari Arini yang tiba-tiba menghilang dari hadapan putrinya itu.

Terpopuler

Comments

Syifa Raya

Syifa Raya

lanjuut thor

2020-11-22

0

Aas Kuningan

Aas Kuningan

lanjut

2020-11-17

1

Siti Junaeni

Siti Junaeni

semangat terus kk author

2020-11-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!