BAB 3

Arini sebenarnya terkejut mendengar kata-kata Radit namun ia tetap tersenyum tenang.

"Anda pasti orangtua Chika bukan?" Arini memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu.

"Aahh, benar saya ayahnya." Radit gugup menjawab pertanyaan Arini.

"Saya Arini, gurunya Chika." Arini memperkenalkan diri.

"Kalau begitu mohon bantuannya." Radit tersenyum pada Arini.

"Mama," rengek Chika meminta Arini untuk menggendongnya.

Arini pun menyambut Chika dengan hangat, tampak Chika terlihat sangat dekat dengan orang yang baru menjadi gurunya itu.

Radit seakan terkecoh dengan penampilan Arini, hampir saja ia akan berlari memeluk Arini yang di anggap nya sebagai Zahra mendiang istrinya.

Arini meminta izin untuk membawa Chika masuk kedalam kelas, dan Radit pun bergegas pergi kekantor.

Radit masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya tadi, ia masih tercengang melihat seseorang yang begitu mirip dengan mendiang istrinya. Yang ia tahu Zahra adalah anak tunggal, sehingga tidak mungkin memiliki saudara.

Tapi ia tak terlalu memikirkan itu, setidaknya ia lega saat bersama dengan Arini, Chika terlihat sangat gembira.

°°°

Jam istirahat Arini melihat Chika tak banyak bergaul, dia lebih memilih menemaninya di dalam kelas.

"Chika nggak main sama teman-teman sayang?" tanya Arini pada Chika yang tengah asyik mewarnai.

"Enggak, Chika disini aja sama mama."

Sebenarnya Arini agak risih di panggil mama oleh gadis kecil itu, namun ia mencoba mengerti, Chika masih dalam masa berkabung, dan itu membuat Arini membiarkan Chika menganggapnya mama.

°°°

Saat pulang Chika tak di jemput oleh ayahnya, kini ia di jemput oleh baby sitter nya.

Seperti kemarin, Arini pun mengantar Chika untuk pulang. Karena Chika akan merengek menangis jika ia tak mengantarnya.

"Ayo masuk ma, kita main bareng." ajak Chika.

"Maaf ya sayang, bu guru ada urusan dulu yang harus di kerjakan. Chika masuk dulu yah."

"Nggak ah, ntar kaya kemaren, mama nggak pulang, Chika jadi bobo sama papa."

Ya Allah, harus bagaimana ini? Arini nampak bingung apa yang harus ia lakukan sekarang, di satu sisi ia tak ingin lebih jauh masuk ke kehidupan Chika, di satu sisi yang lain ia tak tega jika harus melukai hati anak kecil ini.

"Ya udah, bu guru temenin sebentar yah," Chika nampak senang mendengarnya.

Chika bersemangat mengajak Arini untuk masuk, rikuh sekali memang, tapi keadaan mengharuskan Arini melakukan ini.

Chika menunjukan kamarnya di sini, mengajak Arini untuk bermain bersama, dan bahkan meminta Arini untuk membacakan dongeng si kancil kesukaan Chika.

Sepertinya gadis kecil itu sangat kelelahan, sampai ia ketiduran saat bermain. Arini mengangkatnya ke ranjang, dan memutuskan untuk pulang ke rumah, pasti nenek sudah menunggu kedatangan Arini sekarang.

Saat Arini baru melangkahkan kaki keluar rumah, terlihat mobil memasuki pekarangan rumah ini, ternyata Rena pulang lebih awal.

"Arini, apa Chika merepotkan mu lagi?" tanya Rena.

"Tidak mengapa mbak, toh saya juga senang bermain dengan Chika, tapi saya harus pulang sekarang." pamit Arini pada Rena.

"Ah kalau begitu aku antar saja, biar cepat sampai." Rena menawarkan diri.

"Tak perlu repot-repot mbak, saya kebetulan di jemput."

Rena sedikit kecewa, apalagi saat tahu yang menjemput Arini adalah seorang pria.

Ya, Arini tentu saja mempunyai teman dekat. Namanya Ferdi, usia 24 tahun, dan ia bekerja sebagai sekretaris desa.

Arini di bonceng Ferdi dengan sepeda motornya. Ferdi tentu saja dengan senang hati menjemput di manapun pujaan hatinya itu berada.

"Kamu ngajar kelas tambahan dek?" tanya Ferdi.

"Enggak mas, cuma nganterin anak didik." jawab Arini singkat.

Ferdi sebenarnya agak aneh dengan jawaban Arini, karena selama ia mengajar ia belum pernah repot-repot mengajar anak didiknya.

Apa ada yang di sembunyikan Arini padanya?

"Makasih ya mas, udah jemput Arini."

"Jangan sungkan begitu dek, mas justru senang kok." Ferdi tersenyum pada Arini.

"Mas mari mampir?" ajak Arini.

"Kebetulan mas ada urusan dek, kapan-kapan aja ya." Ferdi berpamitan pada Arini.

°°°

Radit baru pulang sore itu, dan memilih duduk melepas lelahnya di ruang tamu.

"Ma.. mama!!" teriakan Chika membuat Radit terkejut dan berlari mencarinya.

"Ada apa sayang." Radit memeluk Chika yang tengah menangis.

"Mama pergi lagi." Chika terus menangis di pelukannya.

"Maaf tuan, tadi non Chika di antar bu Arini, bahkan bu Arini baru pulang saat non Chika tidur," suster Ani memberi tahu Radit.

"Oh benarkah,"

Sebenarnya orang seperti apa Arini itu, kenapa ia mau repot-repot di susahkan oleh Chika.

Butuh waktu lama agar Chika tenang kembali, Radit merasa sangat lelah hingga dia memilih untuk merebahkan badannya di sofa.

"Mas, Chika udah tenang?" tanya Rena membawakan teh.

"Iya Ren, apa Chika selalu begitu selama disini."

"Ya begitulah mas, tapi si no problem." jawab Rena santai.

"Aku sungguh kasian pada anak itu, mentalnya belum siap kehilangan Zahra, aku menyesal dulu tidak banyak menghabiskan waktu dengan Chika, jadi sekarang dia tak terlalu nyaman denganku." Radit melihat lurus ke atas.

"Udah lah mas, sesuatu hal yang sudah pergi harus di ikhlaskan, bukan untuk di tangisi."

"Iya Ren, tapi melupakan penguasa hati sangatlah sulit."

"Sulit bukan berarti tidak bisa mas."

Radit diam saja, tak melanjutkan lagi perbincangannya dengan Rena, ia lebih memilih pergi untuk menyegarkan diri dengan mandi.

°°°

Nenek Arini tiba-tiba tak sadarkan diri, Arini panik dan meminta pertolongan warga untuk membantu membawa neneknya ke rumah sakit.

Belum sempat neneknya dirawat, pihak rumah sakit sudah meminta administrasi awal. Kini sisa tabungan Arini tidak lah banyak. Bagaimana cara Arini melunasi kekurangan administrasi nanti, ia kalut dan bingung harus berbuat apa untuk mendapat banyak uang sekarang.

Arini mengontek teman-teman nya siapa tahu ada informasi seseorang yang butuh tenaganya. Namun tidak ada satupun dari mereka yang mempunyai info lowongan pekerjaan.

Arini berusaha berfikir dengan keras, namun tetap saja buntu.

°°°

"Maaf tuan, saya ingin mengundurkan diri dari pekerjaan saya." suster Ani tak berani menatap Radit.

"Apa Chika menyusahkan mu?" tanya Radit.

"Orangtua saya di kampung sakit keras tuan, jadi saya harus mengurusnya tuan." alasan suster Ani.

Radit tentu saja tidak bisa menolak alasan suster Ani. Baginya juga orangtua adalah segalanya, apapun akan ia lakukan demi mereka.

"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu, aku tidak bisa menahanmu untuk tetap tinggal."

"Makasih tuan." suster Ani pergi untuk mengemasi barang-barangnya.

Masalah baru justru muncul kali ini, bagaimana caranya ia dengan cepat mencari pengganti suster Ani dengan cepat.

Bukan hanya harus cocok dengan Chika, dia juga harus sesuai dengan kriteria nya juga.

Dan untuk sementara ini siapa yang akan menjaga anaknya saat dia dan Rena harus pergi bekerja?

Terpopuler

Comments

Siti Junaeni

Siti Junaeni

mungkin arini yang jadi suster pengganti

2020-11-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!