Sebelum acara perjamuan yang akan diadakan beberapa jam lagi, Liana memutuskan untuk menghampiri kediaman Zhu Moran. Sekedar untuk menyapa di pagi hari. Karena yang dia ketahui, ketika Zhu Liana masih hidup dalam penyakit, pasangan ayah dan anak itu sangat jarang bertemu untuk bertegur sapa. Apalagi mengingat Zhu Moran adalah penjabat tinggi, dia lebih sering menghabiskan waktu di Istana.
Berjalan di lorong dengan ditemani Ling yang selalu disisinya siap menjaga dari marabahaya. Liana ingin terkikik lucu hanya saja wajahnya mungkin terlalu kaku untuk menampilkan sedikit senyum.
Terbiasa menjadi perempuan dengan gunung salju yang beku, hampir lupa bagaimana caranya tersenyum. Didikan keras di kemiliteran sedari kecil juga adalah salah satu alasannya. Dia bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya senyum dalam bahagia, karena setiap hari yang dia peroleh hanya misi dan misi.
Dan eksprsinya semakin mengkerut saat melihat dua orang yang ia lihat di dalam ingatan Zhu Liana.
“Mereka, kalau tidak salah yang kiri adalah Zhu Weiling, putri selir ke-dua, Yuan Feihua. Dia anak ke-empat Perdana mentri. Dan yang disebelahnya kalau tidak salah Zhu Yuxia, putri selir ke-tiga, Yu Meiying. Dia adalah si bungsu.” Liana memberi tanggapan setelah mengamati.
Benar, kedua orang itu adalah Zhu Weiling dan Zhu Yuxia, putri para selir yang sering mengganggu Zhu Liana.
Weiling dan Yuxia berjalan begitu angkuh dengan dagu terangkat seolah menantang orang berkelahi dengan mereka.
Tak heran, keduanya adalah nona muda jenius di kediaman Perdana Mentri. Memiliki sifat yang sama-sama manja dan sombong.
Kedua gadis itu menghampiri Liana, tidak lupa tatapan mengejeknya itu membuat kerutan di tengah alis Liana menjadi tiga garis hitam.
Liana menggeleng saat membaca sifat keduanya. Mereka masih anak-anak dalam pertumbuhan, masih labil. Begitu pikirnya.
Perlu ditekankan, Liana adalah orang yang memiliki bakat berlimpah. Itu sangat dianjurkan jika ingin menjadi anggota WSA, dia tidak hanya memperlajari senjata, bela diri maupun pengobatan, tapi juga keterampilan lain seperti Ilmu Psikologi.
Sebab itulah dia dapat mengetahui bagaiamana kepribadian kedua gadis di depannya itu hanya dengan melihat gerak-gerik serta garis wajah yang mereka tampilkan.
Liana berhenti melangkah di depan keduanya menunggu sesuatu terucap. Namun yang dia tunggu tak datang, malah yang dia dengar adalah ....
“Gadis bodoh, untuk apa kau keluar? Sebaiknya berdiam diri saja menunggu ajal menjemput. Kenapa kau tak mati saja?” Yang berbicara adalah Yuxia. Gadis itu bahkan mencebik hampir meludah di tempat.
Liana terbengong mendengar ucapan tak sopan dari gadis kecil itu. Dia memejamkan matanya, menghirup napas dalam lalu membuangnya perlahan, dia tak boleh emosi di kala berbicara dengan seorang gadis kecil. Harus ekstra sabar. Jiwa orang dewasanya masih berada pada dirinya.
“Yuxia, kan?” Liana bertanya.
“Eh, ternyata kabar itu memang benar. Tidak lagi bisu tapi kehilangan ingatan dan menjadi semakin bodoh.” Yuxia kembali melemparkan hinaan.
Weiling yang di sebelahnya hanya mengangkat kipas menyembunyikan senyum mengejeknya.
“Adik ke-enam, jangan berkata seperti itu. Kakak kedua baru saja sembuh dari penyakit.” Perkataannya terdengar begitu tulus sampai hampir tidak dapat dikenali sebagai sebuah kepalsuan.
Liana ingin mengapresiasi bakat akting gadis di depannya itu yang begitu memukau. Mungkin di dunia modern pasti sudah menjadi artis terkenal, ditunjang dengan parasnya yang cantik, Liana yakin itu.
Jika dibandingkan dengan Yuxia yang mudah meledak-ledak, Weiling sangat tenang dan halus dalam bertindak. Jika kemampuannya lebih diasah, maka ketika dewasa dia mungkin bisa seperti rubah betina yang memelihara ular di lengan bajunya. Menarik! Orang seperti ini lebih sulit ditangani.
Hanya saja Liana adalah Liana, sang Jenderal wanita WSA. Dia telah banyak melihat intrik kolusi yang bahkan lebih kotor lagi. Menghadapi dua gadis yang baru beranjak dewasa di depannya itu sama halnya bermain dengan balita. Dan Liana juga orang yang berterus terang dan lidahnya tajam, jadi ....
Tanpa sadar, Liana menganggukkan kepalanya pelan.
Dan hal itu ditangkap oleh Weiling. “Kakak, ada apa denganmu?” Dia bertanya dengan raut wajah khawatir yang tentunya juga kepura-puraan.
Liana menoleh. “Hmm, aku sedang memikirkan jika guru etiket untuk kedua adik sepertinya harus ditambah. Ssh ... atau mungkin waktu belajar ditambah sampai matahari benar-benar tenggelam.” Liana memegang dagunya seolah dia tengah berpikir keras. “Bagaimana menurut kalian?” Dia bertanya seraya memperhatikan raut wajah keduanya yang seperti menahan sebuah gejolak tak menentu.
Mungkin malu atau mungkin marah. Yang paling terlihat jelas adalah wajah Yuxia yang memerah dan tatapan gadis kecil itu berapi-api seolah ingin segera meleyapkan Liana saat itu juga.
Lalu Liana beralih memperhatikan Weiling yang memperlihatkan raut wajah tak mengerti namun Liana dapat melihat gerakan tangan mengepal di balik lengan pakaian Weiling yang panjang.
“Kakak ke-dua, apa maksudmu? Weiling tidak mengerti.”
“Oh adik ke-empat, sepertinya lain kali aku harus memberitahumu terlebih dahulu. Sebagai nona muda ke-dua dari istri sah di kediaman perdana mentri sekaligus kakakmu. Kau dan adik ke-enam sepertinya melupakan sesuatu saat bertemu denganku, bukan begitu? Atau mungkin para adik tidak lagi menganggap diriku?”
Yah, baiklah, dia ingin memprofokasi kedua gadis itu, mengembalikan ejekan yang mereka lontarkan sebelumnya. Dan sebenarnya dia tidak benar-benar membutuhkan salam penghormatan dari mereka.
Mata Weiling menampakkan kejutan dan dia segera berpura-pura menampilkan wajah bersalah. "Kakak ke-dua, Weiling mana mungkin tidak menganggapmu. Kita semu ...."
Hanya saja perkataannya segera terhenti oleh teriakan Yuxia.
“Kau, gadis ja**lang. Ibumu itu sudah mati tapi kau masih bersikap sombong seperti ratu disini.” Nah kan, Yuxia saja sudah meledak. Tapi memang sifatnya sih yang tidak dapat mengontrol emosinya.
Liana menaikkan sebelah alisnya. Lidah gadis kecil di depannya itu ... apakah sebenarnya memiliki tulang? Ucapannya benar-benar mengerikan.
Tapi Liana menyadari satu hal, Zhu Moran ragu memberitahu tentang kabar ibu Zhu Liana kepadanya. Mungkinkah takut bahwa Zhu Liana akan bersedih? Atau dia tidak ingin mengingat kenangan pahit? Meski sebenarnya Liana sudah mengetahuinya dari cerita Ling. Setelah pria itu pergi, Liana memaksa Ling untuk bercerita padanya.
Sedangkan Ling di belakang Liana mengepal tangannya seolah ingin segera meremukkan mulut busuk dari Yuxia yang sama sekali tidak meninggalkan kesan seorang nona bangsawan. Tapi dihentikan oleh Liana.
Kedua nona muda itu, Weiling dan Yuxia sebenarnya adalah gadis dengan etika yang sangat baik. Mereka juga terkenal dengan hal tersebut. Yah tentu itu hanya di depan orang lain sebagai bentuk pencitraan. Tapi saat bertemu Zhu Liana, sikap sombong mereka selalu mendominasi.
Saat Liana akan membuka suaranya membalas perkataan Yuxia. Dari belakang terdengar suara maskulin bernada dingin menghampiri telinganya.
“Ada apa ini?”
Seorang pemuda yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Zhu Liana. Liana menebak bahwa pemuda itu adalah tuan muda pertama Perdana Mentri yang artinya adalah kakak kandung Zhu Liana, Zhu Wan Feng.
Wan Feng menatap dingin pada Yuxia dan Weiling, sepertinya dia sama sekali tidak menyukai putri para selir itu. Apalagi mendengar perkataan Yuxia yang seolah mencari mati membuatnya naik pitam. Gadis kecil itu telah menghina adik serta ibunya, mana bisa dia diam saja. Dia telah mendengar semuanya dari awal, hanya saja ingin melihat bagaimana sang adik melawan. Akan tetapi dia sendiri yang tidak tahan dan melabrak mereka di tempat.
“Beginikah sifat seorang nona muda yang bahkan tidak menghormati Nyonya kediaman dari keluarganya sendiri?” Nadanya semakin dingin saat mengatakan hal itu.
“Kakak?!” Liana menjadi yang pertama memanggil, dia membungkuk memberi salam.
Kemarahan Wan Feng sepertinya sedikit mereda saat dia mendengar suara adiknya yang telah bertahun-tahun lamanya menghilang. Dia memandang Liana sendu dengan berbagai kerinduan terpendam.
“Li’er,” balasnya memanggil seraya mengusap kepala Liana lembut.
Sedangkan kedua gadis muda di depan mereka sudah takut-takut melihat kedatangan Wan Feng. Siapa yang tidak mengenalnya, saat usianya yang masih muda ini dia sudah menjadi seorang Letnan yang memegang pasukan utama Jenderal Kekaisaran. Mungkin sebentar lagi akan dipromosikan untuk naik pangkat. Dia memang pantas masuk dalam deretan muda-mudi jenius Kekaisaran Naga.
Bakatnya yang tinggi dalam ilmu bela diri serta analisis juga kejeniusan dalam menyusun strategi selalu memudahkan pasukan dalam peperangan. Dan hari ini dia pulang dari perbatasan hanya untuk merayakan ulang tahun adik tercintanya.
Tapi yang menyambutnya adalah ucapan penghinaan dari anak selir belaka. Wajahnya seolah dilempari telur busuk yang memiliki bau lebih dari bangkai sekalipun.
“Salam kakak pertama!” Dengan sedikit keberanian yang masih tersisa, Weiling dan Yuxia memberi salam pada Wan Feng.
“Hmph, memiliki ibu yang sudah mati sepertinya tidak pantas mendapat salam dari anak selir, bukan begitu?!”
Wan Feng masih belum meredakan amarahnya. Dengan menekankan kata 'anak selir' pada keduanya, dia balik menghina mereka.
Weiling dan Yuxia hanya bisa menggigit bibir mereka menerima hinaan dari Wan Feng. Keduanya menunduk tidak berani memandang wajah Wan Feng yang menyeramkan.
“Pengawal, seret mereka dan lakukan hukuman rumah tingkat Yi karena telah berani menghina Nyonya kediaman dan berlaku tidak sopan pada putri sah!”
Teriakan menggelegar di seluruh paviliun yang mereka tempati. Mendengar itu membuat kaki Weiling dan Yuxia terasa seperti Jelly. Hukuman rumah begitu mengerikan bagi mereka. Membayangkan akan mendapat pukulan balok kayu sebanyak tiga puluh kali membuat keduanya merinding.
~o0o~
JANGAN LUPAKAN KRITSAR!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
wah..mantap
2023-08-07
0
s.u.s.a.n.l.y.n.e❤
bersyukur bgt msh punya kk cowok yg baik....
2023-07-16
0
Dewi Ansyari
Rasain kalian anak selir hukuman itu pantas untuk kalian🤣🤣🤣🤣,,anak selir mah bangga🤦
2022-11-08
0