Sang raja siang yang sebelumnya memancarkan sinar begitu terik yang terasa membakar kulit, kini seolah berubah drastis. Ia memilih meredupkan pancaran sinarnya, bahkan menghilang entah kemana. Langit tiba-tiba saja menghitam. Menampilkan gumpalan-gumpalan awan berwarna pekat, seperti sedang berupaya membentuk tetes-tetes air langit kemudian akan ia turunkan hingga menjadi hujan lebat yang mengguyur permukaan bumi. Hembusan angin juga terasa begitu kencang, membuat daun-daun kering berterbangan dan ada pula yang jatuh berguguran.
Keluar dari rumah yang Widya sebut sebagai tempat terkutuk itu, ia tidak lantas memesan ojek online untuk mengantarkannya pulang. Ia justru memilih berjalan entah kemana. Langkah kakinya terlihat tak terarah.
Di saat orang-orang memilih untuk berada di dalam rumah karena suasana begitu mendung, berbeda halnya dengan Widya. Widya terlihat menyeret langkah kakinya menyusuri jalan beraspal di pinggiran kota Jogja. Dress dan juga rambutnya terlihat berayun-ayun seiring seirama dengan hembusan angin kencang itu. Meski langit menghitam dan suasana terasa begitu kelam di jam dua siang ini, ia tetap melangkah tanpa memperdulikan sudah seberapa jauh ia melangkah.
Langkah kakinya terasa berat, mungkin sama beratnya dengan beban batin yang saat ini ia rasakan. Jiwanya terlalu rapuh untuk menerima semua kejadian yang menghantamnya bertubi-tubi di hari ini. Hingga ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ia membelokkan langkahnya ke sebuah jalan kecil yang merupakan area sawah. Hamparan tanaman padi yang masih hijau yang begitu menyejukkan mata, nyatanya tidak menarik perhatian Widya untuk melihat sekelilingnya. Wajahnya tetap tertunduk, fokus ke arah kakinya yang gontai.
Genangan air yang sedari tadi berkumpul di pelupuk matanya ternyata tidak kunjung menghilang, malah justru bertambah semakin banyak dan benar saja, genangan air di pelupuk matanya itu menetes deras membasahi pipinya.
Gelegar suara petir mulai terdengar disertai dengan kilat yang nampak jelas seperti berlomba-lomba menampakkan keberadaannya. Sedikit demi sedikit air langit mulai menetes, berubah menjadi rintik hujan dan setelahnya rintik hujan itu berubah menjadi hujan lebat yang terasa menusuk ketika mengenai kulit. Air hujan yang begitu lebat ini layaknya air mata Widya yang jatuh dari pelupuk matanya.
Ia menghentikan langkah kakinya di atas jembatan yang terbuat dari kayu. Meski dari kayu, namun jembatan ini terlihat kokoh membentang. Di bawah sana terdapat sebuah sungai yang nampak begitu deras aliran airnya. Tidak heran, memasuki musim penghujan, jumlah pasokan air dari hulu memang berlimpah, sehingga sampai di hilir, aliran air itupun masih terlihat deras. Dengan indikator aliran air yang deras dapat dipastikan jika sungai itu juga dalam. Dari Widya berdiri saat ini nampak batu-batu kali yang juga menghiasi permukaan sungai ini.
Widya mengayunkan kakinya di pinggir jembatan. Dunia yang baginya saat ini telah runtuh akibat penghianatan yang dilakukan oleh Yuda, membuat ia berpikir pendek untuk mengakhiri hidupnya. Bagi Widya, Yuda adalah kehidupannya dan kini setelah Yuda berkhianat, kehidupannya pun juga harus berakhir. Dengan melompat dari jembatan ini, setidaknya ia akan mati tenggelam terseret arus air.
Ia mengambil posisi bersiap-siap akan melompat dari atas jembatan kayu ini. Tangisnya masih begitu keras meski suaranya teredam oleh guyuran air hujan. Nafasnya tersengal-sengal sembari berusaha menahan isak tangisnya. Ia nampak kacau, sangat kacau. Hal itu nampak dari wajah, rambut, juga pakaiannya yang berantakan.
Tidak jauh dari Widya berdiri di atas jembatan kayu itu, nampak seorang laki-laki dengan pakaian kerjanya mengamati pergerakan Widya dengan seksama. Sejak melihat ada seorang wanita dengan penampilan sangat kacau membelokkan langkah kakinya ke area persawahan, lelaki itu sengaja membuntuti Widya menggunakan mobilnya. Setelah menepikan mobilnya di pinggir sawah, kini ia berdiri di balik pohon besar yang letaknya tidak jauh dari jembatan itu.
"Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan selain ini mas Yuda. Kamu telah menghancurkan aku, dan aku pun akan melebur bersama aliran air sungai ini. Semoga kamu bahagia, Mas!", ucapnya lirih.
Ia menghela nafas dalam kemudian menghembuskannya. Saat ia akan melompat, tiba-tiba...
"Mbaaaaaakkkkkkk, hentikaaannnnn!!!", teriak seorang laki-laki yang sedari tadi mengikuti Widya sambil berlari kemudian menarik tubuh Widya untuk menjauh dari pinggir jembatan itu.
Benar saja, lelaki itu berhasil membatalkan upaya Widya untuk mengakhiri hidupnya dengan memeluk erat tubuh Widya yang sudah basah kuyup.
"Lepaskan aku! Aku mau lompat ke sana!", teriak Widya sambil meronta berupaya lepas dari kungkungan lelaki itu.
Lelaki itu bersikap acuh. Tubuh wanita ini terasa sangat dingin. Entah sudah berapa lama ia berada di bawah guyuran air hujan seperti ini. Ia semakin mengeratkan pelukannya, memberikan kesempatan kepada Widya untuk sedikit lebih tenang.
"Kenapa kamu menghalangiku? Lepaskan aku, hidupku sudah tidak ada artinya lagi, aku ingin mati!", ucap Widya sedikit lebih lirih dari sebelumnya.
Lelaki itu masih terdiam tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ia masih dengan erat memeluk tubuh Widya, meski badannya pun juga basah kuyup.
Tangis perih Widya terdengar jelas di telinga lelaki itu. Tubuhnya yang basah kuyup dan berantakan itu seolah menjadi tanda saat ini wanita yang berada dalam pelukannya ini, dalam keadaan yang sangat rapuh. Tak lama setelahnya, Widya terlihat sedikit lebih tenang dengan tidak lagi meronta dan nafasnya pun juga terdengar lebih teratur.
Lelaki itu merenggangkan pelukannya. Perlahan ia mulai memapah tubuh Widya untuk menuju bawah pohon besar yang tadi ia gunakan untuk bersembunyi. Mereka berdua duduk di bawah pohon besar itu sambil menatap sungai di depannya. Lelaki itu sedikit mencuri pandang ke arah Widya. Seorang wanita yang seumuran dengannya yang terlihat sangat cantik meski dalam keadaan kacau.
Rambut hitam bergelombang, bola mata lebar dengan bulu mata panjang nan lentik, dan bibir yang memiliki tingkat ketebalan yang pas. Meski tanpa make-up wanita yang ada di sampingnya ini begitu terlihat cantik natural.
"Kematian tidak berada di tanganmu. Meski kamu berupaya mengakhiri hidupmu, namun jika Tuhan belum mengizinkanmu untuk mati, kamu tidak akan mati!", ucap lelaki itu dengan nada sedikit menyindir.
Widya terdiam. Ia masih berupaya untuk menahan isak tangisnya sambil menatap sungai itu dengan pandangan kosong.
Lelaki itu menghembuskan nafas kasar. "Ketika kamu lompat kemudian mati, mungkin kamu termasuk orang yang beruntung. Tapi coba bayangkan jika ternyata kamu tidak mati. Kamu akan mengalami cacat seumur hidup. Dan bisa dipastikan, kamu hanya akan menjadi beban untuk keluargamu".
Kali ini perkataan lelaki itu benar-benar bisa menarik perhatiannya. Seketika tubuhnya tersentak. Meski ucapan lelaki itu terdengar ringan, namun benar-benar bisa menembus kokohnya benteng hati Widya.
"Saat ini aku hanya ingin mati agar bisa terlepas dari derita ini!", kini Widya mulai membuka suara.
Lelaki itu hanya tersenyum sinis. "Siapa bilang setelah mati kamu akan terlepas dari deritamu? Justru ketika kamu mati karena bunuh diri, ruh mu tidak akan pernah tenang. Dan mungkin akan berada di tempat yang paling buruk karena kamu telah berputus asa dari rahmat Tuhan".
"Tapi setidaknya hal itu dapat menjadi akhir penderitaanku di dunia ini", Widya masih berupaya untuk mendebat ucapan lelaki itu.
Lelaki itu hanya dapat menahan tawanya dalam hati. Ia beranggapan jika wanita di depannya ini tidak begitu paham tentang kehidupan setelah kematian, pastinya sebuah kehidupan yang kekal nan abadi.
"Mengakhiri hidup bukanlah solusi yang tepat untuk lepas dari penderitaanmu. Ingatlah, kamu masih punya keluarga, yang pastinya bisa turut menguatkanmu. Tidakkah kamu berpikir, bagaimana hancurnya mereka ketika mendapatkan sebuah kenyataan bahwa salah satu anggota keluarga mereka mati secara mengenaskan?", ucap lelaki itu panjang lebar dengan nada retoris.
Deg!!
Jantung Widya berdetak tak beraturan. Rama! Nama itulah yang seketika terlintas dalam pikirannya. Putra semata wayangnya yang saat ini berusia lima tahun. Tiba-tiba ia merasakan sakit tepat di dadanya. Ia menangkupkan kedua telapak tangan untuk menutupi wajahnya kemudian ia kembali menangis tersedu-sedu seperti tersadar jika niatnya untuk mengakhiri hidup adalah sebuah pemikiran yang pendek.
Ia baru menyadari bahwa saat ini Rama telah kehilangan sosok seorang ayah. Dan tadi jika ia benar-benar mati karena bunuh diri, bukankah itu artinya Rama akan kehilangan kedua orangtuanya? Widya semakin menenggelamkan dirinya dalam rasa penyesalan yang teramat dalam.
Widya menghapus air mata sembari mengatur nafasnya. Ia menatap lelaki yang ada di sampingnya ini. Ternyata Tuhan masih berbaik hati dengan mempertemukannya dengan lelaki ini, yang bisa menghentikan kebodohannya.
"A-aku sebenarnya se_______".
"Apapun yang saat ini tengah kamu hadapi, percayalah jika semua pasti akan ada jalan keluarnya. Pastinya bukan dengan jalan bunuh diri", lelaki itu memangkas ucapan Widya.
Lelaki itu terpaksa memangkas perkataan Widya karena ia harus segera membawa Widya pergi dari tempat ini. Ia melihat bibir Widya sudah berkerut dan pucat dan tubuhnya terlihat menggigil yang menandakan tubuh Widya benar-benar kedinginan.
"Ayo kita pulang, aku tidak ingin melihatmu mati karena bunuh diri, dan aku pun juga tidak ingin melihatmu mati karena kedinginan!", sambungnya pula yang membuat Widya tersentak seketika.
.
.
. bersambung..
Pelajaran apa yang dapat diambil dari part ini? Silakan tulis di kolom komentar jika berkenan. Hihihihi.. lalu siapakah lelaki itu?, apakah ia adalah sosok mahasiswa yang ada di dalam sinopsis?, atau yang lain?, hehehe ikuti terus cerita Takdir Cinta ini ya kak..
Terima Kasih banyak sudah berkenan mampir ke novelku ini ya kak. Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like juga komentar di setiap episodenya yah. Dan bagi yang punya kelebihan poin, bolehlah kalau mau disumbangin ke author dengan klik vote. Hihihii..
Happy Reading kakak...
Salam love, love, love💗💗💗
🌹Tetaplah yakin setiap cerita yang di tulis sepenuh hati pasti akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Eni Nuraini
hiduplah utk masa depan dan semangatlah serta yakini bahwa masa depan bahagia menjadi milik orang2 yang bersabar.
2022-12-14
0
Sriza Juniarti
banyak jalan keluar dari setiap masalah...Allah tempat terbaik minta tolong
2022-11-24
0
Maulana ya_Rohman
terkadang pikirannya buntu🤦
2022-09-19
0