Rasa panas terasa semakin menjalar di permukaan pipi Widya. Tamparan dari tangan suaminya itu benar-benar telah berhasil membuat hatinya terkoyak. Widya masih berdiri, terpaku, memandang tubuh wanita di bawah selimut tebal itu dengan tatapan nanar. Seorang wanita yang sepertinya berusia tiga tahun lebih muda darinya. Cantik memang. Dalam gurat-gurat wajahnya, menampakkan dia adalah wanita yang rutin melakukan perawatan, hal itu nampak dari kesan glowing yang terpancar dari wajahnya. Atau mungkin jika tidak rutin melakukan perawatan, ia rajin memakai skin care yang bisa menjadi senjata untuk tetap mempertahankan kecantikan wajahnya itu.
Yuda yang melihat Widya terperangah ketika menatap Lusi, hanya tersenyum sinis. "Kamu tidak perlu memandang Lusi dengan lekat seperti itu. Semakin lekat memandang, kamu akan semakin merasa jika wajah Lusi jauh lebih cantik dari kamu!".
"A-apa kamu bilang Mas? Dia lebih cantik daripada aku? Apa yang membutakan matamu sehingga kamu bisa mengatakan hal itu Mas?", teriak Widya seolah meneriakkan seluruh rasa sakitnya.
Ia tidak pernah merasa sesakit ini. Kesetiaan yang ia berikan untuk mendampingi apapun keadaan sang suami, ternyata dibalas dengan luka yang begitu menyayat hati seperti ini.
Yuda menyeringai. "Bahkan orang buta pun juga bisa meraba, jika kecantikan Lusi jauh berada di atas kamu. Lihatlah! Dia masih muda, fresh, dan pandai merawat diri. Jauh berbeda dengan kamu yang semakin hari semakin tidak menarik lagi".
Lagi, air mata dari pelupuk mata Widya kembali mengalir dengan derasnya. Saat mendengar suaminya mengungkapkan hal itu, rasa getir masih ia rasakan. Ia seperti menjadi seorang istri yang tidak pandai dalam merawat tubuh saja. Selama ini ia tidak pernah meminta hal yang aneh-aneh kepada suaminya. Mengingat Yuda hanya bekerja sebagai sopir pribadi, ia tidak ingin menambah beban sang suami dengan sesuatu yang tidak terlalu penting. Dan kini segala penerimaan yang dilakukan oleh Widya atas apa yang diberikan oleh sang suami, diputar balikkan bahwa dia lah yang bersalah karena tidak pandai merawat diri? Memang berapakah uang belanja yang ia berikan untuk Widya, sampai ia menuntut sang istri melakukan perawatan tubuh?
Kini saat Yuda membandingkan dirinya dengan wanita itu semakin membuat Widya terperosok dalam jurang rasa bersalah yang begitu dalam. Bersalah karena ia tidak pernah melakukan perawatan wajah seperti yang dilakukan oleh wanita itu.
Lusi yang mendengar percakapan dua orang yang ada di hadapannya ini tak henti-hentinya memandang sang wanita dengan sorot mata tajam dengan seringai di bibirnya. Hatinya seperti bersorak gembira, melihat sang lelaki memuji dirinya di hadapan istrinya sendiri. Bukan hanya memuji, Lusi merasa jika Yuda teramat memujanya. Lihatlah, Yuda bahkan lebih sering menghabiskan waktu bersamanya dibandingkan dengan keluarganya, setahun belakangan ini.
Yuda kembali mendekat ke arah Lusi yang masih berada di atas ranjang dengan tubuh polosnya. Ia merebahkan tubuhnya di samping Lusi. Lusi yang mengetahui itu kemudian menyambutnya dengan senang hati, bahkan ia pun melingkarkan lengannya ke tubuh Yuda. Tak hanya itu saja, Yuda juga terlihat mengecup kening Lusi.
Kedua bola mata Widya membulat sempurna. Ia mencoba mengerjap-ngerjapkan mata, berupaya meyakinkan diri jika yang ia lihat tidaklah nyata. Namun nyatanya, ini semua nyata, nyata ada di depan matanya. Mulut Widya terkatup melihat kemesraan suami juga simpanannya itu, seperti sengaja memamerkan keintiman mereka berdua.
"Terima sajalah nasibmu Wid. Jelas-jelas saat ini hanya aku yang diinginkan oleh mas Yuda!", ucap Lusi yang seketika mengembalikan kesadaran Widya.
Widya menggeleng. "Tidak, aku tidak bisa menerima ini semua. Mas Yuda adalah suamiku, dia adalah ayah dari anakku. Aku tidak akan membiarkan kamu merebut mas Yuda dari sisiku juga anakku wahai wanita murahan!".
Widya sadar, ia tersakiti karena sebuah penghianatan. Namun ia teringat, bahwa masih ada seorang anak kecil yang memerlukan kasih sayang dari kedua orang tua yang utuh. Ia tidak ingin anaknya yang masih belum tahu apapun tentang kehidupan, menjadi korban atas perceraian ibu juga ayahnya. Meski seperti tersayat seribu sembilu dengan penghianatan yang dilakukan oleh Yuda, Widya masih berharap sang suami mau kembali ke sisinya, demi putranya.
Lusi tersenyum sinis. "Aku tidak merebut apapun yang ada dalam genggamanmu. Mas Yuda sendirilah yang mendatangiku untuk menjadi sumber kebahagiaannya. Jadi aku tidak yakin, jika mas Yuda masih mau untuk kembali ke sisimu".
Widya menghela nafas dalam sambil mengusap sisa-sisa air matanya. Isak tangisnya masih lirih terdengar. Ia tautkan pandangannya ke arah Yuda yang saat ini terlihat di samping Lusi dengan posisi miring sambil memeluknya.
"Mas, tidakkah kamu merasa kasihan terhadap putra kita? Ia masih terlalu kecil untuk menerima ini semua. Aku mohon Mas, pulanglah!", Widya memohon dengan air mata yang masih saja menetes tiada henti.
Widya menurunkan ego juga harga dirinya. Ia rela diinjak-injak dengan sebuah penghianatan dan mengesampingkan semua rasa sakit yang ia rasa. Ia berharap semoga hati Yuda luluh dan segera meninggalkan wanita itu.
Yuda menyeringai. "Meski tidak hanya satu anak yang kita punya, itu semua tidak akan membuatku untuk tetap berada di sampingmu Wid!"
"Apa maksud ucapanmu Mas?!"
Yuda membelai lembut pipi Lusi. Yang seketika membuat wanita itu tersipu malu. Ia kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke arah Widya. "Aku sudah tidak lagi berhasrat kepadamu. Aku bosan denganmu. Bahkan kamu sebagai seorang istri tidak pandai menyenangkan aku di atas ranjang. Berbeda dengan Lusi. Dia selalu membuatku merasa ingin, dan terus ingin menikmati tubuhnya. Bersamanya, aku tidak pernah merasa bosan!"
Widya kembali terperangah. Mengapa hanya urusan ranjang yang dikemukakan oleh Yuda. Apakah baginya kehidupan berumah tangga itu hanya tentang ranjang saja?. Dan hal apakah yang dilakukan oleh Lusi di atas ranjang, yang bisa membuat Yuda begitu mendamba wanita itu?
"Apakah kamu sadar atas ucapanmu itu Mas? Ucapan yang keluar dari mulutmu itu tidak seharusnya kamu keluarkan kepadaku yang sudah menemanimu selama enam tahun. Tidakkah kamu ingat, jika dulu kita begitu bahagia dengan rumah tangga kita Mas?".
Widya masih berupaya untuk mengingatkan kembali apa yang sudah terbangun selama enam tahun usia pernikahan mereka. Meski kehidupan mereka penuh kesederhanaan, namun mereka menjalani semua itu dengan bahagia.
Saling memberi, saling menerima dengan ikhlas seolah menjadi goresan kebahagiaan yang tiada pernah bisa tergantikan oleh apapun. Namun kini, semua itu musnah dalam waktu sekejap. Sungguh Widya belum bisa untuk menerima itu semua.
"Semua akan percuma Wid. Bagaimanapun juga, rasa bosanku telah mengalahkan semuanya. Aku sudah tidak bahagia hidup bersamamu!", Yuda menjawab dengan nada penuh penekanan, seakan menyadarkan Widya dari semua harap yang sia-sia.
"Sekarang kamu bisa mendengar sendiri ucapan dari mas Yuda. Kamu pastinya tahu, siapa yang akan dipertahankan oleh mas Yuda, bukan?", Lusi menyambung perkataan Yuda yang semakin membuat Widya terhempas ke dalam jurang luka yang sangat menyakitkan.
Yuda dan Lusi saling memandang. Tak lama setelahnya Lusi terlihat menganggukkan kepala, seperti memberikan sebuah isyarat. Entah isyarat apa. Namun sepertinya, akan menjadi titik di mana Widya akan merasakan sebuah kehancuran.
"Widya Larasati?!", Yuda memanggil nama Widya dengan tegas.
Widya menatap netra lelaki yang masih sah menjadi suaminya itu dengan tatapan sulit diartikan. Entah mengapa saat ini hatinya kembali bergejolak lebih hebat dari sebelumnya.
"Ya?!"
"Aku sudah tidak ingin hidup bersamamu. Aku talak kamu, dan mulai hari ini kamu bukanlah istriku lagi!!"
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Yuda, membuat tubuh Widya bergetar. Sendi-sendi tubuhnya melemas. Tiba-tiba tubuhnya merosot di sisi pintu kamar. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia berteriak sekencang-kencangnya. Yang menjadi tanda ia telah kalah telak dengan wanita tidak berperasaan itu. Nyatanya, air mata dari pelupuk matanya tidak dapat ia hentikan sama sekali. Sungguh luka yang ia rasakan kini, terasa semakin mengoyak jiwa rapuhnya.
.
.
. bersambung...
Kok ada ya lelaki semacam itu. Kira-kira apa ya yang membutakan mata seorang suami hingga tega melakukan hal seperi itu? Cinta kah? Nafsu kah?
Lalu, apakah yang akan terjadi setelah ini? Tunggu episode selanjutnya ya kak..
Terima kasih banyak sudah berkenan mampir ke novelku ini ya kak. Jangan lupa untuk meninggalkan jejak like juga komentar di setiap episodenya yah. Dan bagi yang punya kelebihan poin, bolehlah kalau mau disumbangin ke author dengan klik vote, hehehe..
Happy Reading kakak..
Salam love, love, love💗💗💗
🌹Tetaplah yakin setiap cerita yang ditulis sepenuh hati pasti akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Nila
dikirain bos
2023-04-04
0
Eni Nuraini
ak salah satu orang yg merasakan spt mba widya, ak mengalaminya di saat usia pernikahan ku 10th.
2022-12-14
0
Darma Ayu
kok ada yah wanita seperti itu dari pertama tau suami berselingkuh hanya bisa berkata ",apa mas kamu bilang",
",apa mas katamu",😏😏😏😏
kalau itu aku pasti udah ngamuk hehehe
tapi ini kan hanya fiktif belaka, enggak tau kalau kenyataan juga ada seperti itu 🙏🙏🙏
2022-10-31
0