...“If I die young burry me in satin, lay me down on a bed of roses sink me in the river at dawn“...
...--Ringtone---...
“Hallo Bu” sahut Anjani mengangkat panggilan pada gawainya.
“An.. Abangmu udah pulang belum?”
“Udah Bu..”
“Bilangin Abang jemput Ibu di rumah Tante Galuh ya.”
“Iya Bu..”
“Ya udah Ibu tutup dulu, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Setelah sang Ibu menutup panggilannya. Anjani lalu beranjak dari tempat duduknya dan segera berjalan menghampiri sang Kakak.
“ Bang Aslam….” panggilnya sambil terus berjalan mendekati kamar Kakaknya itu.
“Iya kenapa Dek?” sahut Aslam sembari membuka pintu kamar.
“Bang Ibu minta di jemput.”
“Oh iya sebentar, Abang pakai baju dulu” jawab Aslam yang masih terlihat menggunakan celana pendek berwarna coklat, dengan rambut yang masih basah, sehabis mandi. Lima menit kemudian Aslam berjalan menuju ruang tamu tempat adiknya duduk menonton TV.
“Adek ikut juga ya,” ucap sang Kakak yang sudah terlihat rapi menggunakan setelan kaos berwarna biru dan celana jeans berwarna hitam.
“Kenapa Bang?” tanya Anjani heran.
“Abang takut kamu kenapa napa sendirian di rumah,” jawab Aslam. Ia memang sangat menyayangi adiknya itu.
“Sweet banget sih Abangku ini..Hehehe” canda Anjani. Aslam hanya tersenyum manis saja melihat tingkah Adiknya yang telah menginjak kelas tiga SMA itu. Anjani lalu berdiri dan mematikan Layar TV-nya.
“Ya udah ayo,” ucapnya sembari menarik tangan sang Kakak.
Mereka kemudian pergi menuju kediaman sang Tante. Jarak yang harus mereka tempuh sekitar 30 menit. Di dalam mobil Anjani duduk di samping kakaknya yang sedang menyetir. Ia duduk santai sambil mendengarkan musik-musik yang ada pada gawainya. Hingga sampai lah mereka di tempat yang dituju.
Mereka berdua lalu keluar dari mobil bermerek Agya tersebut. Di depan rumah sang Tante, terlihat banyak patung-patung aneh berwajah seram, nampak Ibu mereka dan seorang perempuan setengah baya berambut panjang dan berpakaian kaus lengan panjang serta rok panjang tersenyum ramah kepada mereka. Ya itulah Tante Galuh. Selepas kehilangan Ayah mereka Tante Galuh cukup memiliki andil yang banyak dalam membantu perekonomian Ibu mereka.
“Tante,” sapa Aslam yang kemudian mencium tangan sang Tante dan diikuti oleh Adiknya. Galuh nampak tersenyum manis kepada mereka berdua.
“Masuk dulu yuk, biar Tante bikinkan minuman,” ucap perempuan yang memiliki hidung mancung tersebut.
“Tan, kami langsung aja ya. Soalnya udah terlalu malam. Besok pagi-pagi banget rencanannya aku ada acara sama beberapa kepala cabang Bank swasta” jelas Aslam.
“Oh gitu.. ya udah hati-hati di jalan ya.”
“Iya Tante… ayo Bu,” ajak Aslam. Ia kemudian mencium tangan Tantenya kembali dan diikuti oleh Anjani.
“Pulang dulu Ka.. Assalamualaikum,” ucap Maria. Perempuan yang hingga di usianya menginjak 55 tahun itu masih sendiri, hanya menunjukan jawaban tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam mobil dengan posisi Aslam di kursi pengemudi, Ibu mereka duduk di samping Aslam, dan Anjani yang duduk di kursi belakang. Pemuda berusia 25 tahun itu pun lalu menghidupkan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang.
“Adek kenapa dari tadi diam aja?” tanya Aslam sambil terus menyetir. Ia merasa aneh dengan adiknya yang sedari tadi tidak membuka obrolan sama sekali.
“Anjani.. kenapa Nak?” sambung Maria yang menengokan kepalanya ke kursi belakang untuk melihat kondisi putrinya itu, anehnya Anjani tetap tidak menjawab, dia hanya terdiam memandang ke arah jendela mobil.
“Aslam nanti mampir sebentar ke warung makan ya, Adekmu kayanya belum makan. Soalnya tadi sore Ibu lupa masak.”
“Oh iya Bu,” jawab Aslam.
Mobil terus melaju, hingga tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi pada Anjani. Ia melantunkan sebuah lagu dengan suara yang mendayu-dayu dan kepala yang di gerakkan ke arah kiri dan kanan .
“Ampar-Ampar Pisang, Pisangku balum masak. Masak sabigi dihurung bari-bari mangga lepok mangga lepok patah kayu bengkok. Bengkok dimakan api. Apinya cangcurupan. Nang mana batis kutung di kitip bidawang, nang mana batis kutung di kitip bidawang.”
–Lagu daerah Kalimantan Selatan-
Aslam terkejut mendengar sang Adik yang tiba-tiba menyanyikan lagu yang tidak ia ketahui, ia kemudian mengintip adiknya dari kaca spion tengah mobil. Ibunya yang sedari tadi memperhatikan Anjani pun nampak ketakutan sendiri.
“Aslam adikmu kenapa ini!” tanya Maria sembari menepuk-nepuk pundak putranya. Melihat ekspresinya Ibunya yang ketakutan, Aslam lalu melambatkan laju mobilnya dan melipirkan di jalanan yang sudah sepi. Ia memalingkan tubuhnya ke arah Sang Adik yang terlihat sudah tidak sadarkan diri tersebut.
“Adek.. Kamu kenapa Dek..” ucap Aslam yang terlihat khawatir, tiba-tiba saja Anjani berhenti bernyanyi, gerakan kepala ke kiri dan kanannya pun juga sudah berhenti.
Dengan tatapan kosong ke depan dan mata yang memutih ke seluruhan. Anjani berucap sambil mengeluarkan air mata, “buhan ikam yang meulah hual, buhan ikam kada bakal talapas!” bentaknya. Tubuhnya pun lalu terpental kebelakang dan pingsan.
“Ya Allah Anakku!” Seru Maria. Ia lalu membuka pintu mobilnya dan berpindah duduk ke kursi belakang untuk menemani sang putri. “Cepat ke rumah sakit Aslam!” teriak Maria yang terlihat sangat khawatir. Aslam pun lalu menghidupkan mesin mobilnya dan melaju menuju rumah sakit terdekat.
“Ya Allah Anjani bangun Nak…”
Sesampainya di Rumah Sakit, Anjani segera dibawa ke ruang UGD dan dilakukan pemeriksaan. Seorang Dokter berperawakan tinggi dan gagah mendekati mereka, “nggak papa ini Bu.. kondisinya baik cuma tensi darahnya saja yang sedang turun, cukup istirahat aja pasti pulih kok,” ucap Dokter yang terlihat seusia dengan Aslam tersebut.
“Beneran Dok?!” tanya Maria yang terlihat masih khawatir.
“Iya bu nanti saya resepkan obat dan vitaminnya,” sahut Dokter tersebut dengan tenangnya.
“Iya Dok tolong di resepkan,” sambung Aslam. Setelah mendapatkan resep dari sang Dokter mereka pun pulang.
*******
Sesampainya di rumah, Anjani langsung di baringkan ke tempat tidurnya. Maria dan Aslam pun lalu pergi ke ruang makan untuk berbicara.
“Bu, ada apa sebenarnya ini? Apa ada yang Ibu sembunyikan dari kami?” tanya Aslam dengan ekspresi yang begitu serius.
“Tidak ada Nak, apa yang harus Ibu sembunyikan dari kalian?” jawab Maria dengan lembut.
“Bu.. aku trauma berat dengan kejadian dulu, saat terakhir kalinya kita melihat Ayah. Aku takut kisah itu terulang lagi Bu.”
“Nggak ada yang akan terulang Nak,” jawab Maria meyakinkan putranya tersebut.
“Kisah apa Bang, Bu?” potong Anjani dari arah belakang. Kebetulan ruang makan mereka berdekatan dengan kamarnya.
“A..A..Adek kamu udah bangun?” tanya Aslam yang menjadi salah tingkah.
Tanpa mempedulikan pertanyaan sang Kakak. Anjani berjalan maju mendekati Ibunya dan Aslam.
“Bu.. Bang.. kisah apa? ada apa sebenarnya dengan Ayah?” tanya Anjani, “Bukannya Abang dan Ibu bilang Ayah udah meninggal karena sakit sebelum aku lahir?” lanjutnya lagi.
“Adek kamu duduk dulu..bawa tenang dulu.. kamu baru sadar,” ucap Aslam menenangkan sang Adik sambil menarik badannya ke kursi makan. Anjani pun terduduk, ia kemudian berbicara kembali dengan suara yang lebih kecil, “tolong jangan ada yang di rahasiakan Bang, Bu.. Aku sangat percaya kalian lebih dari siapapun.”
Maria dan Aslam terdiam sebentar mereka saling menatap satu sama lain, mengisyaratkan bahwa salah satu dari mereka harus berbicara, Maria kemudian memandang putrinya yang cantik tersebut. Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya dari indra penciumannya dengan sekali hembusan.
Ia pun berucap,“mungkin sudah saatnya kamu tau kebenarannya Nak.”
“ Semuanya berawal berpuluh-puluh tahun yang lalu..” lanjutnya.
“Ibu dan Ayah terlahir di sebuah kampung kecil bernama desa hambuku di daerah Kandangan, Kalimantan Selatan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Hizrah
desa hambuku amuntai..tk mengira dpt cerita dr asal kampung kami..author orang mana sih...
2021-02-09
3
Hania Putri Bangsa
ngga ada translate bahasa daerah nya ya? aku jd bingung sendiri 😁
2021-01-06
5
Ridho Wahyu Utomo
mantap thor
2020-12-10
1