Mata Bu Wulan langsung mengarah pada pintu yg mulai terbuka. Benar saja, yg ia tunggu sudah pulang. Ia merasa lega melihat Nindi baik baik saja. Matanya mulai memperhatikan Nindi, betapa sakit hatinya melihat keadaan anaknya sekarang. Wajah kusam, rambut acak acakan, baju kusut, tidak ada senyum di wajahnya. Mengapa ia baru menyadari nya sekarang? Kemana saja ia selama ini? Ke egoisan nya telah membutakan mata nya.
Bu Wulan langsung menghampiri Nindi dan berusaha bersikap sehangat mungkin.
"Kamu sudah pulang sayang, mama baru aja selesai masak. Makan malem bareng yuk." Ajak bu wulan sembari menggandeng tangan Nindi. Lagi lagi bau alkohol menyengat dari tubuh Nindi, tapi Bu wulan menahan diri untuk tidak marah, ia harus bisa mengenyampingkan ego nya untuk saat ini. Dan seperti kata bu indri, ia tidak boleh menunjukan bahwa Nindi salah.
"Aku gak lapar Ma." Nindi melepaskan tangan bu wulan yg berada di lengan nya dan berjalan menaiki tangga.
"Ya udah, gak apa apa. Atau kamu mau mandi? Mama siapin air panas nya ya?"
Lagi lagi Nindi tidak menjawab. Tetap saja melangkahkan kaki nya. Bu Wulan menyusul Nindi dan tetap berusaha untuk membujuk nya.
"Kamu beneran gak laper? Kamu udah makan ya di luar?" Tapi pertanyaan itu kembali di acuhkan. Emosi bu wulan mulai naik, tapi sebisa mungkin ia menahan nya.
Nindi masuk ke dalam kamarnya yg di susul Bu Wulan, Nindi membiarkan nya. Tidak mencegah bu wulan untuk masuk.
Nindi duduk di tepi ranjang nya, ia menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangan, dengan sikut menempel pada paha. Bu Wulan pun ikut duduk di samping Nindi.
"Sayang..." Bu Wulan menggapai tangan Nindi yg digunakan untuk menyembunyikan wajahnya. Nindi tidak lagi menolak, ia membiarkan tangan nya di genggam ibunya.
"Mama minta maaf.. hiks.." Bu Wulan mulai terisak.
"Maafkan Mama sayang,,, Maafkan Mama.. hhuuu... hiks.."
"Mama egois, tidak memikirkan kamu, mama hanya memikirkan diri sendiri. Mama minta maaf.. huuu...hiks hiks"
"Mama stres dengan kasus ayahmu. Semua teman teman Mama memojokan Mama, menyindir, menghina, semua pergi saat Mama jatuh. Mama marah, tapi tidak bisa melampiaskan kemarahan Mama. Tanpa sadar Mama melampiaskan kemarahan Mama sama kamu..."
Bu Wulan bersimpuh di lantai menggenggam tangan Nindi seperti seorang anak tengah sungkem pada orang tuanya.
Memohon pada putrinya agar bisa memaafkan segala kesalahan nya selama ini. Tangis Nindi mulai pecah ia mulai terisak, ekspresi nya tak terbaca. Entah marah, atau memaafkan ibunya.
"Mama egois, memikirkan diri sendiri, Mama egois.. Mama egois.. Mama jahat.." Bu Wulan memukul mukul kan tangan Nindi yg ia genggam pada kepalanya sendiri. Nindi melepaskan tangan nya dari genggaman ibu nya.
"Iya.. Mama egois. Kemana aja Mama selama ini? Kenapa baru menyadari sekarang." Ekspresi nya nampak datar. Tidak ada tangisan. Tatapan Nindi mengarah lurus ke depan.
"Maafkan mama sayang maafkan Mama.. hhuuu..."
"Apa mama tau yg aku alami selama ini? Haahh?!!" Mata Nindi menatap wajah ibunya yg juga menatapnya dengan deraian air mata di pipinya. Nada bicara Nindi mulai meninggi.
"Apa mama tau aku tidak punya siapapun selain diri sendiri?" Nindi berkata dengan tatapan tajam dengan mengarahkan jari telunjuk ke arah dadanya. Kemudian ia tersenyum miring seolah mengejek. Kemudian ia berdiri.
"Tentu saja mama tidak akan tau. Aku tidak ada arti apa apa bagi Mama dan Papa." Bu Wulan meraih tangan Nindi.
"Sayang..."
"Stop panggil aku sayang..!!" Bentak Nindi menepis tangan ibunya. Tentu saja bu wulan sangat terkejut dengan suara Nindi. Marah, tentu saja ia marah. Tapi ia harus tetap menahan diri untuk tidak meluapkan amarahnya.
"Kemana kamu selama ini?! Kenapa baru panggil aku sayang sekarang??" Nindi berhenti sejenak, kemudian melanjutkan,
"Ooh.. aku tau. Karena sekarang kamu gak punya teman. Jadi kamu kembali padaku. Ibu macam apa kamu ini.!"
Bu Wulan sudah tidak bisa menahan amarah nya. Ia berdiri menghadap Nindi dan membentaknya.
"Nindi..!!!" Bentaknya.
"Apa?!" seolah menantang Nindi memajukan wajahnya dengan kedua tangan di pinggang. Ia pun tersenyum miring.
"Tersinggung? kenapa harus tersinggung kalau kenyataan nya memang begitu?" Nindi seolah meledek ibunya. Bu Wulan semakin tersulut emosi. Emosinya sudah sampai di ubun ubun. Emosi yg ia tahan tidak lagi bisa di tahan nya.
"Nindi..!!" Bentak nya dengan tangan yg bersiap menampar pipi Nindi. Sebelum tangan itu mendarat di pipi Nindi, Nindi kembali membentak ibu nya.
"Maa...!!!" nada suara Nindi tak kalah tinggi. Bu Wulan mengurungkan niatnya untuk menampar Nindi.
"Sejak kapan kamu berani seperti ini sama Mama Nindi?!!" Bentak bu wulan.
"Sejak aku melihat kalian selalu bertengkar. Sejak aku sadar kalian tidak punya waktu untukku. Sejak Papa sibuk dengan politik nya, sejak Mama sibuk dengan teman sosialita, sejak aku tidak punya teman cerita, sejak aku merasa terbuang, sejak aku merasa bahwa kehadiranku tidak kalian inginkan.!".
Nindi mulai menangis, ia tidak bisa lagi menahan air matanya. Bu Wulan tertegun mendengar perkataan Nindi. Sedalam itukah akibat dari perbuatannya? Sungguh ia tidak pernah berpikir akibatnya akan seburuk ini. Selama ini ia pikir semua baik baik saja.
"Semenjak itu aku merasa hidup sendiri. Tapi aku masih punya Tuhan untuk mengadu, aku selalu berdo'a pada Tuhan untuk mengembalikan keluarga ku. Aku percaya bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan ku. Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan do'a ku Ma?!"
"Ternyata Tuhan tidak ada. Kalau pun ada dia tidak menyayangiku Ma! keluarga ku hancur, kenapa Tuhan tidak mengabulkan do'a ku kalau memang Tuhan itu ada. Kenapa ma?! kenapa?!" Nindi berteriak teriak sembari melempar barang barang di dekatnya.
"Aaahhhkkk!!" Teriak Nindi.
"Aku hanya minta pada Tuhan untuk mengembalikan kalian seperti dulu lagi. Tapi Tuhan malah mengambil semuanya dariku. Aku benci Tuhan. Aku bencii!!" (Nindi histeris).
"Saat teman temanku tau tentang papa, mereka menghilang Ma, mereka membenci keberadaan ku. Aku sendiri, mereka tidak mau lagi berteman denganku Ma. Apa salahku Ma? Katakan apa salahku Ma?" Nindi berkata dengan lirih, ia mengguncang guncangkan bahu ibunya meminta jawaban.
Bu Wulan memeluk Nindi dan menangis.
"Kamu gak salah sayang, kamu gak salah. Kami yg salah, kami orang tua yg buruk. Maafkan kami sayang, maafkan.." Bu Wulan membelai kepala Nindi dengan berurai air mata.
"Aku gak tau harus kemana Ma. Semuanya tidak menginginkan keberadaanku Ma. Mata mereka, mata mereka menatapku dengan tatapan jijik, dengan tatapan hinaan. Aku benci mata mata itu Ma! Aku benci! huuu...." Nindi menangis tersedu sedu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sashi Aya
Semangat Author 🔥🔥
Dapat salam manis dari "(Not) Summer"🤗
Jangan lupa mampir dan mari saling mendukung
Sudah aku bom like n komen.. Juga rate loh
2020-11-07
1