Bu Wulan seolah mendapat tamparan yg sangat keras. Hatinya tiba tiba terasa sakit. Air mata nya mulai terjatuh. Bu Indri jadi merasa tidak enak sudah berkata seperti itu.
"Maaf bu, kalau perkataan saya menyinggung perasaan anda." Ucap bu indri.
Bu Wulan menghapus air matanya,
"Tidak apa apa bu, memang seperti itu kenyataan nya. Saya terlalu sibuk dengan dunia saya sendiri. Sampai saya lupa bahwa Nindi membutuhkan saya. Saya menganggap bahwa Nindi sudah besar, sudah bisa menjaga diri sendiri. Dan saya merasa, saya tidak perlu tau urusan dia." Air mata membasahi pipi Bu Wulan, Bu Indri memberikan tempat tisu yg ada di meja nya, bu wulan menerimanya.
"Maaf bu, boleh saya bertanya?" Tanya bu indri yg di jawab anggukan oleh bu wulan yg tengah menyeka air matanya.
"Apakah kondisi Nindi saat ini baik baik saja?" Tanya Bu Indri.
"Saya rasa tidak bu, kemarin dia pulang larut malam. Dan tadi pagi pun dia mengacuhkan saya. Saat dia keluar rumah, saya pikir dia ke sekolah bu."
"Sebenarnya bukan hanya sekali Nindi bolos bu. Dia sering seperti ini sejak duduk di kelas 11. Sebelumnya, dia masih rajin, nilai nya sangat baik, dia juga anak yg ceria, anak yg aktif. Tapi semua itu hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Nindi berubah menjadi pendiam, nilai nya mulai menurun. Nindi jarang masuk sekolah. Dan anak anak yg lain juga mengeluhkan, saat mereka di beri tugas kelompok, Nindi lebih banyak melamun. Dan terkadang juga tidak ikut membantu dalam tugas mereka."
Bu Wulan mendengarkan dan mencerna setiap perkataan bu indri. Sudah lama Nindi seperti ini? Tapi betapa bodohnya ia sebagai seorang ibu tidak menyadari perubahan pada putrinya sendiri.
"Saya sering mengajak Nindi bicara dari hati ke hati. Karena saya yakin, di balik perubahan nya, ada penyebab. Tidak mungkin Nindi berubah sangat drastis kalau masalah yg ia hadapi tidak berat. Tapi Nindi tidak pernah mau terus terang pada saya. Pada teman dekat nya pun dia tidak menceritakan nya..."
"Tapi meski begitu, Nindi masih berbaur dengan teman nya, tapi dia menjadi sosok yg pendiam, sering melamun. Jarang sekali saya melihat Nindi tertawa. Anda sebagai ibunya, saya yakin anda lebih tau mengenai putri anda."
"Saya benar benar tidak tau bu. Saya memang seorang ibu yg buruk. Saya begitu bodoh, tidak mengetahui permasalahan anak sendiri." Air mata tak henti hentinya mengalir.
"Tadi ibu bilang, kalau Nindi mengacuhkan ibu. Sepertinya, mohon maaf, tapi ini menurut pandangan saya. Sepertinya Nindi marah pada anda, karna saya rasa tidak mungkin Nindi seperti itu pada ibunya sendiri."
"Saya tidak sengaja menamparnya karna ia pulang larut malam dan.." Bu Wulan ingin mengatakan bahwa Nindi minum alkohol, tapi ia mengurungkan nya. Ia tidak ingin membuat anaknya lebih buruk di mata orang lain.
"Saya kesal karna keadaan saya yg seperti ini. Anda pasti paham maksud saya."
"Iya bu, saya paham itu. Tapi kalau Nindi masih seperti ini, saya tidak bisa lagi memberikan beasiswa pada Nindi." Bu Indri berhenti sejenak, sebelum melanjutkan,
"Kami memberikan beasiswa pada murid berprestasi. Karena dulu Nindi anak yg sangat pintar. Dia selalu menjadi juara di sekolah, begitu pun tahun pertama di sekolah ini. Tapi sekarang sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Dengan berat hati pihak sekolah mencabut beasiswa putri ibu. Nindi masih bisa sekolah disini, tapi harus membayar sepenuhnya semua pembayaran. Saya mohon maaf bu."
"Saya tidak mempermasalahkan hal itu bu, yg saya tidak mengerti, ada apa dengan Nindi? Saya sungguh tidak tau." Tangis Bu Wulan semakin menjadi.
"Saya juga tidak punya jawaban untuk itu Bu. Saya rasa anda harus bertanya langsung pada Nindi."
"Tapi melihat saya saja dia tidak mau bu."
"Mungkin dia masih marah, tapi saat nanti dia pulang, cobalah untuk bicara baik baik. Tahan emosi anda. Menghadapi amarah jangan dengan amarah. Ajak dia bicara perlahan, anda harus bisa menjadi ibu, sahabat, dan teman curhat untuknya. Anda harus bisa menjadi sahabat bagi Nindi. Tanyakan padanya, apa masalah yg ia hadapi. Kalau dia masih tidak mau bicara, jangan paksa dia. Dan katakan padanya kalau anda bersedia menunggunya untuk bicara. Jangan ada kata kata yg menunjukan bahwa dia salah atau dia lemah. Saya yakin anda bisa melakukannya." Jelas bu indri.
"Saya akan mencobanya bu."
"Baiklah, itu saja yg ingin saya sampaikan. Semoga anda bisa mengembalikan Nindi yg dulu."
"Baik bu, terima kasih untuk semuanya." Ucap Bu Wulan.
"Saya mohon maaf atas keputusan sekolah."
"Saya mengerti Bu, saya permisi."
"Silakan.."
"Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam..."
Bu Wulan keluar dari ruangan bu indri dan berjalan menuju mobilnya. Banyak mata yg melihat nya dengan tatapan tidak suka. Pasti mereka tau, siapa perempuan yg sedang mereka lihat. Ingin rasanya ia menampar wajah wajah itu satu persatu. Tapi tentu saja itu bukanlah hal yg pantas. Bu Wulan mengabaikan nya dan memasuki mobil. Di perjalanan tangisnya kembali pecah. Ia memukul mukul kemudi, merasa kesal, marah, pada dirinya sendiri.
"Maafkan mama Nindi..." Gumam Bu Wulan dengan berurai air mata.
Bu Wulan melajukan mobil dengan lebih cepat, berharap Nindi sudah pulang ke rumah. Ia ingin segera mengajak Nindi bicara. Ia meraih ponsel yg berada di sampingnya. Ia mencari nama Nindi dan memanggilnya, tapi telpon nya tidak diangkat. Sudah tiga kali bu wulan mencobanya, di panggilan ke empat ponsel Nindi menjadi tidak aktif. Bu Wulan semakin khawatir, ia menambah kecepatan mobilnya.
Setiba nya di rumah, ia masuk ke dalam rumah, dan ternyata rumah masih terkunci. Ia baru ingat, saat ia pergi tadi pintunya ia kunci. Ia memutuskan untuk menunggu Nindi pulang. Bu Wulan sangat bingung, ia harus menghubungi siapa. Ia tidak punya satu pun nomor ponsel teman Nindi.
Siang berubah menjadi sore, Nindi belum juga pulang. Bu Wulan semakin khawatir dengan putrinya itu. Hari mulai gelap, Bu Wulan mondar mandir di teras rumah, sesekali melihat ke arah jalan berharap melihat Nindi, tapi tidak ada. Lama ia di posisi nya, tapi yg di tunggu tak kunjung datang. Sudah jam 7 malam, Bu Wulan memutuskan untuk memasak makan malam. Kalau Nindi pulang nanti, Nindi bisa langsung makan. Pikirnya.
Bu Wulan mulai beranjak ke dapur untuk memasak. Ia ingin memasak makanan kesukaan Nindi, tapi lagi lagi ia tidak tau apa makanan kesukaan Nindi. Ia semakin merasa jadi ibu yg gagal. Tapi ia ingat, dulu Nindi sangat suka dengan sayur asem. Bu Wulan mulai memasak sayur asem, berharap putrinya akan menyukai nya.
Selesai memasak, ia menata masakan nya di atas meja makan, menata piring untuk dua orang, dan dua gelas yg di isi air minum. Saat menuang air di gelas, terdengar pintu terbuka.
ceklek...
To Be continue...
Jika ada yg salah dalam penulisan, atau kekurangan apapun itu. Mohon meninggalkan pesan pada kolom komentar, agar saya bisa memperbaiki tulisan saya.
Terima Kasih 🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sashi Aya
Fighting Author 🔥🔥
2020-11-07
1