BAB 2

Reza menyandarkan tubuh dan kepalanya pada sandaran sofa yg ia duduki. Ia memejamkan matanya, merasa sangat melelahkan di hari itu.

"Bagaimana ceritanya Za?!"Bu Dewi bertanya dengan tidak sabar.

"Tadi aku lagi di depan palang pintu kereta, aku lihat orang orang pada teriak histeris. Aku keluar dari dalam mobil untuk melihatnya, ternyata ada perempuan bersimpuh di rel kereta, sedangkan jarak kereta semakin dekat, aku berlari sekuat tenaga dan menarik tangannya sebelum kereta itu menghantam tubuh nya."

Bu Dewi dan Pak Dharma mendengarkan dengan serius.

"Aku bawa ke rumah sakit karna dia pingsan, saat di rumah sakit, aku keluar untuk cari minum. Saat aku kembali dia sudah tidak ada. Mungkin dia sadar dan pergi." Reza menjelaskan kejadian.

"Tapi kamu gak apa apa kan Za?" Bu Dewi memeriksa bagian bagian tubuh Reza takut ada luka disana.

"Aku baik baik aja ma." Reza berhenti sejenak. "Tapi aku khawatir padanya."

"Kenapa harus khawatir? Dia bukan siapa siapa. Bahkan dia tidak tau terima kasih. Sudah di tolong malah kabur gitu aja." Bu deewi kesal.

"Aku yakin dia lagi ada masalah besar ma, dokter juga bilang begitu. Dia sedang stres dan depresi."

"Itu bukan urusanmu Za. Untung kamu tidak apa apa." Pak Dharma ikut bicara.

Reza beranjak dari duduknya.

"Mau kemana?"

"Mau mandi ma,"

Reza menuju kamarnya dan langsung mengguyur kepala dan tubuhnya dengan air dingin berusaha menyegarkan kembali pikirannya.

...****...

Nindi berjalan setelah keluar dari rumah sakit, ia berjalan tak tentu arah. Ia bingung harus kemana, ia terlalu malas untuk pulang ke rumah. Ia juga sudah tidak punya teman. Semua temannya menghilang bak di telan bumi. Dulu, kalau ada masalah di rumahnya. Ia selalu menginap di rumah teman nya. Tapi setelah teman temannya mengetahui berita mengenai ayahnya, semua orang menjauhi nya. Seperti tidak pernah mengenalnya dan tidak ingin mengenalnya.

Saat ini segala emosi menguasai dirinya. Ia benar benar tidak bisa mengendalikan nya. Perasaan marah, malu, kecewa, sedih, semua menjadi satu. Membuatnya semakin terpuruk dengan keadaan. Mau tidak mau, Nindi memilih pulang ke rumah, ia akan mengacuhkan semuanya. Ia sudah muak dengan hidupnya.

Dalam perjalanan pulang, Nindi melewati sebuah bar. Ia masuk ke dalam bar itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia menginjakan kaki di tempat seperti itu. Nindi mulai mencoba minum alkohol, mulai merokok, kini Nindi sudah tidak menjadi dirinya yg dulu. Nindi yg manis, ceria, itu sudah tidak ada.

Nindi memutuskan untuk pulang ketika sudah larut malam. Ia berharap ibunya sudah tidur ketika ia sampai di rumah. Benar saja, lampu di dalam rumah sudah mati, pasti penghuni nya sudah tidur. Nindi membuka pintu secara perlahan, kemudian berjalan perlahan. Berusaha tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Tiba tiba!

"Dari mana saja kamu Di?!!" Tiba tiba lampu menyala, dan suara itu mengejutkan nya. Suara langkah kaki semakin mendekat ke arahnya.

"Bukan urusan mama" Nindi menjawab dengan ketus. Kemudian ia menaiki tangga menuju kamarnya. Bu Wulan menyusul langkah Nindi

"Kemana saja kamu jam segini baru pulang hah?!!" Bu Wulan membentak Nindi, membuat langkah anaknya itu terhenti dan berbalik menghadap ibunya yg berdiri di belakangnya.

"Apa peduli mama?" Nindi seolah menantang dengan kedua tangan di pinggang dan mengangkat kedua alisnya.

"Bau apa ini? Kamu minum hah?! Ada apa dengan mu Di?!" Nada suara Bu Wulan semakin tinggi.

"Kalau aku jawab iya, mama mau apa?!" Nada suara Nindi semakin menantang.

pllaaakkk

Bu Wulan menampar pipi Nindi tanpa sadar. Mendapat tamparan keras seperti itu, membuat Nindi semakin marah. Bu Wulan nampak kaget dengan kelakuan nya sendiri. Ia berusaha meraih pipi Nindi yg memerah karena tamparan nya. Tapi kemudian Nindi membalik kan tubuh dan berlari ke kamarnya. Ia membanting pintu, meninggalkan ibunya yg menggedor gedor pintu.

"Di,,! buka pintunya Di.. mama belum selesai bicara! Di.. Di..!!" Namun tidak ada suara apapun dari dalam kamar itu. Bu Wulan membiarkan Nindi dan pergi ke kamar. Mungkin kalau sudah tenang, Nindi bisa di ajak bicara. Pikirnya.

Nindi kembali menangis, dan menangis. Ia sungguh frustasi dengan hidupnya. Semalaman ia habiskan untuk menangis, menjelang pagi matanya baru tertidur.

Sebenarnya Nindi anak yg ceria, manis, dan pintar. Tapi itu dulu, sebelum permasalahan datang satu persatu.

Saat masih SMP, Nindi selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolahnya, bukan hanya di kelas, tapi satu sekolah. Ia murid yang ceria, manis dan penurut. Hingga masuk SMA pun ia mendapatkan beasiswa karna prestasi nya.

Setelah satu tahun di SMA Nindi mulai berubah. Ia bukanlah Nindi yg dulu. Ia sering melamun, bersedih, dan menjadi orang yg pendiam. Sudah tidak ada lagi keceriaan. Perlahan nilai nya semakin turun, semakin lama bukannya meningkat malah semakin buruk. Nindi sering bolos, tidak mengikuti mata pelajaran. Guru sering menegurnya karna prestasi nya yg turun dengan drastis.

Terlebih, saat berita tentang penangkapan ayahnya yg dituduh sebagai koruptor muncul di semua media pemberitaan. Mulai dari Televisi, Koran, dan pun di Media sosial. Ayah Nindi seorang yg memimpin kota bandung, tentu saja semua orang akan mengenal ayahnya. Semua orang tercengang ketika melihat berita pemimpin di kota bandung menghabiskan uang negara sebesar 5M.

Semua teman teman Nindi menanyakan kebenaran tentang berita itu, satu per satu teman Nindi menelpon, menanyakan hal yg sama. Nindi mulai stress ia mematikan ponsel nya yg tidak berhenti berdering. Nindi termasuk orang yg memiliki banyak teman. Ya, karena memang ia pintar dan ayahnya orang yg berpengaruh di kota nya membuat banyak orang ingin menjadi temannya.

Nindi sangat terpuruk, bukannya mendapatkan dukungan dari teman temannya, ia malah di todongi pertanyaan pertanyaan yg membuatnya semakin terpuruk. Belum lagi emosi ibunya yg tidak stabil, sering marah marah membuat Nindi semakin frustasi dan menyalahkan Tuhan.

Nindi selalu berdo'a dan berdo'a. Karena ia yakin Tuhan akan mengabulkan do'a nya. Tapi ia tidak merasa demikian. Ia merasa keberadaan Tuhan itu palsu, ia berpikir bahwa Tuhan itu tidak ada. Nindi semakin menyalahkan Tuhan, ia merasa tidak ada satupun do'a yg selalu ia panjatkan yg dikabulkan oleh Tuhan. Kondisi nya semakin memburuk.

"Dimana keberadaan Tuhan itu? tidak ada. Tuhan itu tidak ada, kalau pun ada, Tuhan tidak menyayangiku, Tuhan tidak adil padaku. Kenapa aku tidak bisa seperti yg lain? Kenapa Tuhan? Kenapa?" Rintih hati Nindi di malam itu.

selamat memperingati maulid Nabi Muhammad Saw. 1442 H.

🙏🥰

Terpopuler

Comments

pinnacullata pinna

pinnacullata pinna

kasian dia 😭

2020-11-24

1

Sashi Aya

Sashi Aya

Hua ikutan sedih😭

2020-11-07

1

🍀🍀🌿🍁🍁

🍀🍀🌿🍁🍁

lanjut

2020-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!