BAB 3

Bu Wulan tidak bisa tidur memikirkan anaknya. Memikirkan hidupnya yg berantakan. Hatinya sakit, melihat kondisi putri smatawayang nya yg seperti ini. Putri nya yg ceria sudah tidak ada lagi. Ia pun sadar, dirinya lah penyebab dari semua perubahan itu. Akhir akhir ini emosi nya selalu meluap luap. Ia juga stress, semua teman arisan dan teman teman sosialita nya menjauh, membicarakan permasalahan hidupnya di depan matanya sendiri. Menggunjing, menghina, merendahkan. Itu membuat emosi nya tidak stabil, melampiaskan semua emosi pada putri nya. Ia juga merasa bersalah pada Nindi.

Bu Wulan menangis semalaman. Ia benar benar tidak bisa tidur. Menjelang pagi, ia memutuskan memasak untuk sarapan. Karena di rumah sudah tidak ada ART, jadi semuanya di siapkan sendiri. Akibat penangkapan suaminya, ekonomi keluarga menurun karna banyak nya fasilitas dan uang yg di sita oleh negara. Bu Wulan memutuskan untuk memecat ART di rumahnya karna takut tidak bisa menggaji nya lagi.

Bu Wulan menuju dapur untuk mulai memasak, karna hari ini hari senin, Nindi kembali bersekolah. Semoga saja ia bisa membujuk Nindi dan mengajak nya bicara dari hati ke hati. Bu Wulan mulai mengupas bawang ia akan memasak nasi goreng dan telor ceplok. Selesai memasak kemudian ia menuju kamar Nindi untuk membangunkan nya.

Ia ragu untuk mengetuk pintu atau tidak. Ia takut Nindi masih marah padanya. Kemudian ia memutuskan untuk mengetuk pintu.

tookk... tookkk... tookkk...

"Sayang, sudah bangun belum? Ayo sarapan. Mama sudah siapkan sarapan nya.."

Bu Wulan berinisiatif membuka pintu, tapi pintu itu dikunci dari dalam. Bu Wulan menjadi panik, ia kembali menggedor gedor pintu, kali ini lebih keras. Ia takut terjadi apa apa pada Nindi, karena semalam Nindi masuk kamar dalam keadaan marah.

"Nindi..!! Buka pintu nya sayang! Kamu sedang apa?!"

"Nindiii...!!!" Bu Wulan semakin panik. Ia mencoba mencari kunci cadangan di laci kamarnya. Satu persatu laci ia buka, membongkar semua isi laci. Entah mengapa kalau dalam keadaan panik mencari sesuatu sangat sulit.

"Akhirnya ketemu!" Bu Wulan segera menuju kamar Nindi kembali untuk membuka pintu. Saat ia hendak memasukan kunci dan memutarnya, pintu itu terbuka dari dalam.

"Nindi, kamu baik baik aja sayang? Kenapa lama sekali buka pintu nya? Mama khawatir sayang"

Bu Wulan meraba bagian bagian tubuh Nindi, takut terjadi sesuatu pada putri nya. Tapi Nindi membisu, pura pura menjadi tuli dan tidak melihat ibunya. Nindi berjalan mengacuhkan ibu nya tanpa sepatah kata pun. Bu Wulan hanya termenung, matanya sudah tak bisa menahan buliran air mata. Hatinya sakit, tapi juga kasihan dengan nasib putri nya yg menjadi seperti ini.

Bu Wulan langsung menghapus air mata, dan mengejar Nindi yg mulai menjauh. Ia harus bisa membujuk Nindi, ia tidak akan marah marah lagi, ia harus bisa sabar menghadapi putrinya.

Nindi duduk di meja makan untuk sarapan. Bu Wulan menyendok kan nasi ke piring dan meletakkan telor ceplok di atasnya dan memberikan nasi itu pada Nindi.

"Makan yg banyak sayang, biar kamu sehat" Ucapnya sembari mengusap kepala Nindi. Tapi Nindi tetap diam, menganggap ibunya tidak ada. Bu Wulan duduk di depan Nindi, Nindi memakan sarapan nya dengan kepala tertunduk. Mungkin ia terlalu benci untuk menatap wajah ibu nya.

"Hari ini kamu sekolah mau mama antar?" Tanya Bu Wulan.

Nindi masih saja diam, makan pun sepertinya ia malas. Bu Wulan menghela nafas, menahan diri untuk tidak emosi menghadapi putri nya yg mendiamkan nya.

"Maafkan sikap mama yg semalam ya nak. Mama tidak bermaksud untuk..." Belum selesai bicara Nindi bangkit dari duduk nya, dan meninggalkan ibunya setelah menegak air minum di depan nya.

"Kamu mau kemana sayang? Sarapan nya habiskan dulu. Nindii..!!"

Nindi tetap tidak menganggap keberadaan ibunya. Ia pergi meninggalkan ibunya yg terisak. Bu Wulan menangis, sakit hati diperlakukan seperti itu oleh anaknya sendiri. Situasi ini sangat membuatnya stress. Tapi ia mencoba untuk tegar dan sabar.

Bu Wulan merapikan seisi rumah, termasuk kamar Nindi. Saat ia memasuki kamar Nindi, ia sangat terkejut. Kamar yg dulu selalu rapi, wangi, sudah tidak ada lagi. Dan setelah sekian lama, ia baru menginjakan kaki nya di kamar itu lagi. Karena memang selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Dan yg selalu merapikan kamar Nindi selama ini adalah ART. Kamar itu sangat berantakan. Baju kotor bertebaran, selimut, bantal awut awutan. Bu Wulan mulai memunguti baju baju kotor di lantai.

Tiba tiba ia terdiam, matanya menatap gambar dirinya, Nindi dan suaminya yg tergeletak di lantai dengan kaca yg berserakan. Di gambar itu ketiganya tersenyum bahagia. Mungkin Nindi yg memecahkannya. Ia mengambil foto itu dan meletakkannya kembali di dinding. Bu Wulan memunguti serpihan kaca yg berserakan dengan berurai air mata.

Hatinya sakit, melihat kondisi keluarganya yg berantakan.

Saat tengah membersihkan kamar Nindi ponselnya berbunyi, tandanya ada panggilan masuk.

"Hallo..?" Sapanya.

"Selamat pagi Bu, betul dengan Ibu Wulan, ibu dari Anindia Puteri Atmadja?" Tanya seorang wanita di seberang telpon.

"Betul bu, dengan siapa saya bicara?"

"Saya Indri, kepala sekolah Nindi."

"Iya, apa terjadi sesuatu dengan putri saya?" Tanya Bu Wulan. Takut terjadi sesuatu pada putri nya.

"Ada hal yg ingin saya bicarakan dengan ibu. Bisakah ibu ke sekolah sekarang juga?"

"Baik bu, secepatnya saya kesana."

"Baik kalau begitu, saya tunggu. Terima kasih" Bu Indri memutuskan panggilan.

Bu Wulan segera bersiap siap memenuhi panggilan kepala sekolah Nindi. Ia berangkat mengendarai mobilnya, sesampainya ia di sekolah Nindi, ia berlari lari kecil menuju ruang kepala sekolah.

tokk,, tokk,, tokk..

"Masuk.." Bu Indri mempersilakan.

"Selamat pagi Bu." Sapa Bu Wulan.

"Pagi. Silakan duduk bu." Bu Indri mempersilahkan.

"Ada apa ya bu? Apa anak saya membuat masalah?" Bu Wulan mulai khawatir.

"Maaf sebelumnya, saya tidak tau pasti masalah Nindi seperti apa, mungkin sebagian besar dari..." Bu Indri berhenti sejenak.

"Maaf sekali bu, mungkin karna kasus yg menimpa suami ibu. Tapi jauh sebelum berita itu, Nindi sudah banyak berubah. Nilai nya semakin hari semakin menurun. Ia jarang masuk sekolah, dan kalau boleh tau, apa Nindi di rumah sekarang?" Tanya bu Indri.

"Dia tadi pagi berangkat sekolah Bu, tadi dia pakai seragam sekolah."

"Benar dugaan saya. Nindi tidak sekolah bu, mungkin dia sering seperti ini tapi ibu tidak mengetahuinya."

Bu Wulan ternganga, sangat terkejut. Lalu kemana perginya anak itu?.

"Bu, bukan saya mau mencampuri urusan anda dan keluarga, tapi sepertinya anda tidak begitu dekat dengan Nindi. Sepertinya komunikasi anda dengan Nindi kurang baik".

Terpopuler

Comments

Sashi Aya

Sashi Aya

Fighting Author... Terhanyut sama nih cerita

2020-11-07

1

🍀🍀🌿🍁🍁

🍀🍀🌿🍁🍁

like❤️

2020-11-02

1

Joanne March⚘

Joanne March⚘

memang benar yaa kata orang-orang...saat keluarga diuji masalah besar, maka anggota keluarga harus saling mendukung satu sama lain bukan mengedepankan ego.


good...cerita yang bagus👍next

2020-11-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!