Diatas lautan berdarah, seorang remaja berambut putih keunguan itu berbaring di atasnya. Membiarkan cairan kental itu menempel di punggungnya seraya merasakan sensasi dingin dari genangan tersebut.
Namun, tidak ada yang berubah selain dirinya yang sama sekali tidak bisa merasakan apapun kecuali kekosongan yang membekas di dalam dirinya. Tatapan datar nan dingin itu hanya ia arahkan ke langit-langit kelas.
Ruangan kelas yang kosong dan berantakan. Terdapat beberapa remaja yang tergeletak lemas usai pertarungan singkatnya dengan mereka.
"Huft... Melelahkan."
Remaja itu beranjak untuk berdiri sembari memandang sejenak remaja-remaja yang baru saja ia kalahkan itu. Sebenarnya, ia tidak punya niat apapun untuk menghajar remaja-remaja itu selain ada sesuatu yang merasuki tubuh mereka.
Dirinya yang bukan penduduk asli di dunia ini merasa sangat kerepotan harus menghadapi masalah yang melibatkan dunia lain. Belum lagi dengan pertarungan dan beberapa misi yang harus ia selesaikan.
Merasa tak ada lagi yang perlu ia lakukan di kelas itu, remaja itu memutuskan untuk pergi dengan membawa beberapa remaja yang pingsan itu.
"Berteman dengan gadis itu ya? Kuharap, yang dikatakan Midnight itu benar." Ucapnya sembari fokus melangkah kedua kakinya keluar.
~
"Good morning bestie! Ini aku, Rara. Kamu ada waktu nggak hari ini? Kalau ada, ketemuan yuk! Hari ini lagi senggang sih akunya. Ditambah lagi, kita udah lama nggak ketemuan sejak SMA, kan? Chloe. Kumohon, ayolah!"
Chloe menghentikan rutinitas paginya yaitu menggoreng kentang. Ia menemukan ponselnya berdering gila di atas meja makan dan menemukan tiga kotak pesan dari Rara-sahabatnya itu tertera di layar ponselnya.
Chloe meletakkan kentang gorengnya di atas piring putih yang mengkilat kemudian, menghampiri ponselnya.
"Izinmu melas sekali mbak..." celetuk Chloe singkat dan kembali melanjutkan kegiatan menggoreng kentangnya.
Bukannya Chloe cuek terhadap pesannya. Ia justru hanya bingung ingin kesana atau tidak. Karena, dirinya yang sekarang tidak sebaik dirinya yang dulu. Selalu menempatkan kesenangan orang lain di atas kesenangannya. Sementara, ia juga ingin bersenang-senang juga.
Yah, tetap saja. Itu sudah berlalu dan di masa kini ini, tepat dimana Rara-sahabatnya mengirim pesan tersebut, tergantung hati dan pikirannya saja yang menentukan.
8 tahun berlalu dan Chloe sadar bahwa, hal itu berulang kali menyakitinya. Masalah seperti itu memang sudah biasa di dalam lingkaran pertemanan. Akan tetapi, jika terus menerus berlanjut maka kesabarannya perlahan akan terkuras habis oleh emosi yang ia pendam.
"Huft... Kalau aku ikut... Apa yang akan terjadi? Pasti kejadian yang sama lagi." Tebaknya malas.
Ia sering teringat akan salah satu dari kelima temannya yang bertingkah seperti anak kecil dan benci melihat Rara bersama orang lain. Terutama dirinya.
Rata-rata, temannya pada egois semua. Hanya mementingkan kesenangan mereka dan enggan memikirkan kesenangan yang lain.
"Ikatanku benar-benar gak murni. Ikatan yang murni terjalin karena rasa sakit. Aku mau menerima rasa sakit mereka. Tapi, mereka gak mau mendengarkan rasa sakitku..." batin Chloe sedih di tengah memori-memori menyakitkan itu mengganggu pikirannya.
Semua yang ia miliki, direbut paksa oleh temannya yang lain. Entah kursinya, sahabatnya, kesempatannya, dan waktu untuk mencurahkan seluruh isi hatinya saja sulit.
Bahkan yang paling berbekas dalam ingatannya adalah ketika bangku kursinya yang sudah jelas miliknya dan bahkan semua siswa di kelas itu termasuk guru pun tahu, kalau bangku tersebut miliknya.
Bangku yang berada di tengah bersebelahan dengan bangku Rara. Bangku yang saat itu direbut dengan santai oleh salah satu temannya demi bermain dengan Rara.
Sejak saat itulah, Chloe kehilangan banyak sekali tawanya dalam sebulan sampai mereka lulus SMP.
Chloe menghela nafas berat saking kesalnya. Ia duduk dan merampas ponselnya. Menyandarkan punggungnya di badan kursi lalu, membalas Rara.
Sepenuhnya, Chloe benci dengan ikatan itu. Ia bersyukur hanya bertemu Aoi dan Jacqueline saat di SMA. Meskipun dari negara yang berbeda, mereka senantiasa mau menerima keberadaannya. Termasuk obsesinya terhadap dunia fantasi dan juga untuk saat ini, Black Aura.
Entah kenapa setiap kali memikirkan nama itu, Chloe selalu dibuat terkekeh. Lucu saja...
2 menit berlalu, akhirnya Chloe memiliki keberanian untuk menjawab dan mengirimkan sepucuk pesan untuk Rara.
"Dimana, Ra? Anw.. Hanya kita berdua aja kan?"
Chloe terdiam sesaat. Memikirkan cara bicaranya via Wasap itu. "Apa aku gak terlalu egois ya?"
Tak lama kemudian, pesan dari Rara muncul.
"Pastinya bareng-bareng dong! Hehe... Kamu mau ikut nih ceritanya?"
Chloe terkejut dalam diam. Ia menduga bahwa 30 menit ke depan, bukan kebahagiaan lah yang menghampirinya. Melainkan berdiri di belakangan kebahagiaan orang lain.
"Iya... Karena aku kangen sama kamu... So, I need more time just you and I."
"Agak selfish sih... Tapi gak papa. Jujur lebih baik."
"Oh, oke... Bentar ya... Aku mau bilang ke mereka kalau hari ini gak jadi. Aku tahu, pasti ada kalanya kau ingin bersenang-senang denganku bukan?"
Chloe tersenyum lega. Pada akhirnya, Rara mau memahami perasaannya. Chloe harap, Rara tidak mengkhianati perkataannya.
"Kalau gitu, dimana kita ketemuannya, Ra?"
"Di cafe tempat kita main dulu. Aku yakin, teman-teman kita gak ada yang tahu tempat itu. Dengan begitu, kita berdua akan bersenang-senang!"
Kali ini, Chloe tidak merespon apapun. Sekedar menunjukkan senyumannya di hadapan layar ponsel. Akhirnya, ia memiliki kesempatan untuk bermain bebas dengan Rara.
"Apa aku perlu menceritakan buku ini padanya?" Chloe memandang buku sejarah tebal itu. Kini keberadaannya tak jauh dari dirinya.
Buku sejarah yang akhir-akhir ini menumbuhkan obsesi berlebihan di dalam dirinya. Buku dengan beragam warna menarik dirinya untuk menggali apapun yang ada didalamnya. Buku dengan berjuta ras dan sihir yang akan membawa imajinasinya ke tempat yang indah.
"Dunia dimana rasa sakit manusia dilahirkan kembali menjadi ras yang hebat. Yaitu Aura. Mega Vile adalah Aura yang terbentuk dari rasa sakit manusia. Eh? Ras yang terlahir dari perasaan manusia? Ah, apapun itu, mereka adalah gambaran kesedihan manusia yang mendapatkan kekuatan yang hebat dari kesedihan mereka."
Mendadak, dunia di sekitarnya kembali sunyi. Hening tidak ada gangguan apapun di dalamnya. Kepalanya 100% teralihkan pada dunia Carnater. Dunia tanpa rasa sakit. Dunia yang menyimpan berjuta misteri di dalamnya.
Jika seandainya Chloe menemukan dunia tersebut, dia bertekad untuk mencari tahu keunikan di dalamnya. Bahkan kalau yang mustahil itu bisa diraih, dia bisa saja mewawancarai penduduk disana dengan bahasa yang mudah mereka pahami. Ia harap begitu.
Sekarang, kedua bola matanya terpaku mengarah sosok remaja dengan manik violet yang menyala plus tatapan dingin yang menusuk. Remaja yang sudah menjadi pujaan hatinya pada pandangan pertama. Black Aura.
"Black Aura. Dia menanggung rasa sakitnya dan juga rasa sakit manusia di luar sana. Ia pernah terikat dengan seorang gadis remaja. Sayangnya, gadis tersebut tewas karena suatu alasan. Hal itulah yang membuatnya terlepas dari rasa sakit. Selain itu, meskipun tidak memiliki emosi, Black Aura bisa merasakan emosi yang dirasakan manusia yang saat itu terikat dengannya. Black Aura juga diberi kelebihan berupa dapat berkunjung KE DUNIA MANUSIA??? WHAT?!"
Chloe terbelalak untuk kesekian kalinya. Pergi ke dunia manusia? Berarti duniaku? Sebentar... Ini kan cuma fiksi. Mana mungkin terjadi.
"Nggak! Harus terjadi pokoknya!" seru Chloe geram.
Merasa waktunya telah terbuang banyak, Chloe memutuskan untuk merias dirinya dan pergi ke cafe tujuannya.
~
"Hi! Lama gak ketemu!" sambut Rara menemukan Chloe yang menghampirinya dengan nafas terengah-engah. "Kau tampaknya kelelahan banget... Nih, minumlah!" Rara menyodorkan segelas lemon ice untuk Chloe.
"Makasih! Tahu aja kalau aku suka lemon! Anw... Hanya kita berdua aja kan? Sebenarnya ada yang ingin kuceritakan padamu. Sebelum itu, kamu jawab dulu pertanyaanku..." pinta Chloe serius.
"Wah... Keren nih! Aku suka yang berbau serius." ujar Rara tepat sasaran.
Chloe menarik nafas dalam-dalam. "Menurutmu, apa dunia fantasi itu benar-benar ada?"
"ASTAGA! Kukira kau serius, Chloe! Dasar anak ini! Selalu saja membuatku bingung." Untunglah, Rara tidak marah kecuali mendengus geli mendengar pertanyaan yang baru saja diutarakan Chloe.
"Kutebak, kau menemukan sosok pria tampan yang baru bukan? Selamat!" seru Rara diiringi dengan tepukan tangan ringannya.
"Hehehe iya... Tapi, temanku bilang, mereka ini nyata. Dia bilang, aku akan sangat beruntung jika bertemu dengannya."
"Ah, masa sih? Fantasi ya fantasi. Mana bisa ditemukan di dunia nyata." Komen Rara santai
"Kalau pun ada, mungkin sudah lama kita hidup di zaman penuh sihir. Atau mungkin, di dunia kita bakal ada sejarah di mana manusia dan makhluk aneh pernah berperang. Dasar Chloe! Kamu gak berubah ya!" Lanjutnya setelah itu menyeruput lemon ice-nya yang sejuk.
"Aaaa... Rara! Aku berharap mereka bakal muncul di dunia nyata. Aku... Aku juga pengen jadi novelis. Aku ingin menulis novel bergenre fantasi yang murni fantasi. Maksudku..." Ucapan Chloe menggantung dan dijawab cepat oleh Rara yang tampaknya sudah tahu jawabannya.
"Kamu mengalami fantasi itu sendiri, kan?"
Chloe mengangguk cepat.
"Memang terdengar mustahil, sih. Tapi, ya sudah... Anggap aja seakan dirimu itu terjun ke dunia fantasi. Ah, bukan. Anggap aja dunia ini fantasi dan makhluk-makhluk di sekitarmu adalah elf, werewolf dan apapunlah! Termasuk masalahmu di dunia nyata.
"Misalnya... Kamu gagal mendapatkan nilai seratus dan kamu akan menghadapi amarah orangtuamu. Anggap aja nilai jelek itu sebagai temanmu yang terluka dan amarah orangtuamu adalah musuhmu. Kesabaranmu adalah dirimu yang saat itu menghadapi monster.
"Kau tahu? Kita cuma perlu berimajinasi seliar mungkin dan membuat pembacamu tenggelam ke dalam ceritamu. Dengan begitu, Fantasinya akan terasa murni." Nasehat Rara yang diakhiri dengan senyuman.
Chloe sebagai lawan bicaranya terpukau kagum dengan kehebatan Rara dalam menyusun kalimat dan memberinya saran. Dia memang terbaik dalam apapun.
"Oh, ya! Kemarin, aku menemukan buku di bawah kolong membacaku. Miris kali. Nggak ada satupun yang menyadari keberadaannya. Untung ada Chloe." Jelas Chloe dengan gaya bicara yang melibatkam dirinya seolah pahlawan dari buku tersebut.
"Kita dapat poinnya! Buku itu kamu anggap sebagai pacarmu yang terkurung di dalam penjara. Kamu adalah pahlawan yang nekat menghadapi resiko apapun demi menyelamatkan buku tersebut!" Celetuk Rara cepat.
"Mana bukunya? Aku penasaran seperti apa rupa buku itu?"
Dengan senang hati, Chloe segera mengeluarkannya dan menyodorkannya langsung di depan gadis berambut coklat panjang itu.
Tangan Rara meraih dengan ringan buku tebal tersebut. Ia tampaknya berusaha untuk berbaur dengan penampilan buku tersebut.
"Cover yang simple... Isinya... Tebal banget. Memangnya kamu sanggup baca sebanyak ini?"
"Aku sanggup selama pria yang kusukai itu tertera namanya di setiap halaman." Seru Chloe sambil melipat kedua tangannya.
Rara yang mendengarnya, otomatis meledak ketawanya.
"Mirip banget kita! Yang penting ada orang yang kita sukai di dalam cerita itu."
"Hehehe iya. Sudahlah! Baca aja tuh, buku! Gak bakal nyesel pun bacanya. Ceritanya menarik. Dan yang lebih penting, buku ini mengajarkanku bagaimana agar aku bisa halu dengan sehat." gurau Chloe yang disusul gelak tawanya ala mak lampir.
"Dasar... Sahabatku memang gak pernah berubah ya!"
"Iya kan? Tapi setidaknya, masih sama seperti yang dulu."
Rara tersenyum simpul. Setelah itu kembali meneguk lemon ice-nya.
"Bagaimana hari-harimu dengan Aoi. Sejak SMA, kita semakin jarang bertemu. Kampus kita juga beda..."
Chloe menghela nafas berat. Terlepas dari kehidupannya bersama Aoi, Chloe sejujurnya sangat merindukan Rara meskipun dia memiliki rasa malas ketika diajak ketemuan dengan Rara.
Rara adalah sahabat terbaiknya di SMP. Tidak pernah tergantikan oleh yang lain. Walau ia sudah memiliki Aoi yang sangat setia, ia juga memilili Rara yang bisa menyembuhkan lukanya dan memberinya sejuta lawakan meski Chloe tidak terlalu membutuhkannya.
Sayang sekali, pilihan membuat mereka harus terpisah. Chloe memilih kuliah dan menetap di Chicago. Sementara, Rara memilih di Oxford.
"Jujur saja... Aku merasa agak menyesal dengan pilihanku dan juga takdir ini. Kita jadi nggak bisa..."
"Jangan bicara seperti itu. Lagi pula, kalau kau memilih untuk ikut denganku, kau nggak akan bisa bertemu dan bersahabat dengan Aoi. Kalau dilihat-lihat, dia pria yang baik dan perhatian. Seharusnya kau merasa bersyukur dengan kehadiran pria itu."
Rara cepat-cepat menyela perkataan Chloe yang menurutnya tidak baik untuk diucapkan gadis itu.
"Aku juga menyesal dengan pilihanku. Yah, sebenarnya nggak juga karena aku masih memiliki sahabat kita yang lain."
"Aku tau. Mereka beruntung bisa sekampus denganmu." Ujar Chloe dengan nada bicara yang terdengar seperti berbisik.
"Apa tadi? Sorry nggak dengar."
"Ah, bukan apa-apa..."
Chloe mengalihkan perhatian Rara dan memilih untuk mengganti topik pembicaraan mereka menjadi lebih berwarna.
Walaupun rasanya agak menyebalkan jika masa lalu itu terus terbayang di benaknya, Akan tetapi, bukan saat yang tepat untuk menumpahkanya di saat seperti ini. Terutama sedang mengadakan ketemuan dengan sahabat lama.
Jangan pernah pokoknya.
~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
anggita
Black aura..
2022-10-14
1
Lee sakura
mencoba berhalu ria dengan cerita mu thor 🥰🥰
2021-10-29
1