"Sebenarnya aku merasa aneh sama dosen itu," tutur Chloe di tengah jalan, menyebrangi zebra cross bersama Aoi yang masih setia menemaninya meski pandangannya mengarah ke layar ponsel.
"Aneh? Aku sih bawa santai aja. Dosen-dosen di kampus kita kan pada hafal kalau kau itu type orang yang irit bicara. Makanya, pas kebetulan lihat kau baca buku itu, dosen itu langsung ngampirin dong,” balas Aoi sesekali melirik ke depan, jaga-jaga kalau ada motor atau mobil lewat.
Chloe menghentikan langkahnya. "Apa jangan-jangan... Adik dosen itu meninggal karena dibunuh makhluk fantasi. Seperti adiknya punya ikatan special dengan fantasi kemudian diincar sama makhluk fantasi. Terus, dibunuh.” analisis Chloe ngawur.
Aoi yang awalnya berjalan, jadi ikut berhenti usai mendengar omongan Chloe yang jelas-jelas… Nggak masuk akal-lah!
"Astaga… Ya, nggak gitu juga say! Ini dunia nyata, iya kali ada alien atau makhluk fantasi nyelip ke kota kita terus bunuh adiknya. Dunia auto geger dong!” sangkal Aoi, tak habis pikir.
“Bisa jadi karena buku ini.”
Dan Chloe tidak mendengarkan Aoi. Gadis itu secara tidak sadar bersikeras dengan omongannya sambil mengeluarkan buku temuannya dari ranselnya. Dia bahkan tidak memperhatikan kalau di sekelilingnya adalah jalan raya dimana para pejalan kaki berjalan berirama dengan putaran roda mobil dan motor.
Aoi tidak merespon selain meng-iyakan perkataan sahabatnya.
"Aoi kacang!" seru Chloe kembali memasukkan buku tersebut ke dalam ransel dengan wajah cemberutnya. Dia tidak suka diabaikan.
“Udah bosan ya, main sama aku?” tanya Chloe kesal.
Aoi terkekeh, “Nggak. Cuma bingung aja mau respon apa. Abisnya, kau ini kalau ngomong suka nggak masuk akal sih! Udah tahu, aku laki-laki.”
Chloe masih cemberut. Membuat Aoi menghembus nafas berat dan menyerah. Pria jepang itu kemudian mengubah topic pembicaraan mereka menjadi makanan. Mengingat sebentar lagi, alarm jam makan siang Aoi akan berbunyi.
“Kau lapar enggak?”
“Lumayan… Makanan kita belum habis tadi. Gimana kalau ke rumahku saja? Kebetulan udah mau dekat nih! Sekalian istirahat, Ao." tawar Chloe.
“Beneran? Nggak ngerepotin?” tanya Aoi kaget. Di sisi lain juga bingung dengan cara Chloe men-setting ulang mood-nya menjadi biasa saja.
Chloe mengangguk. "Iya. Tapi, agak cepat jalannya! Di luar panas.”
~
Aoi menggantungkan jaketnya di gantungan pintu kamar Chloe. Saat ini posisi mereka sedang berada di dalam kamar tidur Chloe.
Chloe sama sekali tidak mempermasalahkan keberadaan Aoi di dalam kamarnya. Karena mereka adalah sahabat ditambah lagi dengan sopan santun Aoi yang membuat Chloe percaya kala Aoi nggak akan melakukan tindakan yang aneh-aneh. Sampai kapan pun, pintu rumahnya akan selalu terbuka untuk pria jepang itu.
"Minumlah..." Chloe menghampiri Aoi yang tengah memencet tombol remote AC. Udara diluar lumayan panas. Karena itulah, Chloe membuatkan 2 gelas es teh kesukaan mereka. Tidak lupa dengan sepiring kentang goreng. Hidangan wajib bagi Chloe.
"Arigatou, Chloe-chan! Wah, kentang goreng! Nggak ada makanan lain?” tanya Aoi dengan ekspresi kecewa. Santai saja, pria itu Cuma bercanda.
Chloe mendengus kesal "Kalau
nggak mau, untukku aja!” katanya, otomatis mengambil piring tersebut dan
melahap kentang itu seorang diri. Bodoh amat dengan tawa renyah Aoi. Yang penting
kenikmatan.
Puas memakan kentang, Chloe beralih ke aktivitas lain. Mengingat dirinya membawa nampan berisikan makanan dan minuman, tidak mungkin ia letakkan benda tersebut di atas kasurnya. Karena itu Chloe segera mengambil meja kecil yang terletak di bawah meja riasnya. Kemudian meletakkan nampan tersebut di atasnya.
"Hei, Aoi,” panggilnya datar.
“Ya?”
“Aku ini… Kayak anak-anak ya?”
“Menurutku sih… Iya,” balas Aoi sembari menggeser tubuhnya hingga berdekatan dengan Chloe. “Kenapa nanya soal itu?”
“Nggak ada sih. Cuma… Kau lihat sendirikan? Aku ini udah gede. Tapi, tingkahku suka kayak anak kecil gitu. Apalagi pas nemu sesuatu yang kusuka. Kayak fantasi. Dan… Rata-rata, orang menganggapku aneh,” ungkap Chloe, menundukkan kepalanya.
Aoi tersenyum. Lalu, membiarkan gadis di sampingnya mengutarakan isi hatinya.
"Sejak SD, semua orang nganggap aku aneh. Mungkin, karena aku terlalu sibuk dengan duniaku dan yah… Kau suka tertawa sendiri di bangku belakang.” Dia terkekeh. Menertawakan dirinya yang terlihat suram di masa lalu. “Selain itu, aku heran. Kenapa aku nggak bisa gitu suka sama yang lagi nge-tren? Jacqueline bisa. Kenapa aku nggak bisa?”
"Kenapa? Karena sejak awal, itu memang yang membuatmu bahagia.” ucap Aoi spontan tapi untunglah bisa menghibur Chloe.
Kedua remaja itu saling bertatapan untuk beberapa saat, sebelum akhirnya tertawa lepas tanpa alasan. Tawa tersebut Chloe akhiri dengan tersenyum.
“Kau selalu saja punya cara naikin semangatku ya!” Ucap Chloe.
"Entahlah… Aku sendiri nggak tahu kalau aku bisa menghiburmu. Tapi syukurlah, kau terhibur.” Balas Aoi.
Lagi-lagi, mereka terjebak dalam keheningan yang canggung sebelum akhirnya, Aoi angkat bicara.
“Oh, ya Chloe! Sejak kau ketemu buku itu, ada gak kepikiran pengen ketemu mereka di dunia nyata?"
"Ya, pastilah! Siapa sih yang nggak senang bisa bertemu dengan karakter yang disukainya?" balas Chloe antusias.
"Ooh, aku ngerti sekarang. Kau pasti ingin bertemu dengan Black Aura kan? Jangan bohong, lu!” goda Aoi yang langsung dibantah habis-habisan oleh Chloe.
"Mana ada! Aku gak punya niat mau ketemu dia kok! Dia kan cuma fiksi. Kalaupun ada di dunia nyata sih… Paling ajak kenalan terus jadi teman. Lagi pun, berteman itu bebas kan? Nggak mesti sama manusia aja kan?” Chloe berusaha mengelak dengan mengandalkan opini soal kebebasan dalam berteman.
"Nggak usah bohong! Kau teriak-teriak selama ini karena negokin dia kan? Kau pasti lagi cuci mata nengok si Aura itu.” Dan Aoi akan terus membantah selagi yang diucapkannya itu memang benar.
Pria itu tahu betul apapun yang sahabatnya sukai. Termasuk karakter fiksi yang belakangan ini Chloe perhatikan tanpa membertiahunya.
“Semoga, kalian berdua bisa saling ketemu yah! Menurutku sih, kau bakal beruntung banget bertemu denganya. Meskipun sifatnya rada dingin sih," tambah Aoi, setelah itu meneguk habis es tehnya.
Chloe hanya mengamati gerak-gerik sahabatnya yang kini memilih untuk diam.
Chloe terkekeh pelan. Dia geleng-geleng menanggapi perkataan Aoi "Seyakin itu?”
"Yup! Kita kan sama-sama suka fantasi. Harus saling dukung dong!”
“Iya, aku juga tahu itu.”
“Selain itu juga, aku percaya kalau alam semesta ini punya banyak dimensi. Salah satunya Carnater ini. Aku yakin, dunia itu memang ada.”
Chloe terdiam menanggapi pembicaraan Aoi yang santai. Terkadang, Chloe iri dengan Aoi yang tidak pernah malu dengan kesukaannya. Dia orang yang percaya diri. Sampai-sampai membuat Chloe suka salting sendiri dengannya.
Aoi type yang sangat yakin akan pemikirannya. Percaya atau tidak, Chloe diam-diam mengakuinya.
"Pristine Fantasy. Keren nggak sih, buat novel fantasi tapi berdasarkan kisah nyata?”
"Pristine Fantasy bagus juga sih buat novel. Sebenarnya, aku ada niat mau buat novel. Cuma, aku agak malas mau buat karena..." Chloe menggantungkan ucapannya.
Aoi yang mendengarnya sebenarnya, sudah tahu apa yang ada di dalam hati gadis itu.
"Novelmu yang kemarin ditolak lagi?" tebak Aoi dan ternyata benar.
"Ya. Sudah tiga novel ditolak. Aku lelah. Padahal udah berimajinasi seliar mungkin tapi tetap aja ditolak.”
Chloe mengambil sebatang kentang goreng lalu melahapnya. Perlahan-lahan, rasa frustasi itu memudar seiring batang kentang yang semakin hancur di dalam mulutnya.
"Memang nggak mudah sih. Tapi
seenggaknya, kita udah berusaha kan?”
“Chloe juga jangan mudah menyerah gitu. Yakin aja deh! Suatu saat, novelmu bisa lulus dan kau bisa sukses. Kalau butuh apa-apa, panggil saja Aoi!” jelas Aoi akhirnya bangkit dari duduknya.
"Kau mau pulang? Cepat kali!" Chloe terlihat kecewa.
"Iya. Aku baru ingat kalau sore ini aku harus ke bandara jemput bibi Sato."
"Bibi Sato?"
Aoi terkekeh, "Dia adik ibuku. Dia mau datang ke Amerika mendadak sekali sih! Hahhh… Dia orang yang merepotkan! Selain itu, kau nggak papa ditinggal sendiri?”
"Nggak papa… Aku kan udah gede. Bisa itu sambil baca atau buat novel.” balas Chloe berusaha memperlihatkan sisi santainya meskipun dalam hatinya dia kecewa. Ketakutan akan ditinggal, itulah yang sering mengusik pikiran Chloe belakangan ini.
Mau disembunyikan seperti apapun kesedihan itu, Aoi bisa merasakan lewat hatinya kalau gadis di hadapannya sedih mengetahui waktu bermain mereka sudah habis dan harus diakhiri dengan perpisahan (hanya untuk hari ini).
"Hubungi aku kalau ada apa-apa, oke?"
Chloe mengangguk pelan. "Iya. Hati-hati ya, di jalan! Jangan ngantuk!”
"Siap!" Aoi berbalik dengan Chloe yang menuntunnya sampai ke pintu depan rumahnya.
"Jumpa besok lagi!" Seru Chloe, tersenyum hangat dengan lambaian tangan kecilnya pada Aoi.
Aoi merespon lambaian tersebut dengan lambaian tangannya. "Jumpa besok lagi!"
~
Malam ini, awan cumulus hitam pertanda hujan memenuhi langit. Menutupi keindahan para bintang serta sinar rembulan sebagai ganti cahaya matahari. Tak lama kemudian, meneteskan satu persatu air mata mereka. Seperti mereka berusaha mengungkapkan beban dan rasa sakit mereka.
Chloe memandang bingkai foto dirinya bersama abangnya.
"Nggak terasa ya, udah dua bulan aja. Kalau ada dia... Pasti buku ini udah habis dia baca." Gumamnya. Pandanganya terpaku lurus pada sosok laki-laki tampan yang merangkulnya disertai senyuman lebar.
Chloe menghela nafas berat. Bingkai foto itu dia letakkan kembali ke meja dan beralih ke meja belajarnya. Mengambil buku temuannya kemudian berpikir.
"Pengen tulis novel lagi, tapi kehabisan ide.”
Karena bosan dan bingung ingin berbuat apa, akhirnya Chloe membantingkan dirinya di atas ranjang tidur sambil memandang langit-langit kamarnya yang berwarna pink.
Hal pertama yang terlintas di kepalanya mengenai buku tersebut adalah, Black Aura.
"Black Aura. Salah satu anggota Megawavile yang kemampuanna berhubungan dengan rasa sakit. Dia dingin dan lebih sering menghabiskan waktunya dengan bertarung melawan Legend Aura. Dia… Mengerti rasa sakit yang manusia rasakan.”
Chloe diam untuk sesaat. Ia sadar bahwa dirinya tanpa sadar menyebutkan sedikit informasi mengenai Black Aura.
Chloe melirik kea rah buku temuannya yang tergeletak di atas meja. Dengan susah payah, dia berusaha meraih buku tersebut kemudian membaca bagian Black Aura. Kalau boleh jujur, dari semua chapter yang ia baca, chapter Black Aura-lah yang menarik perhatiannya.
“Aura itu… Dia menanggung kesedihan yang beragam. Namun, dari kesedihan itulah dia mendapatkan kekuatan yang besar. Kekuatan untuk mengalahkan musuhnya yang tidak mengerti rasa sakit. Menarik..."Batin Chloe.
"Semoga aja, yang Aoi bilang itu bakal jadi kenyataan. Berteman dengan Black Aura ya? Pasti seru. Ditambah
lagi, aku bisa mendapatkan pengalaman fantasi bersamanya. Setelah itu, nulis novel lagi."
"Membuat novel fantasi, ya?" Chloe kembali bergumam membayangkan sesuatu yang sudah jelas tak akan pernah terjadi di dunia nyata.
"Kalau saja dunia ini menerima keberadaan imajinasi dan menjadikannya nyata pasti seru. Dan lagi, aku bisa berteman dengan Black Aura. Terus, bertarung dan… Kalau jadi pacar…” Chloe menggantung omongannya. Secara tidak sengaja terjebak dalam imajinasi romantis yang membuat kedua pipinya memerah merona.
“Cukup! Apa-apaan sih?!”
“Rasa sakit ya? Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya rasa sakit. Aku pernah. Bahkan, Cuma cerita aja, aku bisa merasakan sakit. Merasakan sakit dari cerita yang orang ceritakan… Itu seperti aku menerima semua suka duka mereka."
Sekali lagi sunyi. Ketika mengucapkan serangkaian kata tentang rasa sakit, di saat bersamaan terlintaslah memori-memori SMP-nya.
"Mereka bahkan nggak pernah mendengar ceritaku. Selalu saja aku yang mendengar cerita mereka. Sebenarnya sih, nggak papa aku jadi pendengar. Tapi, mereka pelit.” Ujarnya.
Entah dari mana asalnya, sesuatu tertancap di benaknya dan memerintahkannya untuk segera menemukan pena. Chloe diperintahkan oleh rasa sakit dari masa lalu untuk menulis apapun yang terbesit di kepalanya tanpa membiarkan rasa sakit itu menghilang dengan sia-sia.
"Mengabaikan diriku yang tersakiti. Memendam semua kekesalan dan rasa sakit di hati. Bahkan rasa sakit mereka... Aku juga bisa merasakannya. Kecemasan yang mereka alami. Amarah yang mereka alami. Air mata mereka... Aku merasakan semuanya. Aku tersiksa karena itu. Tapi, mereka terlihat biasa saja saat melihatku menangis, marah.”
Tangan kanannya bergerak mengikuti apa yang diucapkan hatinya. Saat ini, Chloe tergila-gila akan pemikirannya tentang rasa sakit. Rasa sakit yang ia dapatkan karena diabaikan dan diperlakukan tidak adil oleh teman-temannya.
Tidak mudah menjalin ikatan dengan 5 orang gadis. Nyatanya, tidak ada satupun dari mereka yang mau menjadi pundaknya untuk bersandar. Rata-rata dari mereka menyebar luas kesenangan mereka dan mempersempit kesempatan Chloe yang ingin berbagi kesenangannya.
"Menurutku sih, kau akan sangat beruntung bertemu dengannya"
Chloe tertegun. Bolpoinnya terjatuh dari atas meja dan menghantam lantai kamarnya.
"Black Aura?"
~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
anggita
lewat ng👍like aja..
2022-10-14
1