"Tak terasa ya! Udah sore aja..." Celetuk Rara ketika sadar langit biru di atas mereka telah tercat oleh sinar matahari senja yang berwarna oranye.
Ia bersama Chloe tengah duduk bersandar di kursi taman tepat di depan orang-orang yang sibuk berlalu-lalang menuju rumah mereka. Kedua tangan gadis itu menggenggam segelas boba yang tampaknya akan lenyap di dalam perut mereka.
"Buku tadi... Aku suka dengan ceritanya. Tapi, aku masih belum paham dengan Aura-aura itu. Aku masih bingung tentang asal-usul mereka. Aku rasa, seperti ada yang disembunyikan si penulis." Komen Rara. Isi dari buku itu sempat terlintas di benaknya.
"Anehnya, aku tidak bisa menemukan nama penulisnya bahkan nama penerbit buka tersebut. Apa buku ini hanya ada satu di dunia atau isi dari buku ini hanya rencana si penulis sebelum dirinya membuat novel?"
"Tapi, masa iya? Sketsa tulisnya sebanyak ini? Bahkan disertai dengan gambar dan penjelasan yang lengkap. Aku rasa..."
Rara menggantungkan kalimatnya kemudian melirik Chloe yang pada saat bersamaan ikut memandang wajah Rara.
"Jangan-jangan dunia Carnater itu memang ada?" seru mereka bersamaan dan mengakhirinya dengan gelak tawa mereka.
"Jangan-jangan, si penulisnya kini sedang berada di dunia lain?" tambah Chloe.
"Bersama Black Aura, Devil Mask, dan keluarganya yang lain?" disusul Rara yang turut bersemangat menanggapi ucapan Chloe barusan.
"Mereka berperang melawan Legend Aura!"
"Dengan si penulis yang saat itu sedang dilindungi oleh salah satu anggota keluarganya!"
Sepasang gadis itu memamerkan senyumannya dan memetik jari mereka.
"Fantasi yang dia tulis benar-benar murni dari pengalamannya!" seru mereka berdua lagi.
"Hebat... Aku harap, aku bisa bertemu dengan si penulis dan dia menceritakan pengalamannya mengenai dunia fantasi yang ia datangi." Rara memandang langit oranye yang tenang itu.
Tiupan angin menerpa beberapa helaian rambut mereka dan menambah kecantikan di wajah mereka. Senyuman yang mereka perlihatkan benar-benar indah sehingga sangat pantas untuk menyambut langit hitam malam yang dingin.
"Black Aura..." Chloe tanpa sadar menyebutkan nama tersebut tanpa melepas pandangannya dari langit. Hatinya merasa tenang usai melewati 10 jam bersama Rara sahabatnya. Waktu yang sangat berharga.
"Kau tau? Black Aura adalah Aura yang menanggung rasa sakit seorang manusia. Entah dia yang mencintai rasa sakit itu atau justru rasa sakit itulah yang membuat dirinya semakin kuat?
"Tapi, kalau mengingat namanya... Rasa sakitku selama ini seoalh bukan apa-apa bagiku. Aku merasa ada sesuatu di dalam rasa sakitku. Apa jangan-jangan, dari kejauhan sana Black Aura bisa merasakan kesakitandan kesedihanku?"
Rara membulatkan kedua matanya agak terkejut. Mengetahui sahabatnya yang dulu ia kenal sebagai sosok gadis yang benci dengan rasa sakit dan selalu berusaha melarikan diri dari rasa sakit yang ia alami.
Terlintas di benaknya, sosok Chloe dengan seragam pramuka SMP duduk berjauhan darinya. Bangku yang berada di sampingnya adalah milik Chloe. Namun, salah satu sahabat mereka menduduki bangku tersebut dan mengklaimnya sebagai bangku miliknya.
"Chloe... Kau tahu? Setiap rasa sakit pasti memiliki maknanya masing-masing. Sama sepertimu, aku sulit menerima rasa sakit. Aku bahkan nggak mau terus menerus terjebak dalam rasa sakitku. Akan tetapi, bagaimanapun juga... Rasa sakit itulah yang akan menuntunku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
"Kurasa, tujuan si penulis menghadirkan sosok Black Aura agar kita bisa menerima rasa sakit kita. Ya, memang tidak langsung kita menerimanya. Tapi, pasti ada saat dimana kita akan memahami maksud dari rasa sakit itu." Jelas Rara dengan suara yang lembut.
"Kurasa kau benar. Tapi, aku benar-benar benci waktu itu. Minji, dia telah merusak waktu bermainku denganmu, Ra. Dia menyiksaku. Jujur, aku benci dia." Ungkap Chloe dengan air mata yang telah menggenang berat di mata kirinya.
"Kurasa kalian saat itu membicarakanku. Kalian pasti membicarakanku dari belakang kan? Katakan! Aku! Di bangku yang baru, berusaha keras berbaur dengan gadis-gadis yang duduk di sampingku dan...! Hal itu membuatku terlanjut melupakan kalian." Lanjut Chloe dengan air mata kirinya yang mengalir cepat membasahi pipi kirinya.
Rara terdiam seribu kata. Kejadian saat itu terjadi tepat sebelum sekolah mereka mengadakan ujian nasional. Hanya karena Minji-seseorang yang menganggapnya sebagai adiknya itu dengan tega merebut bangku Chloe.
Ia teringat dengan topik pembicaraan yang kala itu membahas tentang Chloe yang tiba-tiba mengabaikan mereka sejak bangkunya direbut oleh Minji.
"Ya. Waktu itu kami membicarakanmu. Ta-tapi, percayalah! Aku selalu mendukungmu dan membelamu. Mereka melakukan ini karena ingin mendekatiku. Aku tau mereka mengincarku dan aku sulit menolak mereka. Aku..."
Rara berusaha membela dirinya. Sayangnya, Chloe dengan cepat menyelanya
"Kita sama-sama menginginkan kenyataan menjadi lebih baik. Tidak ada konflik. Tidak ada yang cekcok karena masalah sepele. Aku tahu kau waktu itu diam agar semuanya nggak terlibat dalam perkelahian. Aku tahu. Aku paham dengan sakitku. Aku paham dengan sakitmu. Oleh karena itulah, kita memutuskan untuk diam."
"Chloe... Kau..." Rara memejamkan matanya terenyuh dengan perkataan Chloe.
Chloe melirik Rara tanpa menyembunyikan kedua matanya yang sembab.
"Kau... Kau benar-benar sahabatku. Kau yang paling mengerti aku. Kau bertarung melawan kesepian dan aku justru ingin lebih dekat dengan kesepian. Kau tahu? Aku tersiksa jika harus memilih antara kau dengan yang lainnya." Ucap Rara. Suaranya terdengar serak karena menangis.
Chloe tidak merespon selain tersenyum dan berbagi pelukan dengan Rara. Membiarkan Rara menyatu dengan pelukannya dan menumpahkan kesedihannya di masa lalu.
"Kemarilah... Meskipun sakit, sekarang aku sadar bahwa rasa sakit itulah yang membuat kita saling mengerti satu sama lain."
"Hiks... Chloe... Kumohon, berjanjilah kita akan terus menjadi sahabat sampai maut menghampiri kita. Kau tetap akan menjadi sahabatku. Kau... Dari semua orang yang kukenal, cuma kau yang memahamiku." Rara benar-benar menumpahkan air matanya.
Ia tidak peduli dengan pandangan orang yang terheran-heran melihat tampang mereka yang kacau karena air mata.
"Aku akan selalu ada untukmu. Meskipun aku sudah memiliki Aoi, aku tak akan pernah melupakanmu." Pelukan Chloe semakin erat memelul tubuh sahabatnya.
"Aku juga! Aku akan mencuri waktu agar bisa berbagi rasa sakit denganmu... Hiks." Rara membalas dengan air mata yang jauh lebih deras mengalir dari Chloe. Sampai kemudian, ia memutuskan untuk merenggangkan pelukannya dan memilih untuk memandang sahabatnya sekali lagi.
Rara meletakkan kedua tangannya di atas pundak Chloe seraya berkata, "Chloe! Ingat kata-kataku ini! Aoi adalah sahabatmu juga. Jagalah dia dan sayangi dia seperti kau menyayangiku.
"Kau hanya punya aku dan Aoi yang peduli denganmu. Aku yakin, dia adalah pria yang baik. Selama tidak ada aku, tolong tetaplah bersama Aoi dan berbagilah apapun dengannya.
"Ingat juga, buku yang kau temukan itu... Tolong simpanlah dengan baik. Aku yakin, apapun yang ada di dalam buku itu memang murni ada. Aku juga ingin kau menulis novel fantasi. Aku ingin membaca novelmu apapun yang terjadi. Aku tahu keinginakan memang terdengar memaksa..."
"Akan kulakukan!" tegas Chloe sehingga membuat Rara terpaku lurus padanya.
"Akan kutepati janjiku. Kalau aku bertemu dengan Black Aura, aku akan menuliskan dirinya di dalam ceritaku lalu memberitahumu! Jadi, mohon bersabarlah, oke?"
Rara mengangguk mantap seraya memamerkan jari kelingkingnya pada Chloe. "Berjanjilah padaku!"
"Aku janji."
Akhirnya, jari mereka saling berpeluk erat sebagai bukti janji mereka di bawah langit malam yang indah dipenuhi bintang ya g mempesona.
Dari kejauhan, seseorang memperhatikan mereka dalam diam. Kedua bola mata violet itu menampilkan bayangan sepasang gadis yang hendak meninggalkan kursi taman tersebut.
"Begitu ya... Rasa sakit tak hanya memberiku kekuatan. Tapi, juga bisa menguatkan ikatan kalian. Huft..." Remaja itu berputar usai memandang kedua gadis itu dari balik jendela toko yang sudah lama tutup.
Setelah melewati beberapa menit yang lalu dengan menjelajahi tiap sudut kota asing ini, ia memutuskan untuk mengikuti jejak kedua gadis itu dan mendengarkan ucapan mereka mengenai rasa sakit.
Terus terang, ia senang dengan topik pembicaraan kedua gadis itu.
"Dunia ini terlalu berwarna. Aku melihat banyak sekali keajaiban disini. Aku nggak tahu kenapa rasa sakit di dunia ini bisa dengan mudahnya mempererat ikatan mereka?"
Tidak ada seorangpun yang menjawab pertanyaannya. Remaja itu pun bergegas meninggalkan toko tersebut dan fokus pada misinya.
"Setelah misi kali ini selesai, aku akan mendatangimu..."
~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments