Enam Tahun Kemudian
"Sudah kerasan belum Neng kerja di Rumah Sakit?" tanya Umi. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga, Bapak sedang membaca buku kajian Islam. Umi duduk santai menatap Vely yang sedang asyik menonton sinetron di salah satu stasiun TV swasta.
"Belum Mi, Neng belum betah," jawab Vely dengan santainya.
"Mau kapan betahnya Neng? Ari kamu cik atuh mulai berpikir dewasa da kamu teh bukan anak kecil lagi sekarangmah!"
"Neng baru kerja enam bulan Umi, wajar atuh kalau belum betah! Lagian siapa yang dulu maksa Neng kuliah jurusan keperawatan?" Vely cemberut.
"Ya Allah Neng, kamu nyalahin Umi lagi? Kan Umi sama Bapak udah kasih pilihan, kamu mau jadi apa? Mau kuliah di mana?"
"Umi sama Bapak kan maunya Neng jadi dokter, tapi Neng gak mau karena Neng sadar Neng mah bodo gak kaya a Hari dan Fiya. Terus Umi pernah bilang ya udah kamu jadi perawat aja. Nah akhirnya aku ngikutin keinginan Umi."
"Jadi selama ini teh kamu kuliah karena terpaksa?" Umi menatap tajam Vely.
"Gak sepenuhnya terpaksa Mi, Neng juga kan ada usaha untuk belajar. Setelah lulus D3 keperawatan Neng juga kan guyub sama temen ikut program S1."
"Tapi kamu lulusnya gak guyub jeung batur (tidak barengan sama orang lain) orangmah setahun lulus, kamumah dua tahun baru lulus."
"Sudah-sudah Umi ...! Bapak pusing ih denger kalian berantem terus teh. Udah bagus itu juga Vely mau melanjutkan kuliah, masalah lulusnya terlambat ya mau gimana lagi, kemampun Vely emang berbeda dengan anak-anak kita yang lain."
"Bapak mau bilang kalau aku bodo kan? Umi dan Bapak berpendidikan, Umi sarjana ekonomi, Bapak pensiunan dokter, tapi kenapa kata-kata kalian selalu nyakitin. Jujur aku kuliah di dunia kesehatan karena terpaksa. Orang-orang itu selalu melihat Bapak sebagai dokter teladan, Umi sebagai pengusaha sukses, a Hari juga dikenal sebagai dokter pintar, karena dari SD selalu masuk 3 besar atau jadi juara 1. Fiya juga pintar, aku lelah jadi anak yang paling bodo di keluarga ini." Vely menangis dan berlari ke kamarnya.
Bapak dan umi saling menatap. Mereka masih bingung untuk menjelaskan pada Vely jika mereka tidak pernah membeda-bedakan anak-anaknya.
"Umi yang salah Pak, dari dulu dia emang tidak suka dibanding-bandingkan dengan Hari dan Fiya, tapi Umi tidak bermaksud seperti itu .... Umi mikirnya biar Vely mau belajar dari Hari dan Fiya. Anak itu selalu saja salah salah pengertian."
Umi menyandarkan kepalanya di dada Bapak. Bapak mengelus bahu umi.
"Sudahlah Umi ..., anak-anak itukan harta sekaligus ujian untuk orangtuanya. Vely berbeda dari Hari dan Fiya, karena Allah mungkin saja mau menguji kesabaran kita melalui Velly. Dari kecil anak itukan emang manja."
"Umi tahukan alasan sebenarnya Bapak pensiun dini?" Umi mengangguk.
"Bapak pensiun dini empat tahun lebih cepat dan memilih untuk praktik di klinik saja, alasan utamanya adalah Vely. Bapak tidak mau Vely yang manja menjadi tidak terkontrol. Bapak berusaha lebih dekat dengan dia, kadang Bapak juga membantu tugas kuliahnya.
"Maafin Umi ya Pak, karena Umi terlalu sibuk di Gallery Food, Bapak akhirnya pensiun dini dan sibuk memantau Vely, maaf Umi belum bisa jadi istri yang baik." Umi menyeka linangan air mata di pelupuk matanya.
"Jangan bicara seperti itu, Umi! Bapak ini kepala rumah tangga, selain kewajiban memberi nama yang baik, mendidik dan menikahkan, Bapak juga harus bisa memenuhi kebutuhan rohani anak-anak dengan keimanan dan amal saleh. Karena sifat Vely berbeda dengan Hari dan Fiya, Bapak memutuskan untuk pensiun dini dan fokus pada Vely."
"Dulu saat dia ketahuan nyembunyiin HP pemberian dari Damar di kamarnya, Bapak selalu khawatir kalau Vely dan Damar akan terlibat pergaulan bebas. Bapak nyewa mata-mata untuk memantau Vely. Hhhmm ... sebenarnya Bapak inginnya Vely dan Damar cepat menikah."
"Umi juga maunya kitu (gitu)." Umi beranjak menuju kamar Vely.
"Mau ke mana, Mi?" tanya Bapak.
"Mau bujuk Vely biar cepat nikah sama Damar."
.
.
Umi membuka pintu kamar Vely, ternyata tidak dikunci. Umi langsung masuk dan duduk di samping tempat tidur Vely.
"Maafin Umi nya Neng, kalau kata-kata Umi dan bapak nyakitin hati Neng. Umi dan bapak sayang sama Neng, dan sayangnya kita itu sama. Umi dan bapak tidak pernah membeda-bedakan kasih sayang antara kamu, a Hari dan Fiya."
Vely yang tadi poisinya memunggungi Umi sambil menangis, tiba-tiba langsung bangun dan memeluk Umi.
"Umi maafin Neng nya, harusnya Neng berubah. Maafin Neng yang gak dewasa, huuu ...." Umi mengelus punggung Vely.
"Dulu saat kamu lahir yang kasih ide nama Lovely itu Umi. Harapan Umi biar kamu hidup dipenuhi dengan cinta. Yamina itu nama dari bapak artinya pantas atau benar. Karena dalam sebuah nama ada doa yang tersirat, Umi dan bapak berharap hidup kamu dipenuhi dengan cinta, menemukan cinta yang tulus dan pantas, serta dapat memilih jalan kehidupan yang benar dan lurus."
"Umi ke sini sebenarnya mau bicara serius sama kamu geulis. Bapak dan Umi ingin kamu dan Damar segera menikah. Kalian sudah pacaran enam tahun, Umi dan bapak risih, gak baik pacaran lama-lama Neng."
"Kenapa Umi dan bapak harus risih? Vely dan bang Damar emang pacaran 6 tahun, tapi kita jarang ketemu Mi, pas kuliah D3 keperawatan Vely kan di asrama cuma pulang hari Minggu. Bang Damar juga sibuk dengan kuliah kedokterannya. Saat Vely ada waktu senggang pas kuliah S1 dan tidak di asrama lagi, bang Damar lagi sibuk-sibuknya kuliah spesialis paru."
"Kita jarang ketemu Mi, apalagi dia kan kuliah spesialisnya di Jakarta, jadi bisa dihitung dengan jari pertemuan kita Mi."
"Ari kamu nyaman dengan hubungan kaya gitu? Neng ..., Vely sekarang sudah besar cantik lagi, Damar juga sudah lulus kan kuliah spesialisnya, coba pastiin lagi ke dia Neng, dia serius enggak sama kamu? Umi dan bapak pengennya kamu segera dilamar sama Damar."
"Hhhmm ... sebenarnya Vely juga lelah kaya gini aja Umi, bang Damar selalu beralasan ingin fokus dulu sama jenjang pendidikannya. Vely sabar nungguin karena Vely cinta banget sama dia Umi. Kalau udah lihat wajah dia, Vely suka gak sanggup kalau mau bilang putus." Pipi Vely merona.
"Sekarang keputusan ada di tangan kamu, pokoknya cepetan tanyain lagi sama Damar, kasihan Umi sama bapak Neng, kita udah semakin tua. Fiya juga kan udah punya pacar, bagaimana kalau tiba-tiba pacarnya Fiya melamar dan mengajak menikah, apa kamu mau dilangkahi adik kamu?"
"Ih jangan atuh Umi! Ya udah Umi, hari ini kan Vely bebas dinas, terus besok kan libur dua hari, kalau Vely ke Jakarta ketemu bang Damar boleh gak?"
"Izin dulu sama bapak, Umi sih boleh-boleh aja, tapi jangan bawa kendaraan sendiri. Atau telepon aja atuh Damarnya biar ke sini, Neng!"
"Vely mau kasih kejutan Mi, Vely gak akan bilang kalau Vely mau ke sana, mau mastiin beneran gak sih dia teh bogoh ka Vely? Vely juga bosen ditanyain mulu kapan nikah sama temen-temen Vely."
"Nah gitu dong, Umi seneng kalau Vely udah mulai berani ambil keputusan. BTW naha (kenapa) sekarang manggil abang? Kenapa tidak manggil aa lagi?"
"Itu bang Damar yang mau Umi, soalnya kalau Vely panggil aa, katanya dia jadi lemes dan gak kuat, gak taulah gak ngerti."
"Aihh ari Damar araraneh ah! Alasannya gak masuk akal." Umi beranjak.
"Sekarang ayo izin sama bapak! Biar Umi antar."
To be continue ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
indah77
dengan begini, aku bisa belajar banyak" bahasa sunda.. terimakasih nyaiiiiiiii
2021-05-26
1
Nezza Priantka
baca yg ini jd keluar dah sundanya😊
2021-04-01
0
R.F
4 like
2020-12-21
1