Vely mulai memijat lembut pinggang Damar. Damar berusaha menahan rasanya sambil menekan kepalanya ke bantal. Pijatan Vely enak, tapi juga geli.
"Bug, bug, bug," Vely menonjok-nonjok punggung Damar.
"Ini jurus pijatan ala-ala jawara (jagoan), ini bisa mengeluarkan angin. Awas tong hitut nya! (Jangan kentut ya!)."
"Eeeuu ...."
Pukulan di pinggang dan punggung itu membuat Damar spontan sendawa. Damar mengangkat bantal sedikit untuk memberi ruang.
"Oeek, oeekk! Ih Aa bau tau! Makan jengkol atau pete nih kayanya."
Vely menututup hidungnya. Damar hanya bisa menahan tawa, dan menyembunyikan lagi kepalanya di bawah bantal.
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka.
"Neng! Kamu pulang duluan gak bilang-bilang sama U --," Hari tidak melanjutkan kata-katanya, ia terkesiap melihat pemandangan adiknya yang cantik tapi nyebelin itu sedang mendindih dan memijat Damar. Mendengar suara Hari, Damar hanya bisa mematung.
Vely menoleh ke arah Hari, ia masih belum menyadari kesalahannya.
"Ehh Aa ...?! Kenapa melotot gitu lihat Vely?! Kaget ya lihat Vely makin cantik? Hehee ...," kata Vely sambil nyengir.
"Ke-ke-ke ... (bentar-bentar), kalau itu A Hari, terus ini siapa dong?! Tidaaak!"
Vely loncat dari tempat tidur dan bersembunyi di balik punggung Hari. Hari terbahak-bahak melihat ulah adiknya, sedangkan Damar pura-pura tidur.
"Kamu tuh ya Neng, liat-liat atuh (dong) main pijit-pijit aja, dia teman kuliah Aa, kita satu angkatan semester 5."
Vely terkejut, ia langsung berlari dan menyerang Damar dengan bantal.
"Buk, buk, buk," Vely memukuli Damar.
"Kangeunahan (keenakaan) kamu ya aku pijitin! Bukannya bilang kalau kamu bukan A Hari! Ayo minta maaf!"
"Neng sudah-sudah! Gak sopan kamu sama teman Aa, dia lebih tua dari kamu Neng!" Hari melerai, menarik tangan Vely.
"Mau tua, mau muda, atau aki-aki (kakek-kakek) kalau salah ya salah A ...! Gak usah dibelain." Vely masih bersikukuh memukul Damar.
"I-i-iyaa ... ampuun, saya minta maaf."
Damar membalikkan badannya bangun dan menatap Vely. Eeuleh kasep geuning (wah tenyata ganteng), batin Vely.
Cantik banget, bening ... the power of Paris Van Java. Batin Damar.
"Udah deh, mending saling maaf-maafan aja, kenalan sekalian." Hari malah merebahkan dirinya di kasur sambil memainkan ponsel.
"Aku Damar," menyodorkan tangan.
"Sudah tau namaku kan?" Vely ketus, menerima tangan Damar tapi sambil memalingkan wajahnya.
"Neng ih, gak sopan kamu mah! Masa sama yang lebih tua begitu?! Ayo cium tangan!" perintah Hari.
"Iyaaa ...." Terpaksa deh aku cium tangan.
Setelah cium tangan Vely berlalu. Matanya mendelik menatap Damar, bibirnya mencucu seperti mulut ikan yang lagi minum.
Gemes ih. Batin Damar.
Gusti (Tuhan) dia ganteng banget sih?! Orang kotamah beda. Vely keluar dari kamar Hari, langsung di hadang sama uminya.
Umi adalah nama panggilan untuk ibu yang diserap dari bahasa Arab.
"Vely kenapa kamu pulang gak bilang-bilang sama Umi?! Orang tua mah khawatir Neng, ari kamu gimana siih?! Masa kalah sama adik kamu yang masih kelas dua SMP?! Dia lebih rajin dan cekatan."
"Umi tolong jangan suka banding-bandingin aku sama Fiya! Vely ya Vely, Fiya ya Fiya! Kita berbeda Umi ...!" Vely cemberut.
"Ari kamu kenapa sih kalau dinasihatin sama Umi selalu aja melawan! Nembal deui-nembal deui (menjawab lagi menjawab lagi)." Umi menjewer telinga Vely.
"Aduuh Umi sakiiiit! Bapaaak toloong Umi galak!"
Dokter Hilmi Nizar yang baru selesai mandi menghampiri.
"Makanya nurut sama Umi dong Neng!" Bapak berlalu masuk ke kamarnya.
"Bapak bukannya belain Vely, huuu ...."
Dasar cengeng malah nangis, baru juga dijewer dikit. Batin Umi. Umi melepaskan tangan dari telinga Vely.
"Kamu tu yaa, baru dijewer dikit udah nangis aja, lihat dong aa sama adik kamu. Mereka gak gampang nangis kaya kamu." Perkataan ibunya membuat tangisan Vely makin kencang.
"Huuu huuu ...." Gadis itu berlari masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan kencang.
"Gebruk." Umi terperanjat sambil mengelus dadanya.
"Sabar-sabaaar, anak gadis yang ini emang beda."
Aku nangis karena tidak suka dibanding-bandingkan dengan a Hari dan Fiya. Kenapa bapak dan umi tidak mengerti perasaan aku sih? Kalau aku berbeda dengan a Hari dan Fiya emang kenapa? Emang aku seperti ini. Aku sudah berusaha dan belajar keras biar masuk 10 besar seperti harapan kalian. Tapi kalau kenyataannya aku hanya mampu diurutan 20, mau bagaimana lagi?!
Vely menangis di kamarnya, gadis itu merasa sedih karena uminya selalu membanding-bandingkannya dan menututnya untuk berprestasi seperti Hari dan Fiya.
.
.
Di Kamar Hari
"Adikmu cantik Ri," kata Damar sambil memeluk guling.
"Haahaa, siapa dulu dong Kakaknya juga kan ganteng." Hari mengibaskan rambutnya.
"Kenalin aku sama adik kamu dong! Aku suka lihat bibirnya." Damar memejamkan matanya membayangkan kembali betapa menggemaskannya bibir Vely saat mencucu.
"Kenalan aja sono sama bibir boneka cakil, masa iya kamu suka sama bibirnya doang? Kalau suka sama adikku, ya harus suka sama semuanya." Hari menutup buku dan menarik selimut.
"Aku serius Ri, aku kan jomblo." Damar juga menarik selimutnya.
"Vely gak boleh pacaran Mar, gak pacaran aja nilai sekolah dia jelek, apalagi pacaran. Dia emang beda, kalau aku dan Fiya selalu masuk tiga besar, diamah sepuluh besar."
"Sepuluh besar juga lumayan Ri," sela Damar.
"Sepuluh besar dari belakang," sahut Hari. Damar dan Hari tertawa terbahak-bahak mentertawakan Vely.
"Bapak sama umi maunya dia masuk kuliah kedokteran, tapi dianya gak mau."
"Apa alasannya?" tanya Damar. "Bisi teu kaotakan." Damar mengernyitkan alisnya.
"Intinya dia takut gak mampu kuliah kedokteran," jelas Hari.
"Kalau adikmu yang lain?" tanya Damar.
"Kalau yang bungsu sih cerdas, masih bocah baru kelas dua SMP, tapi dia gak mau jadi dokter maunya jadi bidan. Cita-cita dia mau jadi dosen kebidanan."
"Wah hebat yaa masih SMP tapi sudah punya cita-cita jadi dosen," puji Damar.
"Nah maka dari itu aku aneh sama Vely, dia itu udahmah cengeng, terus masih bingung sama cita-citanya, bilangnya sih biar ngalir aja katanya kaya air sungai. Dia juga manjanya ampuuun dah. Dulu aku sempat mikir dia bayi yang tertukar soalnya beda banget sifatnya sama si bungsu."
"Unik dong, aku suka cewek manja," kata Damar.
"Yakiiin, Mar? Dia masak mie aja kalau gak kelembekan ya kementahan? Gak bisa diandelin deh pokoknya."
"Tapi masak air bisa kan?" tanya Damar.
"Bisa, bisa gosong pancinya. Dulu dia pernah disuruh masak air sama bapak, eh airnya habis pancinya gosong." Damar dan Hari kembali tertawa.
.
.
"Aduh kenapa telingaku panas siih?" Vely di kamarnya makin galau.
To be continue ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Kis Tatik
gozong ya
2022-01-06
0
indah77
hahahahahahahahahahaha
kali nggak kelembekan ya kementahan 😅😂😂😂
kumahak atuh neeeg
2021-05-26
0
Nezza Priantka
😂😂😂😂
2021-04-01
0