Suasana menjelang subuh di daerah Bandung begitu memanjakan setiap insan yang saat ini masih bergelayut manja di peraduannya masing-masing.
Umi Dina Erina telah siap dengan ritual hariannya yaitu memukul tutup panci untuk membangunkan anak gadisnya. Ceu Kokom sibuk di dapur memasak sambil asoy geboy bergoyang ala-ala dangdut koplo.
Sedangkan sang kepala rumah tangga dokter Hilmi Nizar sejak pukul 03.00 WIB terlihat sudah bertadzarus di moshola keluarga yang letaknya di belakang rumah tersebut. Halaman moshola itu menyatu dengan kebun belakang.
'Tok, tok, tok.'
"Assalamu'alaikuum, Neng Fiya bungsunya Umi banguun geulis (cantik), bentar lagi subuh. Tidak lama kemudian,
"Wa'alaikumusaalam Umi," sahut Fiya, gadis kecil itu membukakan pintu kamar, melongokan kepalanya sambil mengucek matanya.
"Duh bageur pisan (baik banget) bungsunya Umi, langsung ke moshola ya! Tadzarusan sambil nunggu subuh." Ternyata tanpa memukul tutup pancipun Fiya langsung bangun dengan mudahnya.
"Haduuh, kudu (harus) siap-siap ngebangunin yang inimah, beurat (berat)."
'Tok, tok, tok.'
"Assalamu'alaikuum," Vely bangun!
Vely, Neng Vely banguun! Vely!!"
'Trong, trong, trong.'
Ternyata tutup panci itu fungsinya untuk membangunkan Vely. Tapi sayang tidak ada sahutan dari kamar Vely. Pintu kamarnyapun terkunci, gadis itu tidurnya malam karena menangis, salam umi dan panci rupanya tidak mempan.
"Astaghfirullaah'aladzim," umi mengusap dadanya.
Umi kembali mengulang salam dan memukul panci, barulah setelah salam keempat dan tangan umi pegal memukul tutup panci, pintu kamar Vely akhirnya terbuka.
"Wa'alaikumusaalam," kata Vely. Tapi Vely hanya membuka pintu kamar, setelah itu ia kembali naik ke tempat tidur dan menarik selimutnya.
Umi menggulung lengan baju dasternya dan 'pletek-pletek' terdengar suara jari-jemari umi yang diregangkan. Umi sepertinya sudah siap perang melawan Vely.
"Vely bangun! Atau mau Umi banjur nih?!" Vely menjawab umi sambil menggeliat.
"Umi kali ini aja ya, Vely mau tidur dulu, bentaar aja Umi ..., semalem Vely bobonya kemaleman." Vely menyembunyikan kepalanya di bawah selimut.
"Siapa suruh tidur malam?! Vely!!" Umi berteriak. 'Trong, trong, trong' suara tutup panci kembali menggelegar memekik telinga Vely.
"Sekarang terserah sok kumaha Vely wae (bagaimana Vely aja). Mau bangun boleh, mau tidur selamanya juga boleh." Umi meninggalkan kamar Vely.
"Tidur selamanya? Umi kenapa tega banget sama Vely?! Doa Umi itu mustajab, kenapa Umi bilang Vely boleh tidur selamanya? Apa Umi seneng kalau Vely mati muda?!"
"Tuh kan, salah sangka lagi kamu mah sama umi Vel," gumam umi sambil meninggalkan kamar Vely.
Gadis itu akhirnya terpaksa bangun sambil mengacak-acak rambutnya dan mengentak-hentakan kakinya, matanya terlihat masih sembab. Setelah berwudhu ia beranjak hendak ke mushola. Tapi di pintu tengah sudah di cegat oleh umi.
"Tolong bangunin aa di atas yaa! Pelan-pelan aja banguninnya kasihan ada temennya juga kan, takut terganggu kalau terlalu berisik." Mulut Vely langsung mencucu.
"Umiii, kenapa Umi beda-bedain lagi sih? Umi bangunin Vely pake panci! Kenapa tidak bangunin aa pake panci juga?!"
"Ngaca dong Neng! Siapa yang susah dibangunin? Aa kamu itu kalau dibangunin mudah, Fiya juga mudah, tidak seperti kamu." Umi melengos.
"Umi biar Fiya aja yang bangunin aa yaa, Vely gak mau."
"Neng kapan kamu dewasanya sih? Gak baik kalau disuruh orang tua malah nyuruh orang lain lagi." Umi berlalu, lama-lama berbicara dengan Vely membuat umi mulas-mulas.
Vely menaiki tangga dengan malasnya.
"Awas yaa a Hari, dan kamu orang kota, tak akan kubiarkan kalian enak-enak." Vely mengendap membuka pintu kamar Hari. Gadis itu lalu pasang kuda-kuda bersiap untuk meluncur dan menindih Hari.
"Hiyaaaat," setelah mengambil ancang-ancang, tubuhnya langsung melesat ke atas ranjang, dan 'brug' maksud hati ingin menindih Hari.
"Adaaw," sosok di balik selimut bersuara tapi suaranya halus, tidak ada sama sekali teriakan kesakitan.
"Ke-kenapa se-senang sekali menindihku?" Mata Vely terbelalak, lagi-lagi ia salah, dikiranya Damar akan tidur di posisi kiri seperti saat pertama kali mereka bertemu. Kenyataannya kini Damar berada di sisi kanan dan kakaknya ada di sisi kiri.
Vely sudah siap untuk berteriak, tapi mulutnya langsung dibekap oleh tangan Damar.
"Ssst, jangan berisik kasian aa mu masih ngantuk," bisiknya. Mata Vely membulat. Kok ada ya orang bangun tidur tapi ganteng. Damar masih membekap Vely, lalu berbisik lagi.
"Kamu mau gak aku kasih HP? Tapi jadi pacar aku." Veli menggelengkan kepalanya.
"Sory ya aku bukan cewek matre."
"HP ku bagus loh keluaran terbaru." Satu tangan Damar mengambil tas kecilnya untuk mengambil HP.
"Ini dia HP-nya." Damar menggerakan HP itu ke kiri dan ke kanan, seperti sedang menghipnotis Vely. Bola mata indah Vely terhipnotis, matanya mengikuti gerakan tangan Damar. HP-nya bagus, kumaha ieu (bagaimana ini) terima jangan yaa?
"Bagaimana mau gak?" Damar menatap Vely.
"Ma-mau, mau HP-nya." Vely langsung mengambil HP itu dan berlari menuju pintu. Damar langsung bangun dan mengejar Vely. Damar menghalangi pintu keluar.
"Hei sini HPku, kamu belum bilang mau jadi pacar aku gak?"
"Tapi sama bapak, umi dan aa akumah dilarang pacaran, soalnya takut ganggu belajar." Vely menunduk.
"Kita pacarannya sembunyi-sembunyi, mau yaa? Aku suka sama kamu, kamu cantik." Pasti cantiklah namanya juga wanita.
"Ya udah aku mau, ta-tapi takut ketauan kalau aku punya HP."
"Sembunyiin dong HP-nya! Nanti aku yang kirim pulsa. Kamu bilang aja kalau pulsanya habis, oke gelis?"
Ih kaku banget sih. "Bukan gelis tapi geulis, geu, eu, eu." Vely mengajari Damar.
"Eu, eu, eu, geulis," kata Damar.
"Nuhun HP na A Damar, ikhlas kan ngasih HP-nya?" Aduh hatiku jadi lemes dipanggil aa. "Su-su su ...." Damar mengernyitkan alisnya.
"Ih mau bilang apa sih?"
"Su-sumuhun aku ikhlas, aku mau bilang sumuhun."
"Vely!" sayup-sayup terdengar suara umi memanggil.
"Makasih Aa, mulai hari ini kita jadian berarti yaa, nanti aku mau tulis di buku diary." Vely bergegas keluar kamar.
"Iya umiii, a Harinya susah bangun tuh!" sahutnya. Damar tersenyum melihat ulah Vely, Damar mengangkat tangannya ke udara lalu dikepalkan.
"Yes, yes, yes," kata Damar.
"Hei kamu kenapa?" Hari mengagetkan.
"Gak apa-apa Ri, aku seneng aja bisa bangun sebelum adzan subuh, ternyata bener bro, bangun sebelum subuh itu bisa mendatangkan rizki. Barusan aku baru aja dapet rizki." Damar berbalik membuka tasnya untuk mengambil sarung.
"Rizki apa sih Mar, bagi-bagi dong." Mereka berjalan menuruni tangga untuk ke mushola.
"Lain kali kalau semuanya udah lancar aku ceritain deh." Kalau aku bilang, takutnya malah gak setuju lagi kalau adiknya pacaran.
"Kita biasanya tadzarusan dulu di mushola, sebelum berjamaah ke mesjid," kata Hari.
Damar sudah ada di moshola, matanya langsung tertuju pada gadis yang kini sudah menjadi pacarnya. Vely sudah memakai mukena gadis itu sedang membaca Al-Qur'an bersama umi dan adiknya. Damar melihat jika pemandangan itu sangat indah dan membuat hatinya damai. Sejak saat itulah ia tertarik untuk menjadi bagian dari keluarga dokter Hilmi Nizar.
To be continue ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
indah77
bener" aduduh aa damar
2021-05-26
0
Nezza Priantka
aku suka aku suka aku suka....
2021-04-01
0
mae mulyani
mau hp nya , hihi
2021-02-22
0