Bangkrut

"Memangnya kenapa kita harus pindah pak?" tanyaku.

"Maafkan bapak ya nak...bapak tidak pernah mau dikasih masukan sama kamu. Padahal jauh-jauh hari,sebelum bisnis ini berjalan kamu sudah pernah ngingetin bapak. Sekarang apa yang kau takutkan kemarin,semuanya terjadi. Bapak bodoh dan terlalu percaya dengan sahabat bapak,bapak juga telah meremehkan usulan kamu,bapak selalu menganggap kamu sebagai anak kecil yang nggak tau apa-apa,padahal kamu sudah dewasa...sudah ngerti hukum dan tata cara berbisnis."

"Berbisnis dengan orang lain memang tak cukup dengan rasa saling percaya dan berdasarkan persahabatan masa kecil. Kini semua sudah habis...habis...tinggal rumah ini,itu pun terpaksa harus dijual untuk menutupi hutang bank dan membayar gaji karyawan...Astaghfirullah...bukannya aku mengantarkan anak-anakku ke gerbang kesuksesan tapi aku malah menjerumuskan anak-anakku ke gerbang kehancuran."

"Maafkan bapak Raya...maafkan bapak...Bapak telah mengubur semua cita-citamu dan masa depan adik-adikmu" ucap bapak sambil menyesali perbuatannya.

Aku hanya diam tertegun,melihat bapak menangis dan terpuruk. Aku tak bisa berkata apa-apa,mau disesali seperti apa pun semua yang hilang tak mungkin kembali.

"Sudahlah pak...mungkin memang sudah jalannya,apa yang pernah kita pinjam kini telah diminta sama yang punya" kataku mencoba tegar.

Kedengarannya sok bijak memang,tapi apa yang bisa kukatakan lagi coba...melihat bapakku begitu terpukul,apakah aku harus marah dan menyalahkan bapak? Atau menangis sekencang-kencangnya agar semua tetangga bangun?

Aku yakin bapak sudah berbuat yang terbaik untuk keluarganya dan pastinya bapak juga nggak ingin bisnisnya bangkrut. Semua ini memang sudah takdir Alloh yang harus kami jalani.

"Lalu bagaimana dengan keinginanmu melanjutkan sekolah...bapak sudah tak bisa membiayaimu kuliah. Otak bapak sudah buntu,tak bisa berfikir lagi...maafin bapak ya nak..." keluh bapak.

"Harusnya bapak bisa memberikan warisan dan masa depan yang lebih baik tapi...Sekarang ini jangankan memberikan warisan,rumah untuk berteduh pun mungkin hanya alakadarnya,belum lagi buat makan sehari-hari dan buat sekolah adik-adikmu...akh bapak benar-benar telah gagal menjadi seorang imam dan kepala rumah tangga..."

Bapak meremas-remas rambut kepalanya frustasi,air mata kesedihan dan kegagalan tak dapat dibendungnya lagi,mengalir di pipinya yang sudah mulai berkerut. Aku memegang tangan bapak dan ku elus pelan punggung tangan bapak yang selama ini telah bekerja keras mencari uang untuk kami.

"Pak,tidak ada satu pun orang di dunia ini yang ingin gagal dalam berbisnis. Tak seorang pun orang yang pernah berharap usahanya menjadi bangkrut. Semua ini terjadi karna sudah jadi suratan takdir dari Alloh,siapa tau akan ada keindahan dan kenikmatan yang akan kita sekluarga rasakan dibalik musibah ini."

"Kedua tangan ini,selama ini sudah berbuat banyak untuk kebahagiaan kami. Kedua tangan ini sudah bekerja keras siang dan malam untuk memenuhi semua kebutuhan kami. Bapak tidak gagal,bapak sudah bekerja dengan jujur dan sepenuh hati,tapi sifat iri seorang manusia lah yang tega dan jahat mencurinya. Mungkin sudah waktunya kedua tangan ini untuk istirahat dari kerja keras nya selama ini."

Aku menarik nafas pelan. Aku tak menyangka akan ada kata-kata sepanjang itu keluar dari mulutku.

"Bapak...bersyukurlah Raya sekarang sudah lulus SMA,Raya janji Raya akan mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan sekolah adik-adik. Bersyukurlah juga bapak mempunyai 3 orang anak perempuan,karna kelak kemudian hari akan ada seorang laki-laki yang akan menanggung hidup mereka. Jadi bapak tidak perlu menyesali karna tidak dapat memberikan warisan pada kami" ucapku sambil sekuat hati menahan air mata supaya tidak menetes.

"Raya..." ucap bapak sambil memelukku dari samping.

"Bapak tidak menyangka di balik sikapmu yang sering menjengkelkan kami,ada sifat kedewasaan yang luar biasa. Maafkan kami yang selama ini sempat menelantarkanmu...maafkan kami yang tak bisa menjadi orangtua yang sempurna untukmu"

Bapak mengelus kepalaku dan mencium pucuk kepalaku sambil masih terisak. Pelan aku menarik tubuhku,melepas pelukan bapakku.

"Pak,bangkrut bukan akhir dari segala-galanya. Raya tidak akan meminta bapak bekerja,cukup do'a yang Raya harap bapak berikan sebagai semangat dan kekuatan untuk Raya...biarlah saat ini,gantian Raya yang bekerja" ucapku penuh semangat.

Aku tidak mau membuat bapak terlalu lama larut dalam kesedihan,padahal jujur saja...untuk memikirkan aku akan bekerja apa dan bekerja dimana pun belum ada bayangan dalam otakku. Bapak menatapku ragu-ragu,tapi aku berusaha bersikap senormal mungkin dan menyembunyikan perasaan gundahku serapi mungkin.

"Bapak pasti akan selalu mendo'akanmu..." ucapnya sambil menyeka sisa air matanya yang menetes di pipi nya.

"Kalo begitu,besok pagi kita akan mulai membuka lembaran baru dengan semangat yang baru" ucapku mencoba meyakinkan bapakku.

Bapak tersenyum melihat semangatku yang berkobar-kobar seperti akan menghadapi peperangan...hehehe...

Tapi memang bagiku,musibah ini bukan akhir dari segala-galanya... Selama kita mau berusaha pasti kita bisa bangkit lagi.

"Nah gitu dong...senyum...hehehe..." kataku sambil nyengir.

"Kalian tidak usah khawatir,kemarin ketika pembeli rumah ini memberikan uang muka,bapak sudah membeli rumah di pinggiran kota. Tidak sebesar ini tapi cukup untuk kita sekeluarga berteduh bersama" ucap bapak.

"Alhamdulillah...Rumah sudah ada...apa lagi yang perlu di khawatirkan? Pokoknya Raya akan berusaha bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya untuk menyekolahkan adik-adik sampai selesai... Bapak nggak usah khawatir,Raya kan anaknya kuat" ucapku sambil mengangkat sebelah tanganku dan memperlihatkan otot bahuku yang memang terlihat kencang karna aku rutin olah raga beladiri.

Bapak kembali tersenyum dan berdiri mengoyak rambutku.

"Kamu memang anak bapak yang hebat...bapak bangga padamu. Bapak akan lihat ibumu dulu" ucapnya sambil berlalu menuju kamar.

"Pak..." langkah bapak terhenti dan menoleh ke arahku.

"Besok pagi...Raya masih boleh manggung sama teman-teman kan?" tanyaku hati-hati.

"Manggung yang terakhir pak,setelah itu Raya akan konsentrasi mencari kerja" lanjutku.

Bapak terdiam lalu menjawab tanyaku dengan anggukan.

"Yess..." ucapku bahagia sekaligus sedih,mengingat ini adalah penampilanku yang terakhir.

Malam semakin larut,semua penghuni rumah sudah terlelap dalam mimpi mereka masing-masing. Hanya mataku yang masih belum bisa terpejam. Masih jelas terngiang obrolanku dengan bapak tadi. Aku tak menyangka,bisnis bapak yang dibangun dengan kerja keras dan kejujuran,hancur dalam sekejap karna kecurangan sahabatnya sendiri,sahabat bapak dari kecil.

Aku juga membayangkan dengan pasti,betapa hebatnya pertengkaran bapak dengan ibu tadi sampai membuat ibu pingsan dan membuat adik-adikku menangis ketakutan di kamarku. Kasian mereka...akh aku sangat menyesal tidak bisa memeluk mereka saat mereka butuh perlindunganku.

.

.

.

.

.

.

.

Lanjut...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!