Mentari segera masuk ke dalam rumah dengan berlari secepat mungkin. Ia menolehkan kepalanya memindai ke segala arah dari ruang tamu itu dan mencari tahu siapa yang datang.
"Tidak ada siapapun." Kata gadis kecil ini lirih dan masih bisa didengar oleh kedua orang tuanya saat mereka masuk ke dalam ruang tamu itu.
"Kenapa sayang?" Tanya Sang Bunda ketika melihat raut wajah putrinya itu terlihat sangat kecewa.
"Tidak apa-apa Bunda." Jawab Mentari.
"Kalau tidak ada apa-apa kenapa itu muka kusut seperti baju belum di setrika?" Jawabnya.
"Baiklah aku mau tanya Bun." Kata Mentari.
"Ada apa Sayang?" Tanya Sang Bunda dengan penuh kasih sayang.
"Itu di depan yang parkir mobil milik siapa?" Tanya Mentari.
"Tidak tahu, tadi kita baru sampai di rumah jadi tentunya Ayah dan Bunda tidak tahu." Jawab Bunda jujur.
"Kami juga baru lihat mobil itu, jadi bukan rekan kerja jugakan." Jelas Sang Ayah.
"Lalu kira-kira siapakah gerangan atau mungkin ada penampakan di siang bolong?" Tanya Tari masih dengan penuh rasa penasaran.
"Kalau begitu kita tanya saja semua orang yang tadi di rumah kita." Saran Sang Ayah.
"Aha... Betul...betul.... betul." Kata Tari gadis kecil itu dengan menjentikkan jari di depan wajahnya.
Mereka bertiga berjalan menuju ruang keluarga untuk melepaskan rasa lelahnya sambil bergandengan tangan. Ayah duduk dengan menyandarkan punggungnya pada kursi sofa agar lebih rileks.
Bunda memanggil salah satu Asisten Rumah Tangga yang paling dipercaya di keluarga ini. Dia duduk dengan membelai rambut putrinya dengan penuh kasih sayang.
Jarang sekali tamu yang datang ke rumah dengan pengawasan yang begitu ketatnya. Pengawasan itu juga bertujuan untuk menjaga keselamatan seluruh anggota keluarga dari saingan bisnis mereka.
"Bi... Bibi." Panggil Bunda dengan suara yang tidak begitu keras saat duduk sambil membelai rambut Sang Putri.
"Ya, Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Bi Inna.
"Bi, aku cuma mau tanya, siapa yang datang?" Tanya Nyonya Devi.
"Adrean Nyonya." Jawab Bibi.
"Sekarang dimana Abang?" Tanya Mentari sambil bergerak duduk setelah berbaring di atas pangkuan Sang Bunda.
"Baru istirahat di Kamar Bibi." Jawab Bibi.
"Boleh kah aku... bertemu dengannya?" Tanya Mentari berharap bisa bertemu dengan dengan Kakak temu gedenya.
"Silahkan Nona". Kata Bibi ragu kalau Nona kecilnya pergi ke kamar belakang.
Sang Bunda melihat wajah Asisten Rumah Tangga yang penuh dengan keraguan. Bibi yang telah mendapat anggukan kepala Sang Nyonya baru memberikan jawaban untuk Nona kecilnya.
Bibi mengerti kalau Sang Nyonya memperbolehkan anaknya untuk berkunjung ke kamar belakang. Gadis itu terlihat berpikir sejenak kemudian Dia memutuskan untuk menunggu Abang Adrean bangun dari tidurnya karena memang ini adalah waktunya istirahat siang.
Gadis kecil itu juga pergi ke kamarnya untuk istirahat setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang cukup besar tidak butuh waktu lama untuk tertidur karena badannya merasa sangat lelah.
Kedua orang tua Mentari masih berada di ruang keluarga. Mereka melakukan perbincangan kecil mengenai sang anak.
Waktu berlalu dengan cepat, Mentari mengerjapkan mata berulang kali untuk memperoleh kesadarannya. Dia melihat jam weker yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya.
Gadis itu turun dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka agar terlihat lebih segar. Dia segera merapikan rambutnya dan dibiarkan terurai.
"Sudah bangun belum ya Abang?" Gumamnya.
Ceklek
Suara pintu dibuka oleh seseorang secara perlahan. Langkah kakinya hampir tidak terdengar.
"Sudah bangun ya ternyata anak gadis Bunda?" Tanya Bunda.
"Ya Bunda. Aku sudah cantik belum Bunda?" Tanya Tari berdiri di depan kaca dengan memutar badannya.
"Anak Bunda pasti yang paling cantik." Puji Sang Bunda.
"Siapa dulu dong Bundanya." Puji Tari.
"Ayo kita turun." Ajak Sang Bunda.
Mereka berdua keluar dari kamar Mentari yang didisain elegan dengan penuh motif anak. Banyak sekali barang dan mainan motif anak perempuan.
Saat turun dari tangga mereka sudah melihat Sang Ayah berbincang-bincang dengan seseorang di ruang keluarga. Mereka berdua berbincang sepertinya mengenai hal yang sangat menarik hingga kedatangan kedua bidadari itu tidak diketahui mereka.
Kedua bidadari itu tahu siapakah gerangan walaupun hanya menampakkan postur tubuhnya. Postur tubuh yang sejak dulu tidak berubah sama sekali.
"Sore Nyonya." Sapa Adrean setelah beranjak dari tempat duduknya.
"Sore." Jawab Nyonya Devi singkat kemudian duduk di samping suaminya.
"Abang." Panggil Seorang gadis kecil yang berada di atas pangkuan sang Bunda.
Mereka berbincang-bincang tidak lama karena waktu yang semakin sore. Gadis kecil itu tampak sangat bahagia mendapat teman berbincang sekarang ini seperti waktu dulu.
Bunda meninggalkan mereka semua yang berada di ruang keluarga menuju dapur. Dia menghampiri Bi Inna yang sedang menyiapkan makan malam sendiri.
"Masak apa Bi?" Tanya Nyonya Devi yang baru saja datang.
"Masak sayur bayam, opor dan lauk tahu tempe, serta ayam Nya." Jawab Bibi.
"Sayur dan lauk yang ada di dalam kulkas masih ada?" Tanya Nyonya Devi.
"Masih Nya." Jawab Bibi.
"Untuk besuk pagi masak tumis saja ya Bi." Kata Nyonya Devi.
"Baik Nya." Jawab Bibi singkat.
Sang Bunda selalu menyiapkan sendiri semua kebutuhan rumah tangga seperti memasak dan menyiapkan keperluan anggota keluarganya. Ia berlaku selayaknya Ibu rumah tangga pada umumnya.
Kebersihan rumah dan halaman sudah ada yang membantu mengerjakannya. Rumah sebesar istana itu tidak mungkin dikerjakannya sendiri tentu saja harus mempekerjakan orang lain.
Semua pekerja yang ada di rumah besar itu diperlakukan dengan sangat baik oleh pemiliknya. Keluarga sekaya raya itu tak pernah berlaku sombong kebanyakan keluarga kaya anak lainnya, bahkan mereka diperlakukan seperti keluarga sendiri.
Sikap dingin dan kaku mereka terlihat jika berhadapan dengan orang lain yang meraka baru saja mengenal. Apalagi rekan bisnis keluarga itu sampai merasa takut jika berhadapan dengan keluarga mereka.
Tuan Richat dan Nyonya Devi seperti singa yang akan menerkam mangsa jika dalam kemarahan. Menurunlah hal itu ke anak gadisnya yang pintar dan sangat cantik serta menggemaskan diusianya yang sekarang.
Sang Bunda sudah selesai dengan kegiatan di dapur untuk menyiapkan makan malam. Dia berjalan menuju ruang keluarga dan memanggil Sang Putri untuk mandi.
Mentari yang sedang terlena dengan obrolan ringan dengan Adrean membuatnya lupa waktu. Gadis kecil yang biasanya disiplin sampai bisa lupa dengan apa yang harusnya dia lakukan sungguh membuktikan gadis itu sangat membutuhkan teman selain anggota keluarganya.
Mentari dengan patuh langsung menuju ke kamar untuk membersihkan diri. Merasa badan sudah sangat segar gadis ini langsung berlari menuju kamar kedua orang tuanya.
Ceklek
Suara pintu kamar dibuka oleh seorang gadis kecil dengan suara langkah kaki yang sangat cepat sehingga bisa didengar oleh sepasang suami istri itu. Beruntung mereka tidak melakukan hal bisa merusak mata dan telinga sang anak gadis.
"Kenapa Putri Kecil ku yang sangat cantik ini terburu-buru?" Tanya Bunda sudah selesai mandi dan sedang duduk di depan meja rias seketika langsung menoleh pada Sang Putri.
"Tidak Bunda aku cuma ingin bersama mu. Aku sendirian tidak ada teman cerita." Kata Mentari langsung berlari di pangkuan Sang Bunda dan langsung memeluknya.
"Alasan saja kamu sekarang. Bilang saja kepingin bermain dengan Abang yang baru dateng itu." Tebak Sang Bunda.
"Habisnya aku gak ada temen." Keluh Sang Putri.
"Jadi selama ini Ayah dan Bunda bukan teman mu?" Tanya Sang Bunda.
"Bukan seperti itu Bunda sayang." Kata Mentari dengan memeluk leher Sang Bunda kemudian mencium kening Sang Bunda.
"Baiklah-baiklah Bunda mengerti sayang." Kata Bunda.
"Apa yang kalian berdua lakukan?" Tanya Ayah yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Kalau Putri kecilku yang cantik ini minta dipangku seperti itu, nanti ayah gak dapet bagian dong?" Keluh Sang Ayah.
"Ayah mau mengulangi lagi? Tanya Sang Bunda.
"Mengulangi apa istri ku yang cantik?" Tanya Ayah.
"Membuat sampah di otak anak balita. Jawab Bunda.
"Oh Now." Kata Sang Ayah dengan berjalan mengambil pakaian rumahnya.
"Kenapa tadi tidak mengetuk pintu dulu sebelum masuk sayang?" Tanya Bunda berusaha mengalihkan pembicaraan baru saja.
"Maaf Bunda tadi aku keburu-buru, kangen sama Bunda." Kata Mentari agar dimaafkan atas kelakuannya baru saja.
"Kangen bilangnya, padahal....?" Canda Sang Bunda.
"Ah Bunda." Balas Mentari malu-malu.
Menunggu Sang Ayah selesai berganti baju rumahan yang santai mereka berbincang-bincang. Banyak hal yang selalu ada saja mereka bicarakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Ari Prihatin
Awalnya 4 tahun sebelum terjadi kecelakaan pada orang tuanya.
untuk bab sejarang 17 tahun. Udah lulus SMA karena jenius selalu lompat kelas.
2021-04-25
0
Wikan
sebenarnya mentari umur berapa sih?
2021-04-25
0