Pemuda itu berbincang banyak dengan Sang Ibu sebelum Tuannya kembali dari makan siang bersama keluarga. Mereka melepas rindu yang sangat teramat karena lama tak bertemu.
"Nak gimana kuliah mu?" Tanya Sang Ibu saat membelai rambut Adrean yang sedang berbaring di pangkuannya.
"Baik Bu. Tahun ini aku sudah lulus S2." Jawab Adrean menikmati belaian Sang Ibu yang penuh dengan kasih sayang.
"Pekerjaan yang diserahkan padamu dari Tuan gimana?" Tanya Sang Ibu.
"Perusahaan semakin berkembang, dan anak cabangnya juga semakin banyak di sana." Jawab Adrean.
"Baguslah jangan mengecewakan Tuan yang sejak dulu telah baik pada kita." Nasehat Sang Ibu.
Pemuda itu tidak butuh waktu lama untuk tertidur di pangkuan ibunya karena merasa nyaman. Rasa lelah dalam perjalanan pulang juga sangat mendominasi.
Bapak Adrean adalah orang kepercayaan Tuan Richat sejak kecil. Mereka berdua adalah teman masa kecil.
Dia adalah sosok yang selalu melindungi sahabat terdekatnya itu apalagi setiap kali melakukan kesalahan. Menyembunyikan kesalahan yang telah diperbuat karena melindungi dirinya juga.
Saat Adrean masih dalam kandungan ibunya, Dia sudah menjadi yatim. Sang Bapak meninggal karena melindungi Tuan Richat dari musuh yang mengincar nyawanya saat itu.
Saat meninggal Sang Bapak memberikan sebuah amanat kepada Istrinya untuk terus menjaga keluarga Tuan Richat dan keluarganya. Semua Asisten Rumah Tangga di Kediaman Utama Tuan Richat tahu semua pengorbanan itu sehingga mereka tidak memiliki rasa iri jika Adrean dan keluarganya mendapat perlakuan yang istimewa dari Tuan mereka.
Narendra adalah saudara sepupu dari Sang Bapak yang ditugaskan untuk selalu menjaga keluarga Tuan Richat. Untuk mengawalnya dia menjadi sopir pribadi sehingga dapat menjaga keamanannya setiap waktu.
Di Jalan Raya
Mobil mewah limited edition yang dikendarai oleh Sang Sopir dan Tuan Richat beserta keluarganya kini melaju dengan kecepatan sedang menuju kediaman utama mereka. Rasa senang meliputi hati keluarga yang ada di dalamnya mobil itu setelah makan siang mereka.
Gadis kecil itu bercerita banyak hal dengan senyum yang terukir diwajahnya. Hal tersebut membuat kedua orang tua Mentari pun ikut senang.
"Ayah sekarang aku sudah besar bukan? Tanya Mentari saat duduk di pangkuan Sang Ayah dengan manjanya.
"Siapa bilang kamu susah besar? Tanya Sang Ayah.
"Kalau benar seperti itu kamu pasti tidak ingin lagi bermanja dengan Ayah seperti sekarang ini." Lanjutnya.
"Ayah jahat." Ketus Gadis Kecil itu dengan diiringi dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Nah itu dia, mudah marah tanpa berpikir lebih baik lagi." Nasehat Sang Ayah agar anak gadisnya lebih paham dengan bahasanya.
"Tidak ingatkah dengan kata-kata seorang wanita yang bekerja di restoran tadi?" Tanya Sang Bunda mengingatkan anaknya sambil mencubit hidung mancung milik sang anak.
"Baik-baik aku kalah." Kata Mentari mulai luluh.
"Bukan sebuah pertandingan sayang." Kata Sang Ayah.
"Kalau Ayah dan Bunda sedang berkelahi nah itu baru pertandingan." Kata Sang Ayah dengan otaknya yang mulai mesum.
"Apalagi pertandingan sepak bola." Lanjutnya.
"Sayang jangan kotori telinga anak kamu dengan hal-hal seperti itu." Kata Bunda menatap suaminya dengan tajam untuk memperingatkan.
Gadis kecil itu melihat kedua orang tuanya secara bergantian berulang kali. Melihat kelakuan sang anak baru saja, mereka berusaha mencari topik pembicaraan lain.
Ayah tidak bisa berpikir saat itu, hingga harus memberikan kode pada sang istri melalui beberapa kedipan mata. Sang istri hanya mengangkat bahu tidak mau membantu memberikan solusi untuk kata-kata baru saja.
Gadis kecil ini ingin sekali bersekolah seperti anak-anak pada umumnya. Hal tersebut digunakan untuk mengalihkan pembicaraan mereka sekeluarga.
Hati Sang Ayah sangat khawatir jika anaknya harus keluar di sekolah umum. Memiliki resiko tentunya daripada sang anak sekolah di rumah atau Home Schooling.
Permintaan buah hatinya itu sulit untuk ditolak setelah melihat antusias sang anak untuk sekolah. Sang ayah akhirnya menyetujuinya dengan berat hati dengan sebuah syarat.
"Baiklah, tapi dengan sebuah syarat." Kata Sang Ayah menyetujui permintaan anak gadisnya.
"Apa sih syaratnya Ayah?" Tanya Tari sedikit khawatir tidak bisa memenuhinya.
"Em..... Apa ya....?" Goda sang Ayah mengulur waktu hingga membuat anak gadisnya semakin penasaran.
"Kamu harus jadi anak yang pintar, cerdas, baik hati dan mandiri." Kata Ayah mencoba berpikir positif.
"Ayah, Tari pikir apa syaratnya." Balas Tari sangat senang walaupun dia melihat sebuah rasa khawatir pada diri Sang Ayah.
Suasana dalam mobil itu kini sunyi hampir tidak ada percakapan sama sekali. Terdengar hanya Mentari yang sedang bersenandung dengan riang.
Mentari memiliki keinginan untuk memiliki seorang teman hingga ia memiliki keinginan untuk bersekolah di sekolah umum. Berbeda sekali dengan di rumah yang sangat besar tetapi tidak ada seorang teman untuk bermain.
Teman bermain di dalam rumah itu hanya Sang Bunda tidak ada orang lain. Ia juga ingin mengenal dunia diluar sana.
Di depan rumah setelah memasuki pintu gerbang terlihat sebuah mobil asing yang terparkir di depan kediaman utama milik keluarga Tuan Richat. Beberapa pasang mata melihat dengan jelas belum pernah melihat mobil ini sebelumnya bahkan diantara rekan kerja mereka.
Seorang gadis kecil sangat antusias sekali ingin mengetahui siapa gerangan yang berkunjung ke rumah mereka. Mobil yang baru saja berhenti di garasi membuat gadis itu segera berlari keluar dari dalam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments