#Suamiku_Senior_Killer
#SSK_04
Dia Kembali.
.
Salsa POV
Kaki menggantung di kepala ranjang, tangan yang sibuk memainkan permainan di gawaiku. Cuma bisa di kamar tanpa ke mana-mana karena tubuhku masih pegal-pegal.
“Kak Mario.”
“Kak Mario.”
“Kak Mario jelek.”
“Kak Mario jelek.”
Aku terbahak-bahak dengan perkataanku sendiri yang diikuti dari Tom, permainan kucing.
Ceklek.
Aku menoleh dan merasa dejavu, situasi di mana aku baru menjadi istri Kak Mario. Dia menghampiriku.
“Kakiknya di turunkan,” ujarnya membuatku terpaksa menurunkan kakiku.
“Kak Mario, habis ke mana?” tanyaku.
“Di belakang memberikan ikan makan,” ujarnya membuat langsung mengingat ikanku itu.
“Mancing, yuk, Kak. Aku sudah enggak sabar.” Aku segera keluar bersama Kak Mario. Lalu, mengambil pancingan kami.
“Aku jadi keingat sama Nenek, Feli, Rian, Anggi dan Gia, kita bakal mancing, terus bakar ikan,” paparku mengingat mereka semua.
“Kita bisa ke Yogya kalau liburan kembali,” ujarnya membuatku semangat sedikit.
“Yey! Pancingku dimakan!” teriakku kesenangan. Aku mulai menariknya kesusahan. Kak Mario membantuku, sampai muncul ikan ukurannya jumbo.
“Satu saja, Kak. Kita bakar sekarang.”
Aku dan Kak Mario membakar ikan di samping rumah.
***
Mario POV
Sorenya aku mengajak Salsa keluar. Kami mampir di sebuah restoran, lalu memesan. Betapa terkejutnya melihat seseorang yang menghancurkan rumah tangga kami berada tidak jauh dari sana memandang kami.
“Kak Mario lihat apa, sih?” Belum sempat mencengahnya, dia menoleh. Aku tidak tahu ekspresi Salsa, tetapi jantungku berdetak tidak karuan. Jangan sampai trauma yang ia rasakan kembali muncul.
“Sa,” panggilku. Ia berbalik dengan kaku—netranya mulai terlihat ketakutan.
“Sekarang kita pergi dari sini,” ajakku, tetapi dia menahan tanganku.
“Ak—aku tidak apa-apa, Kak.” Dia menampilkan senyum yang terlihat begitu dipaksakan.
Trauma Salsa hilang karena keikhlasanya, tetapi siapa sangka ingatan itu masih membekas dalam ingatannya. Jangan sampai dia mengalami trauma dan depresi berat kembali.
Aku tidak menyangka restoran ini adalah milik Eva meski kabarnya dia membuka restoran, tetapi kenapa jaraknya lumayan dekat dengan rumahku?
“Kak Mario.”
Aku tersentak dari lamunanku. “Kenapa?” tanyaku khawatir.
“Kakak makan, jangan mikirin yang lain. Salsa enggak apa-apa,” lirihnya mengusap tangakku di meja.
Aku menelan makananku dengan susah payah. Eva sama sekali tidak beranjak dari tempatnya, dia menatap kami terus-menerus.
***
“Mario.”
Aku menyentak tangan yang menahan lenganku. Mataku menatap tajam wanita di di depanku.
“Ak—aku minta maaf, aku sama sekali tidak bermaksud untuk menghancurkan rumah tangga kalian. Aku tahu selama ini aku jahat dan aku selalu menahan diri untuk menemui kalian. Aku menyesal,” mohonnya.
Aku tertawa penuh ejek. Dia minta maaf setelah membuat rumah tanggaku diujung tanduk? Cih, bahkan melihatnya saja tidak sudi.
“Dengar, jangan pernah muncul di depanku karena maaf yang kamu inginkan tidak akan pernah kamu dapatkan. Aku bahkan tidak percaya kamu berubah.”
Aku meninggalkannya ke parkiran. Salsa sudah menunggu di mobil lebih dulu. Sengaja memintanya agar dia tidak terlalu lama di dalam restoran.
“Mario! Mario, aku beneran menyesal!” teriak Eva, tetapi tidak aku gubris.
***
Salsa POV
Aku teridam di dalam mobil. Kehadiran Eva membuatku terguncang kembali, ada rasa takut yang menderap dalam hati.
Bagaimana jika dia kembali memisahkanku dengan Kak Mario? Bagaimana jika kedua orang tuaku mulai mempercayainya lagi?
Tidak! Pasti tidak lagi, ayolah Salsa dia pasti tidak akan membuatmu kembali bersama dengan pilihan mereka. Aku mencoba menyemangati diriku sendiri, berharap semua pemikiran negatif itu hilang.
“Sa.” Aku terenyak. Sejak kapan Kak Mario sudah di sini?
“Kak Mario sejak kapan di sini?” tanyaku.
“Sejak tadi, kenapa kamu melamun?” tanyanya.
“Aku tidak apa-apa. Hanya memikirkan tugasku,” elakku.
Aku tidak mau kembali di mana masa aku merasa sendiri dan tidak berdaya. Semua tidak kukenali dan bayangan pria itu, tidak akan aku izinkan masuk ke dalam pikiranku.
***
Malam ini aku makan dengan rasa begitu kaku dan tegang. Mertuaku datang ke rumah kami dan ikut makan malam.
Hubunganku dengan mertuaku begitu dingin. Aku masih tidak dipandangnya dan mengacuhkan keberadaanku. Begitu sulitkah mereka menerimaku, padahal aku tak punya kesalahan sama sekali.
Aku pun pernah depresi bukankah karena mereka juga? Andai mereka tidak membuat—ah sudahlah. Semua masa lalu yang harusnya tak pernah diungkit kembali karena akan membuka luka lama.
“Kak, keluar saja. Biar aku bereskan sendiri,” ujarku pada Kak Mario saat dia membantuku membereskan piring kotor usai makan malam.
“Kakak bantu, ya. Nanti kita sama-sama ke sana,” ujarnya mengangkat piring kotor.
Aku menghapus air mataku yang membasahi pipiku. Sedih rasanya, dulu mertuaku sangat menyayangiku, tetapi sekarang dia bahkan tak mau melihatku.
“Jangan menangis,” bisik suamiku dan tangannya melingkar di pinggangku. Ia menopang dagunya di pundakku.
“Mama sama Papa masih marah sama Salsa, Kak. Salsa bingung harus bagaimana agara Mama sama Papa mau seperti dulu,” lirihku seraya terisak.
“Mama sama Papa akan kembali seperti dulu. Kita butuh kesabaran,” kata Kak Mario dan membalikkan tubuhku menghadapinya.
“Jangan memikirkan apa pun. Aku tidak akan membiarkan orang lain datang dan mengacaukan hubungan kita. Cukup percaya denganku,” pinta Kak Mario.
Semoga saja, Kak, karena aku tak tahu bagaimana lagi menata kehidupanku andai hancur kembali. Mungkin aku akan tenggelam dalam pusar kesengsaraan.
“Iya, Kak. Kak Mario harus selalu di sampingku dan aku percaya tidak akan yang bisa menghancurkan kita.”
Kecuali jika kita yang berusaha menghancurkan diri sendiri, Kak, lanjutku dalam hati.
***
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments