SSK-02

#Suamiku_Senior_Killer (Season 2 SGD)

#SSK_02

Godaan.

.

Salsa POV

Rencananya mau bolos, tetapi bagaimana, ya, suamiku nanti tahu dan membuatku belajar rumus-rumus matematikanya. Jangan, deh, mendingan belajar yang lain.

Terpaksa aku terjebak di kelas selama tiga jam. Di kelasku ini, aku lumayan dekat dengan teman-teman kelasku dan tentu paling akrab dengan Amanda. Dia teman sebangkuku.

Setelah kelas berakhir, aku segera mengacir mencium tangan Pak Gali. Dia Dosen yang cukup easy going dengan mahasiswinya, catat hanya mahasiswi bukan mahaswiswanya. Hahaha, jadi cewek itu juga ada untungnya.

“Manda, aku duluan, ya,” pamitku pada Amanda.

“Iya, Sa. Aku juga buru-buru mau pulang.” Aku melaimbaikan tangan dan segera menurungi tangga. Andai di sini ada kamar lift tidak akan susah payah melewati tangga darurat.

“Sakina, Afiah!” Aku memanggil kedua sahabatku. Mereka segera menghampiriku dengan wajah berbinar.

“Sa, buruan, yuk. Kita ke salon dulu,” ajak Sakina.

“Aku belum tahu gaun apa yang akan aku kenakan nanti malam. Apa aku harus samperin Kak Mario dulu?” tanyaku menunggu jawaban. Mataku memandang ke luar.

“Ya sudah, tetapi tunggu dulu Kak Bayu. Dia lagi ada urusan sebentar,” ujar Afiah.

Kami menunggu Kak Bayu di mobil Sakina. Cukup lama sebelum laki-laki jakun ini datang. Dia berbicara dengan Afiah, tampak keduanya berdebat kecil sebelum Afiah mendengkus keras.

“Kenapa, Afiah?” Mode kepo muncul melihat wajah kusut Afiah.

“Kak Bayu mau ngajakin aku keluar sebentar. Ngeselin banget, bagaimana, dong? Kita ‘kan mau happy-happy,” tanyanya.

“Ya sudah, keluar saja. Lagian Cuma bentaran ‘kan, kita tunggu kamu, kok. Aku sama Sakina mau ke kelas Kak Mario dulu,” ujarku mengusap bahunya.

Afiah turun dari mobil dan kami melambaikan tangan melihat keduanya.

***

Aku menunggu Kak Mario setelah mengirim chat di WA. Akan tetapi, batang hidung Hot Daddy belum muncul sama sekali. Apa sesibuk itu sampai menemui istrinya saja harus  seperti antrean di WC umum?

“Awas saja, semalam juga sudah dibilangin kalau mau lancar jatahnya harus romantis,” gerutuku.

Ingatanku terlempar soal tadi malam, setelah makan malam, dia menjadi suami yang liar. Wajah dinginnya berubah seketika. Ck, mau marah, tapi sama-sama keenakan, ups.

“Kak Mario lama banget, sih,” gerutuku.

“Sabar, Sa. Hot Daddy palng masih sibuk ngurus acaranya, namanya panitia,” bujuk Sakina.

“Salsa!” Aku dan Sakina sontak menoleh.

Langsung memeluk pria yang datang dengan cengir khasnya. Uh, gila, perubahan dratis yang terjadi setelah satu tahun.

Wajahnya semakin putih, tidak ada bekas jerawat di wajahnya. Tubuhnya lebih terbentuk, dan bahunya pun melebar.

“Gila, Gio. Kamu jadi tambah keren.” Tiba-tiba tubuhku terasa ditarik.

Mulutku hampir protes andai tidak melihat siapa yang menarikku. Tatapan tajam itu menghunusku sampai merinding disko.

“”Hehe, Pak Mario,” sapa Gio.

“Jangan panggil dia ‘Pak lagi, Gio. Dia itu senior kita, kasian, dong, senior dipanggil ‘Bapak’,” ujarku membuat Gio dan Sakina tertawa.

“Kenapa kamu ke sini lagi, Sa?” tanya Kak Mario to the point. Astaga, suamiku untung sayang dan cinta.

“Lupa tanya dress codenya. Kak Mario sudah siapin baju buat aku, gak?” tanya, kali saja dia mau couple.

“Enggak ada.”

Jleb.

Singkat, tetapi menusuk. Masa dia enggak menyiapkan dress buat aku pakai ke pesta. Lama-lama minta ditambok juga, ini.

“Kalau sudah tahu sekarang pergi.” Hobi banget ngusir. Dia pikir gedung ini punya Nenek Monyangnya kali, ya.

“Kalau engga ada, kita beli dulu. Terus aku juga mau ke salon danda,” ujarku.

“Enggak usah sampai menor begitu, Sa. Nanti kamu mirip badut,” ujarnya membuat semangatku langsung merosot ke bawah.

“Aku mau cantik tahu, masa enggak boleh, sih,” protesku.

Dia menghela napas dan menatap jamnya. Ngomong-ngomong, kasian juga Gio dianggurin sapaannya.

“Jam 8:30 pestanya di mulai, kita berangkat jam 8:20 menit,” ujarnya.

“Kok waktunya mepet banget, sih. Kita bisa-bisa ketinggalan, Kak,” ujarku.

“Kamu mau Shalat di mana di sana?” tanyanya. “Ya, sudah, kamu sekarang pulang ke rumah dan enggak usah aneh-aneh make upnya,” lanjutnya dan pergi begitu saja.

“Oh, sungguh kumenangis membayangkan betapa kejamnya Hot Daddy,” batinku.

***

Jam 05:00 aku berangkat ke salon bersama Sakina. Afiah dalam perjalanan ke sini dan kami sedang di make up.

Aku meminta Mbaknya make up natural saja. Jangan sampai menor dan membuat Hot Daddy mengejekku. Akan tetapi, naturalnya gak senatural mau hang out begitu.

Ini terkesan seksi dan glamour. Hijab pasmina warna hitam membungkus kepalaku. Bibirku merona merah dan juga sentuhan blush on tipis di pipiku.

“Aku cantik enggak?” tanyaku pada Sakina setelah di make up. Dia menilaiku dan mengangguk.

“Cantik, Sa. Dijamin deh Hot Daddy klepek-klepek,” goda Sakina.

“Hehehe, pastinya, dong. Hot Daddy pasti klepek-klepek sama aku,” ujarku dengan nada bercanda.

“Hahaha.” Btw, Sakina pun, tak kalah cantiknya. Kami memakai gaun warna merah maron.

“Assalamualaikum,” salam Afiah.

“Wa’alaikumsalam.”

“Ya, tungguin aku dulu.” Dia segera mengacir untuk di make up. Aku dan Sakina menunggu Afiah sambil memainkan gadget.

Cek story WA Kak Mario. Hanya foto panitia lainnya, kenapa enggak dia post fotonya, sih?

[Kak Mario, fotonya, dong.]

Centang dua tanpa balasan.

[Assalamualaikum.]

Centang satu dan akhirnya nyesek.

“Liat saja entar bakal anggurin di pesta,” gerutuku.

***

Mario POV

Salsa tukang ganggu, ngerusuh dan bawel. Bukan dia yang menyiapkan gaunnya sendiri, dia malah menunggu menyiapkannya.

Dan, sorenya saat pulang di rumah dia meninggalkan jas di atas kasur dan catatan kecil terselip di sana.

Aku mengenakan kemeja hitam dan jas merah maron. Sangat pas di tubuhku, ternyata da tahu ukuranku.

Rambutku kutata sedemikian rapi dan kancing atas bajuku sengaja dibuka. Lalu, meluncur ke lokasi pesta.

Sesampai di sana, beberapa panitia kufoto dan update di story WA. Lalu, chat dari Salsa masuk. Aku hanya membacanya tanpa membalasnya.

"Mario, kita ke depan. Acaranya sebentar lagi dimulai,” ajak Rendi.

“Iya.” Aku menyimpan gawaiku di saku.

Beberapa pasang mata menatapku, tetapi aku acuh dan memasang wajah datarku. Sampai mataku terpaku melihat tiga wanita yang berdiri di samping meja bercengkerama.

Di sana, seorang wanita yang sangat aku kenali tertawa menghipnotisku mendekat. Namun, sampai di sana dia malah mengacuhkanku.

“Sa,” sapaku.

“Kenapa, ya, Kak? Mohon dipahami adik tingkat Kakak yang unyu-unyu nan seksi ini mau menikmati acara tanpa godaan,” ujarnya melirik dadaku. Dasar, siapa yang menggodanya.

“Cuma mau menyapa,” ujarku, “jangan buat keributan di sini. Sebentar lagi acaranya dimulai.” Mereka mengangguk.

Aku mau pergi, tetapi Salsa menahan tanganku. Dia menarik kerah jasku membuatku melototkan mata. Hal gila apa lagi ini?!

“Sa,” tegurku tertahan. Aku melirik sekitarku dengan cemas. Jangan sampai dia nekat di depan umum.

“Ck, aku hanya mau mengancing bajumu,” ujarnya dan puk! Dia menepuk dadaku sambil menyeringai nakal.

“Jangan biarkan wanita-wanita di sini berfantasi liar tentangmu.” Aku mendorongnya pelan, memberi jarak di antara kami.

“Kalau pun ada, dia tidak akan seliar pikiranmu,” decakku membuka kembali kancing baju atasku dan meninggalkannya.

“Ck, habis kamu malam ini di Hotel.” Aku tersenyum tipis mendengarnya begitu kesal melihatku membuka kancing bajuku.

***

Bersambung ....

Note : Lanjutan dari SGD.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!