Mahesa segera menemui Rin untuk diperiksa, setelah Bima mengantarkan hingga ke depan pintu kamarnya.
"Rin, ada Dokter, biarkan ia memeriksa kondisimu," ucapnya dari luar pintu. Jarinya mengetuk ringan pintu kamar, yang sedang terkunci dari dalam.
Rin segera membuka pintu menampakkan wajahnya yang tak biasa. Bibirnya yang biasa berwarna merah kini sedikit putih pucat. Walaupun demikian Rin tak ingin merepotkan majikannya dengan terlihat sakit dan lemah. "Kondisi saya baik saja Tuan, kenapa anda repot sekali memanggilkan saya Dokter," ucap Rin setelah membuka pintu, ia berdiri layaknya patung di ambang pintu.
"Jangan bilang kau baik saja. Aku tadi mengetahui suhu tubuhmu tinggi, izinkan temanku memeriksa kondisimu sebentar," Bima terus mendesak Rin agar menyetujui dirinya diperiksa oleh Mahesa. Bima mempersilahkan Mahesa masuk kedalam dengan mengisyaratkan tangannya.
Rin kembali masuk dan merebahkan diri di ranjang dengan posisi terlentang. Mahesa segera mengeluarkan alat dari tas yang ia bawa tadi. Dan memeriksa Kondisi Rin dengan seksama. Abimanyu meninggalkan Mahesa bekerja. Ia lebih memilih kembali ke ruang tamu. Sebelum pergi ia sempat melontarkan sebuah kata.
"Hesa, tolong kamu periksa dengan benar," ucapnya. Saat Mahesa menempelkan stetoscope pada dada gadis itu.
Dasar pria aneh, kalau tak percaya padaku kenapa kau tadi meneleponku.
"Coba, buka mulut sebentar, Nona!" Perintah Mahesa dengan lembut. Ia menyalakan senter dan mulai memeriksa telak Rin, setelah selesai pemeriksaan beralih ke bagian Mata.
"Apa nona lagi sakit mata?" tanya Mahesa ketika memeriksa kelopak mata Rin yang terlihat membengkak.
"Tidak, Dok," jawab Rin malu-malu ketahuan habis nangis. Menyadari dokter di depannya pasti paham keadaan dirinya.
Dokter mahesa memperhatikan Rin dengan seksama. Ia mengagumi kecantikan ART di rumah sahabatnya itu. Baru kali ini ia melihat ada ART yang memiliki wajah sangat cantik dengan tekstur kulit yang begitu halus dan putih.
Mahesa selesai memeriksa Rin, ia memasukkan alatnya kembali. Pria usianya seumuran Abimanyu itu mengulurkan tangannya kepada Rin. Membuat gadis itu ragu untuk menjabatnya.
"Boleh aku mengenal dirimu, siapa namamu? Tanya Mahesa ramah tamah, seulas senyum tercipta di bibir pria ganteng perawakan indonesia blesteran jerman itu.
"Tentu boleh Dokter, namaku Rindang injali kau bisa memanggilku dengan Rin, saja." Rin dengan malu-malu menyebutkan namanya.
"Kau dan namamu sama-sama cantik, Aku Mahesa kau bisa panggil aku sesukamu." Mahesa bercanda disaat jarinya sibuk menulis resep pada bungkus obat.
"Sesukaku? Bagaimana kalau aku memanggilmu dengan, Kukang?" Kelakar Rin, pada Mahesa saat ia mengijinkan dirinya memanggil apa saja.
"Aku akan memanggilmu dengan Rabbit. Karena gigi kelincimu itu," ucapnya sambil menyerahkan obatnya pada Rin yang sudah merubah posisinya dengan duduk. "Semoga cepet sembuh Rabbit kecil, kau hanya lupa makan, hingga cairan asam pada tubuhmu melukai lambungmu," jelasnya lagi.
"Aku bukan anak kecil lagi,Dok." Rin tak terima dibilang kecil oleh Mahesa.
"Iya aku tau, tapi kau sangat menggemaskan, aku pamit dulu, sampai ketemu Rabbit," imbuhnya lagi, Mahesa mengacak rambut, Rin sebelum melangkahkan kaki keluar kamar. Walau baru ketemu mereka cepat akrab, karena mereka berdua sama - sama memiliki sifat welcome untuk siapapun yang ingin berteman.
Selesai memeriksa kondisi Rin Mahesa segera mohon pamit ia ada urusan lain yang lebih penting.
Rin meminum pil dari Mahesa, setelah pil terasa lenyap dari kerongkongannya, ia menarik selimutnya agar menutupi seluruh tubuh dan kembali berbaring. Rin berharap setelah bangun akan baik saja dan esoknya bisa bekerja kembali.
Setelah dua jam tidur pulas, akibat efek obat yang di minumnya. Rin sudah kembali seperti semula ia sudah tak merasakan apapun pada tubuhnya. Hanya saja kini perut terasa lapar melilit.
"Ganti bajumu Ikut denganku!" sentak Bima, membuat Rin terkejut dengan kelakuan tuannya yang tiba -tiba ada di dalam kamar. Rupanya Rin tadi lupa mengunci kamarnya kembali saat Mahesa keluar tadi.
"Tuan kenapa kau ada disini!?" Rin kaget tak biasanya Bima masuk kekamar pembantu. Bahkan datang ke dapur saja ia hampir tak pernah.
"Sudah, ikut saja denganku, jangan banyak tanya, aku tunggu 5 menit!" Bima sepertinya sudah biasa menekan seseorang dengan memberi waktu sesingkat singkatnya. Setelah memberi tahu Bima keluar lagi, memberi kesempatan Rin untuk ganti baju.
Rin semakin kesal dengan Bima yang semena mena, baru saja ia memanggilkan seorang Dokter untuknya, bersikap baik. Kini ia kembali memaksa dirinya, entah pekerjaan apa yang akan ia berikan malam-malam begini.
Rin memilih memakai dress sederhana bahan dari sifon warna putih tulang, dan dilengkapi sabuk warna kopi susu yang mengikat di pinggangnya, dan rambutnya yang hitam semu coklat itu ia biarkan tergerai bebas.
Itulah kelebihan seorang Rin, kulitnya yang putih dengan baju yang ia kenakan saat ini menjadi paduan kesatuan yang sempurna, ternyata Rin tak perlu gaun mewah untuk tampil cantik, namun disayangkan ia masih sedikit pucat sehingga rona merah pada wajahnya tak nampak.
Rin bergegas keluar, rasa bingung masih menyelimuti hatinya, sampai ia berada tepat di depan sang majikan. "Tuan kau menyuruhku kemana hari ini?"
Bima sempat tak berkedip melihat Rin yang berubah lebih cantik dari biasanya. Saat ini ia masih terbengong. Maira juga cantik, namun kecantikan Rin terlihat lebih natural.
"Tuan!!" Rin melambai-lambaikan tangannya di dekat wajah Bima.
"Eh, oh, iya, ayo ikut saja denganku, jangan banyak tanya!" Bima menarik pergelangan tangan Rin, membuat gadis itu tersentak dan terpaksa sedikit tergesa mengimbangi langkah Bima yang terburu buru.
Ternyata di depan Rendra sudah menyalakan mesin mobil lamborgi** milik Bima. Yang hampir dua hari ini tak keluar dari kandangnya.
"Wow, ini mobil Tuan?" Rin terkejut Bima memiliki mobil mewah itu ia memutari dan menyentuhnya seperti tak pernah melihat besi satu itu seumur hidupnya, beda sekali dengan mobil sederhana yang di gunakan untuk menjemput dirinya tempo hari.
"Nggak usah kaget, kenapa? Belum pernah naik mobil mewah, ya?" tersenyum sinis. Hatinya menertawakan tingkah konyol Rin.
"Tuan, Rin benar-benar baru tau dan sedekat ini sekarang?" jiwa kagumnya belum juga hilang. "Pasti nyaman sekali aku boleh ya Tuan, duduk di bangku paling depan."
"Boleh, tapi cuma sekali ini saja, kalau maira ada di rumah dia pasti tak akan mengizinkan."
"Iya tuan Rin juga mengerti." Rin mengangguk setuju. Segera ia memposisikan diri di tempat duduk paling depan, ia sempat berfikir kalau duduk di depan pasti nanti akan bersebelah dengan Rendra.
Namun harapan Rin sia- sia, ternyata hari ini Bima lebih memilih Rendra tinggal di rumah, daripada mengantarkan pergi hari ini.
"Rin, gimana?" Tanya Bima pada Rin ketika mereka sama- sama sudah berada dalam mobil.
"Enak tuan, nyaman sekali, yah namanya juga barang mahal "
"Maksudku bukan perasaanmu saat naik mobil ini! Tapi kesehatanmu?"
"Aku sudah baikan tuan, berkali kali sudah kubilang, aku pasti akan sembuh, aku cuma alergi sama kopi yang aku minum saja," jelasnya sambil sesekali melihat kesamping dan kedepan menikmati indahnya kota ketika malam.
"Kenapa nggak bilang? Tau begitu kan aku nggak menyuruhmu meminumnya."
Mana berani aku tuan, kau waktu itu bahkan lebih mengerikan dari seekor singa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
AniaH
Mahesa kyk ny suka
lansung akrab gtu
semangt kk tayang
😘😊
2021-02-12
0
Roy. je
Mahesa mahesa baru ketemu udah jatuh cintrong, gimana nanti abimanyu yang dekat setiap hari bakal ada kisah cinta ini rasa rasanya.
2021-02-09
4
Chela Suryayusuf
Kutunggu lanjutanx thor...
Cemungut...💪💪💪☺️
2021-02-08
1