Rin segera membereskan pecahan beling, mengumpulkan ke tempat yang di sediakan di halaman belakang. Karena khusus untuk beling dan kaca Ia tidak membuang sembarangan.
Rin menghempaskan tubuhnya pada kursi kayu,Tanpa sadar pikirannya telah melayang layang jauh diterpa oleh hembusan angin.
Hari pertama bekerja sudah bikin masalah, dapat amarah, gimana besok lusa dan seterusnya. Huff...! Jadi pembokat sedih amat rasanya. Coba aja kalau ayah tak sakit, masih bekerja, pasti hidupku tak akan sesedih ini. Aku bisa berkumpul bersama keluarga dan teman-teman, ternyata dengan berangkat sekolah, minta uang saku yang banyak itu sangat menyenangkan.
-
"Hei...! Mana kopi?"
"Hari ini kenapa nggak ada yang bikin kopi?!"
Terdengar teriakan dari dalam rumah. Abimanyu turun dari tangga teriakannya hampir memenuhi seluruh ruangan, bahkan sampai terdengar oleh gendang telinga Rin yang berada di belakang.
"Upss...., aku lupa belum menggantinya dengan yang baru." Rin tersadar, bergegas masuk ke dapur. Segera merebus air dan memasukkan dua sendok gula pasir dan dua sendok kopi, menurutnya ini pasti takaran yang paling bagus untuk secangkir kopi. Sebelumnya tadi ia sudah mengedarkan pandangan ke sana kemari ingin bertanya. Namun Narni tak ada di dapur. ia pasti sudah mengerjakan pekerjaan lainnya.
Rin membawa nampan kecil di tangan, mencari- cari keberadaan Abimanyu, ternyata pria itu sedang duduk di depan televisi sambil mengusap usap layar handponenya. Kejadian tadi takut terulang lagi. Ia memilih menaruh kopi di tempat yang jauh dari jangkauan dan menggesernya dengan pelan. Terlihat tangannya gemetar hingga terdengar bunyi tutupnya.
"Mau kemana? Duduk!" Hardiknya.
" Mmm... mau beres- beres lagi, Tuan"
"Duduk dulu."
Rin menurut saja, ia duduk di sebelah Bima dengan jarak satu kursi di tengahnya. Masih belum berani menatap wajah galak majikannya.
Pria itu membuka tutup cangkir dan mulai meniup kemudian menyeruput kopi. Keningnya berkerut dan menutup kembali. Rin sudah tau pasti ada yang salah dengan minuman buatannya.
Emang berapa sih perbandingan yang benar? Apa salah kalau satu banding satu, atau dua banding satu mungkin. Kemana juga bi Na tadi? menghilang segala.
"Ini kamu saja yang habiskan." Bima menyodorkan cangkir tepat di depan Rin, "Ayo minum."
Tak punya pilihan lagi selain meminumnya, Rin mulai meniup dan mencecap nya.
"Gimana?" Tanya Bima penasaran.
" He... he... Enak kok." Walaupun rasanya pahit, Rin meneguk habis, dan menjulurkan lidahnya memutari bibir atas dan bawah. menjilat sisa- sisa kopi di bibirnya sampai bersih.
"Selain kau pemalas, kau juga pintar bohong rupanya." Bima memiringkan bibirnya, sambil melempar salep untuk kulit ke pangkuannya.
"Salep kulit, buat apa, Tuan??"
"Nie...!" Bima menyingkap celana pendeknya tinggi-tinggi. Hingga terlihat pahanya hingga pangkal.
"Tidaaak !!" Rin Spontan menutup mata dengan dua telapak tangannya sekaligus.
"Hei, jangan teriak, emang suara kamu bagus apa!"
"Tuan Bima, kenapa membukanya tinggi sekali, Aku belum cukup umur untuk melihat pemandangan syur begitu."
"Mana yang syur? Perhatikan dengan benar, jangan berpikir aneh-aneh. lihat ini gara-gara kamu siram pakai kopi tadi pagi!" Menunjukkan pahanya sebagian berwarna merah namun syukur tidak sampai melepuh.
"Kamu yang membuatnya begini, harus bertanggung jawab, untuk mengobati. Coba kalau tadi nggak ceroboh pasti ini semua tak ada." Mimik mukanya tiba-tiba kesal.
"Gara- gara kamu lagi, jadi batal menemui Arsitektur hari ini." Masih menggerutu.
Kenapa jadi aku lagi, bukannya gara- gara ditinggal Nona Maira ke Bali. Menyebalkan.
"Ayo buruan kasih salepnya!"
Ya tuhan mimpi apa semalam, sekarang aku harus menyentuh kulit banyak bulu-bulu seperti ini. Geli aku lihatnya.
"Aaaa... " Abimanyu memekik keras. Saat Rin menyentuhkan ujung jari telunjuknya sambil meratakan salep kulit tadi dengan pelan.
"Sakit ya, Tuan?"
"Nggak"
"Kenapa berteriak."
"Dingin," jawabnya singkat dan pendek.
Oh kukira, kalau cuma dingin, kenapa
berteriak.
Rin ingin tertawa dengan tingkah konyol majikannya namun tetap ia sembunyikan, kelihatan galaknya minta ampun, ternyata ia tidak bisa menahan sakit luka sekecil ini."
"Sudah selesai, Tuan." Rin menaruh salepnya di meja. Ia hendak beranjak pergi.
"Mau kemana?" Abimanyu mencekal pergelangan tangan Rin kedua kalinya.
"Ke belakang, emang ada kerjaan lagi buat saya, Tuan?" Rin kaget dengan sikap Abimanyu, yang tiba- tiba memegang tangannya.
"Iya, buatkan aku susu. Aku tak mau minum racun seperti tadi."
Rin bergegas masuk, segera membuat susu yang diminta oleh Bima. Namun tiba-tiba merasa mual pada perutnya, sebenarnya ia tak pernah minum kopi sebelumnya. Asam lambungnya akan kambuh jika ia memaksa mengkonsumsi barang satu itu. Namun semua sudah terlanjur gara-gara Abimanyu tadi mendesaknya.
Rin segera kembali ke tempat Abimanyu berada tadi, dengan satu buah gelas besar berisi susu coklat, namun majikannya sudah tak ada di tempatnya.
Ia memanggil- manggil sambil mencari setiap sudut ruangan yang ada di lantai bawah namun tak ditemukan. Rin mencoba mencari di lantai atas, lebih tepatnya kamar dan ruang pribadi Bima. Karena selama beberapa hari tinggal Rin belum sekalipun melihat ruang atas.
"Tuan....!"
"Tuan Bima!" Rin memanggil-manggil dengan suaranya yang merdu.
Rin menghentikan langkahnya di kejauhan, ia terkejut melihat Abimanyu sedang melakukan kegiatan angkat barbel.
Mengetahui Rin mengamatinya dari kejauhan, Abimanyu semakin bersemangat memamerkan otot trisep nya.
Wooow ... otot tuan, luar biasa keren
"Cepat bawa kesini kok malah bengong disitu?" ucap Bima tanpa menghentikan aksinya, mengangkat barbel.
"I-iya." Rin gugup seakan majikannya tau isi hatinya.
"Kenapa? Kagum dengan otot-otot kekar milik saya ya?"
"E- enggak. Cuma angkat benda kecil begitu, saya juga bisalah, Tuan." Rin memiringkan bibirnya mengejek.
"Bener, bisa?"
"Iya benar, siapa takut." Rin segera menaruh nampan berisi susu tadi di meja kecil yang ada di dekatnya.
Ia menerima alih barbel yang baru saja berada di tangan Abimanyu.
"A-a-a aaaa, tolooong." Rin hampir terjatuh karena beban di tangannya bukan main- main beratnya.
Abimanyu segera menangkap tubuh Rin ke pelukannya dan meraih barbel yang ada ditangan agar tak jatuh mengenai kakinya. Tangan mereka akhirnya bertemu di satu tempat menyangga benda berat itu.
"Deg- deg deg." Jantung Rin berdegup kencang, baru kali ia berada di dekapan seorang pria selain ayahnya dengan jarak sedekat ini.
"Makanya jangan sok, kuat!" ucap Bima membuyarkan ketegangan yang terjadi, sambil mengambil benda berat itu, dan menurunkan ke lantai.
Bima meraih segelas susu buatan Rin, dan meneguknya hampir habis.
Susu hangat itu pasti enak, aki paling jago kalau buat yang satu itu tuan.
"Gimana, Tuan?" Tanya Rin penasaran.
"Enak," Bima menaruh kembali gelas diatas nampan. "ini baru benar. Eh tunggu kenapa badanmu berkeringat begitu? Apa kamu sakit?"
"Enggak Tuan." Rin berdalih sambil menyeka keringatnya.
"Ya, sudah kamu istirahat sana."
Rin menurut ia pergi meninggalkan Abimanyu seorang diri. Abimanyu menatap lekat leher pembantunya yang putih dan rambut yang selalu ia tali agak tinggi hingga menyerupai ekor kuda.
Gadis polos, kadang kasian juga kalau aku terlalu sering memarahinya.
Abimanyu melanjutkan Aksinya bermain-main dengan barbel sebentar, dilanjutkan dengan push up. Kemudian duduk santai. Sungguh hari yang sangat membosankan baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Rumi atun
jngan galak kacian
2021-03-02
0
AniaH
semangt kk 😊
2021-02-12
0
Roy. je
nggak usah galak galak abimanyu, kamu nanti juga bakalan bucin. bakal klepek klepek sama pembantu kamu yang cantik
2021-02-09
1