"Hoaaaaaam .... ."Rin berkali kali menguap. Berlahan ia membuka matanya yang masih setengah sadar.
"What? God....!" pekiknya.
Ngantuk nya hilang seketika, melihat jam yang menempel di dinding, tepat di depannya sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi. Rin segera menyingkap selimut tanpa melipatnya dan bergegas ke kamar mandi, mencuci muka untuk mengusir kantuknya.
Rin, gila kamu, hari pertama sudah seperti ini, kamu itu kerja disini, bukan numpang hidup enak.
Rin segera menyusul Naya di dapur yang hilir mudik menyiapkan sarapan untuk majikannya.
"Bi, apa yang harus aku kerjakan?" Tanya Rin canggung. Tapi untung saja Naya orangnya baik tidak perhitungan soal pekerjaan.
"Rin, tolong ini kamu antar ke meja makan duluan, di sana Tuan Bima pasti sudah menunggu." Naya menyerahkan secangkir kopi plus creamer kesukaan majikannya, Kemudian Naya melanjutkan memindahkan capcay yang sejak tadi mengepulkan aroma sedap ke dalam mangkuk.
"Baik, Bi." Rin yang masih memakai piyama, segera mengantarkan kopi panas kepada majikannya yang sedang duduk santai.
Abimanyu sudah rapi dengan hem dan celana slim fit, serta sepatu fantofel. Terlihat rambutnya basah. Kalau rapi sepagi ini pertanda ia akan mendatangi urusan amat penting. Ia menunggu kopi panas dan Maira keluar dari kamar. Sambil santai Abimanyu mengusap usap layar benda pipih di tangannya.
Yang jelas terlihat aura tak suka melihat Rin bangun kesiangan dihari pertama ia kerja."Apakah kasur di rumahku terlalu empuk? Hingga kau begitu nyenyak, tak mengerti kalau ini sudah mau siang."
Kata-kata pedas Abimanyu membuat Rin semakin grogi, ia terlalu konsentrasi dengan kopi di tangannya, hingga tak menyadari kakinya tersandung oleh kaki meja di depannya.
"Pyaar ... !!!" Cangkir terjatuh kelantai. sebelum pecah, kopi panas tadi sempat tumpah di paha dan percikannya mengenai hem serta celana yang di pakai Bima.
"Gila, apa kau nggak punya mata, hah ?!!
"Kau...!!" Abimanyu melotot tak terima, sambil kepanasan mengipas- ngipas pahanya dengan tangannya. ia sangat geram melihat pakaian yang baru menempel di tubuhnya sudah terkena noda kopi. Padahal pagi ini ia sudah janji akan membuat pertemuan dengan arsitek yang akan mendesain restauran yang akan ia bangun.
"Ma... maaf Tuan, aku nggak sengaja ." Suara Rin lirih, dengan wajah sangat ketakutan. Sedangkan Bima emosinya pagi ini sudah berapi api, seperti puncak merapi yang siap meletus.
"Bisa kerja, nggak sih, sepertinya untuk jadi pelayan saja, kau terlalu bodoh!" bentaknya dengan nada suara tinggi.
Rin sibuk memunguti pecahan, tak berani sedikitpun mendongak, menatap wajah kecewa majikannya.
Aku kan sudah minta maaf tadi, aku benar nggak sengaja melakukannya, Tuan saja yang agak tuli.
Abimanyu pergi dari tempatnya semula, ia ingin segera mengganti bajunya yang terkena noda kopi.
"Kerja, nggak pecus!" Ia masih tetap ngedumel hingga di depan kamarnya
"Kenapa Mas? Masih pagi kau sudah kesal saja" Tanya Maira sambil memakai lotion di tubuhnya. Sesekali ia mendekatkan wajahnya ke cermin memastikan bulu mata palsunya sudah rapi, atau memastikan warna lipstik yang ia kenakan sudahkah cocok dengan bajunya.
"Ini karena pelayan bodoh itu, kenapa kau memilih dia untuk kerja di sini?!" ucapnya lagi dengan suara masih kesal
"Udahlah, Mas, kamu jangan marah, dia masih baru disini, kalau tidak mengganti dengan tenaganya, akan pake apa lagi keluarganya akan melunasi hutangnya pada kita." Maira beralih memasukkan beberapa potong bajunya kedalam tas ransel.
"Kamu ada betul nya, tapi dia anak- anak, belum bisa apa-apa, merepotkan sekali." Abimanyu sibuk jari- jarinya membuka tiap helai baju, memilih dari beberapa yang paling ia sukai di dalam almari.
Maira mendekatinya. Membantu memilih hem yang paling keren untuk kekasihnya, setelah Abimanyu memakainya, Maira membantu memasang kancing. "Aku, hari ini ada pemotretan satu minggu di Bali, Mas."
Mengambil nafas panjang. "Baru saja dua hari di rumah, pergi lagi satu minggu." Menyingkirkan tangan maira dari dadanya. Bima makin kesal, mengingat dirinya lebih sering ditinggal, Mamun ia sudah terlanjur membuat kesepakatan membiarkan Maira mengejar kariernya. Ketenaran bagi Maira lebih dari segalanya, bahkan dari pada uang yang ia terima dari hasil kerjanya.
"Mas, kamu nggak suka gitu sih?" Maira meraih tangan Abimanyu dan membimbing agar melingkar di pinggangnya. Ia sudah hafal Abimanyu pasti akan menunjukkan cicit tak suka jika ia akan pergi lama.
"Bisa nggak sih, minggu ini kamu jangan pergi, sekali saja utamakan aku daripada kariermu itu." Abimanyu memohon kepada maira agar melupakan niatnya ke bali. "aku ini calon suamimu,"
"Maaf Mas, aku akan tetap pergi, aku akan pulang secepatnya."
"Maira apa kamu tak mencintaiku"
"Aku sangat mencintaimu Mas, tolong berikan aku waktu satu bulan saja untuk memikirkan pernikahan kita." Maira tetap kukuh dengan keinginannya.
Aku tak bisa, Mas. Kau kan sudah tau aku sangat menyukai pekerjaan ini, dan karierku saat ini lagi naik, kau tentu tak ingin membuat aku kecewa.
"Karier lagi, karier lagi, bagaimana denganku?" Mendesah frustasi.
"Kan ada Bi Na, yang sudah hafal dengan kebutuhanmu. Lama-lama Rin juga akan bekerja dengan baik. Tentunya kamu nggak ingin , melihat aku terjatuh dengan usahaku selama ini. Kamu jangan lupa Mas, dengan janji kamu. Dengan membiarkan aku tetap bekerja sampai aku hamil." Maira keras kepala.
Konyol kau Maira, kau pikir aku hanya butuh makan saja, kau tak mengerti aku sering kesepian tanpamu.
Abimanyu acuh, memilih memalingkan muka. Agar membuat calon suaminya tak marah kini maira mencium bibir Abimanyu dengan ganas. Hingga lipstik yang tadinya menempel sempurna. Kini belepotan kemana mana dan sebagian pindah ke bibir Bima. Mendapat perlakuan panas di pagi hari, hati Bima kembali luluh.
Merasakan tubuh diantara mereka sudah sama-sama memanas. "Sudah Mas, aku berangkat dulu, teman teman pasti sudah menunggu. Tak ingin calon suaminya bertindak lebih jauh yang hanya akan membuat dirinya terlambat.
-
Setelah mendaratkan satu kecupan dipipi Bima. Maira bergegas keluar kamar membawa tas ransel yang sudah ia siapkan sejak tadi. Segera menelepon Rendra agar menyiapkan mobil untuk mengantarnya ke kantor.
Abimanyu masih duduk mematung di pinggiran ranjang. Langkahnya berat mengikuti Maira keluar. Ia mulai memikirkan penolakan keluarganya saat memutuskan akan menikahi Maira. Karena profesinya yang bergelut di bidang pembuatan majalah dewasa. Cinta Abimanyu dan keras kepalanya waktu itu tak tergoyahkan oleh apapun. Ia lebih memilih menjauh dari orangtuanya dan memilih membeli rumah sendiri untuk ia tinggali.
****
Rendra sudah stanby di tempatnya. Segera membuka pintu belakang untuk calon majikan wanitanya, tanpa menunggu sebuah perintah lagi. "Kita akan kemana sekarang, Nona?"
-
"Antarkan aku ke kantor saja, karena teman- temanku sedang menunggu disana." ucap Maira pelan. Maira ingat dengan sikap tak rela Bima. Ia menoleh ke arah pintu keluar. Maira menyadari Abimanyu tak mengantarnya keluar. Hal yang biasa ia lakukan saat hatinya merajuk.
-
"Baik Nona," jawab Rendra patuh. Rendra segera mengemudikan mobilnya meninggalkan halaman, membelah jalanan kota. Hari-hari Maira sangat bebas dan bahagia saat ia bersama dengan teman dan kruwnya.
Sementara ini Maira bisa bebas dari Abimanyu yang selalu mendesaknya untuk segera menikah, mungkin status pacaran akan lebih leluasa untuk Maira dan akan berjalan sampai yang ia mau. pernikahannya dengan Abimanyu hanya menjadi kerikil yang akan menghalangi usahanya menuju puncak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
mama naura
Lum resmi koq hidup bersama Yaaa org kaya yg hidup bebas sih ya kali 🤦♀️
2022-07-08
0
AniaH
maira"
entr kamu jgn nyesel klw Abimanyu lari" dri kamu 😁
semangt kk ♥️
2021-02-12
2
Roy. je
kalau aku jadi istrinya, aku akan diam dirumah saja. buat apa karier tak penting lagi kalaau kita sudah bwrumah tangga yang paling penting itu bagaimana kita menjadikan rumah tangga kita utuh. jangan salah kalau nanti suaminya cari yang lain
2021-02-09
4