Chapter 5

Saat turun dari bus, Cassandra tidak bicara sepatah katapun padaku. Dia terang-terangan mengacuhkan ku, dan berlari cepat saat aku memanggilnya.

Saat jam makan siang pun dia menghilang. Teman sekelasnya mengatakan jika Cassandra membolos sepanjang pelajaran dan berdiam diri di UKS.

Dia enggan di ganggu bahkan melewatkan makan siang. Mereka juga bilang kalau Cassandra bertingkah aneh dengan bicara sendiri dan meracau tak jelas. Tak ada seorang pun yang berani mendekatinya, terlebih lagi dia memang tak punya teman dekat yang bisa di andalkan selain aku.

"Terimakasih telah mengantarku!" Ucapku pada teman sekelasnya.

Dia berada di paling pojok ruangan UKS. Saat aku datang menghampirinya, Cassandra menunjukan reaksi yang di luar dugaan.

Dia menjauh seolah ingin beranjak, ekspresi canggung saat melihatku adalah pemandangan asing yang pertama kalinya ku jumpai. Tatapannya penuh dengan rasa takut seolah melihatku sebagai hantu.

Sesuatu telah terjadi padanya.

"Aku mencarimu kemana-mana!" Ucapku menyodorkan sekotak susu stroberi kepadanya.

Dia tak bicara dan membuang muka.

"Ku dengar kau membolos pelajaran."

Dia diam saja dan menatap kotak susu stoberi di tanganku.

"Cassandra!" Panggilku. "Hei. Kita teman kan?"

Dia berusaha mengacuhkan ku tapi, keningnya berkedut seolah tak kuasa menahan penderitaannya seorang diri.

Dia menghembuskan napas dalam, lalu dalam kecepatan yang tak masuk akal, dia merenggut susu stoberi yang ada di tanganku dan buru-buru meminumnya.

"Maaf!" Ucapnya.

"Untuk apa?"

Dia diam saja sambil meremas kotak susu kosong sampai menjadi gumpalan.

"Hei sudahlah. Jangan kau pikirkan!!" Ucapku menepuk bahunya.

Pasti telah terjadi sesuatu di dalam bus itu, karena kalau tidak, mana mungkin Cassandra yang selalu bertingkah menyebalkan mendadak diam dan menjadi seperti ini.

"Ini di luar dugaan!" Ucapnya dengan napas berat. "Ini benar-benar tak masuk akal!"

Dia hanya memegangi kepalanya sendiri setelah itu, lalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang.

"Aku hanya tidak bisa mengendalikan diriku!" Ujarnya. "Aku hanya, aku.."

"Cassandra!" Aku menggenggam tangannya, "tenanglah, tenangkan dirimu!"

Tangannya gemetar, bukan hanya itu sekujur tubuhnya dingin sedingin es. Meskipun aku tahu dia begini karena kejadian di dalam bus, tetap saja reaksi berlebihan ini terasa mengganjal terlebih lagi orang itu adalah Cassandra.

"Tunggu sebentar, aku ingin membuatkanmu minuman hangat!"

Tapi dia memegangi lenganku, mencegahku beranjak.

"Tetaplah di sini!" Ujarnya dengan nada bergetar. "Jangan tinggalkan aku!"

20 menit berlalu, tapi dia tetap diam saja tanpa mengatakan sepatah katapun, pupil matanya gemetar, dia seperti berusaha menenangkan dirinya dengan berusaha memberitahuku.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku.

Dia terperanjat menatapku dengan gelisah.

"Di dalam bus. Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Hanah!" Panggilnya.

"Katakan saja semua yang ingin kau katakan. Aku akan mendengarkan!" Ucapku memegang kedua tangannya.

Dia menundukan kepalanya dalam diam lalu menatap kedua tangan kami yang saling bertaut.

"Apa, kau masih aktif di club sejarah?" Tanyanya.

"Tentu saja, kita kan mengadakan pertemuan club setiap hari jum'at. Kau saja yang tak pernah datang!" Jawabku.

"Apa kau masih ingat dengan dewa kematian bernama Moros yang kita semua perdebatkan karena tak banyak informasi penting di dalam buku sejarah yang menjelaskan tetang dirinya!"

Aku menatap langit-langit sambil berpikir.

"Singkatnya, diantara para dewa-dewa yang ada, moros adalah dewa yang sangat misterius, selain karena keberadaanya yang tak begitu menonjol seperti yang lain, dia juga tak di akui sebagai dewa karena tak membawa keberkahan." Sambungnya. "Sebaliknya, dia di takuti karena bisa menghancurkan apa saja yang dia inginkan!"

Cassandra melanjutkan.

"Di era keemasan zaman yunani kuno, zamannya para dewa, di ceritakan terdapat satu dewa yang tak begitu di kenal. Dialah Moros, sebutannya adalah dewa kematian."

"Moros!" Aku tercekat sesaat.

"Dewa merupakan lambang keabadian, fana, pemberi berkat, kemakmuran, agung." ucapnya, "Tapi Moros, ia tak memberikan keberkahan bagi manusia yang mendambakan kedamaian. Keberadaanya bagaikan batu keras di tengah-tengah gemerisik air yang memberikan kesejukan. tak di perlukan, tak di butuhkan, tak berguna."

Aku menyimak.

"Tapi tak ada yang bisa menghentikannya. Tak satu pun."

Cassandra menatapku.

"Bahkan di ceritakan secara jelas jika Zeus yang merupakan ayah dari semua dewa yunani, tidak bisa menentangnya saat dia memutuskan takdir seseorang!"

Cassandra diam saja setelah mengatakannya. Dia menatap lurus kedepan sambil menggenggam kuat pinggiran dipan.

"Temanmu itu, bukanlah hantu penunggu bus atau roh jahat yang bergentayangan." Ujarnya memecah keheningan.

"Lalu?"

Cassandra menatapku dengan sinis lalu menunduk kemudian.

"Aku tidak bisa melihatnya!" Jawabnya sambil menggosok leher belakangnya. "Bahkan anehnya, aku merasakan perasaan takut yang luar biasa seperti akan mati saat berada di dalam bus kosong yang hanya ada kita!"

"Apa?"

"Aku tak punya alasan yang masuk akal jika tak bisa melihat mahluk yang bahkan tak bisa manusia biasa lihat!" Ujarnya, " yah satu-satunya alasan kenapa aku tidak bisa melihatnya, mungkin dia adalah mahluk yang tingkatannya lebih tinggi di banding mahluk remeh seperti hantu atau roh jahat!"

DEG...

Sontak aku bergidik.

"Aku tak memintamu untuk percaya dengan semua yang aku katakan!"

Dia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya lalu duduk di tepi dipan.

"Tapi, Jika perkiraanku benar, maka kau akan menghadapi takdir besar yang sudah di gariskan!"

Cassandra tiba-tiba berdiri dan memegang tanganku.

"Akan ku jelaskan nanti, tapi sekarang ayo pergi. Aku akan menunjukan sesuatu padamu!"

Cassandra menyeretku ke kantin sekolah. Dia membawaku ke dapur, melewati tumpukan bawang putih, dan berkarung-karung tepung. Tepat di ujung tumpukan karung ini, aku melihat sebuah kayu lapuk tua dengan goresan senjata tajam yang menyilang.

Cassandra mendorong kayu lapuk itu dengan sedikit tenaga, setelah kayu itu bergeser, terlihatlah buku tua bersampul kulit keras berwarna hitam pekat sebesar buku sejarah di dalam sebuah kotak transparan.

"Hei, apa itu?" Tanyaku penasaran.

Dia tak langsung menjawab, melainkan menatap sampulnya dengan penuh takjub lalu menyingkirkan debu nakal yang menutupi buku.

"Ini adalah buku yang hanya di ketahui oleh keluarga ku, aku membawanya ke sini sebagai jimat perlindungan sekolah ini dari serangan roh jahat!" Ucapnya sambil duduk bersila di dekat tumpukan karung tepung.

"Jimat perlindungan?" Aku heran dan mendekat.

"Kau mungkin belum pernah mendengarnya. Tapi, barang yang di anggap berharga selama ratusan tahun bahkan di jaga keberadaanya secara turun temurun, merupakan sebuah jimat yang dapat mengusir roh jahat karena energi kuat yang terkandung di dalam nya. Orang menyebut benda seperti ini sebagai benda pusaka, atau benda keramat!"

Aku tertarik dan memegang sampul buku itu.

"Menakjubkan bukan. Mereka bilang, buku ini adalah satu-satunya warisan keluargaku. Dan sampulnya terbuat dari sisik naga asli!!"

Sontak aku terperanjat dan melepaskan buku itu dari tanganku.

"Naga?" Tanyaku.

Cassandra mengangguk bangga.

Dia membukanya, dan terhampar bahasa kuno dengan huruf mentah yang tak ada satupun dapat ku mengerti, semuanya terlihat asing dari segi bentuk maupun tata letak.

"Ada sesuatu yang menarik tertulis di sini!" Ujarnya menelisik buku itu dengan berlahan di bawah sinar matahari yang masuk dari sela-sela lubang ventilasi.

"Ahh, ini dia biar ku bacakan!" Cassandra antusias.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!