Bab 3

Antin mencoba memberi pengertian, bahwa pernikahan bukan perkara sepele. Ada banyak keperluan yang harus disiapkan. Apalagi, Regina adalah anak satu-satunya, mana mungkin orangtuanya setuju untuk melangsungkan sebuah pernikahan sederhana sebab persiapan yang terlalu singkat.

“Baiklah, nanti malam aku ke rumahmu. Sendiri. Karena orangtuaku masih di luar kota, Re.”

Regina mengiyani. Baginya, yang terpenting adalah Anton menemui orangtuanya. Masalah keluarga kedua belah pihak, itu bisa dibicarakan nanti seiring waktu berjalan. Dengan langkah pasti, senyuman yang selalu menghiasi wajah cantiknya, Regina melangkah masuk ke rumahnya, mencari keberadaan orangtuanya.

“Nona, sudah pulang? Tuan dan nyonya ada di taman belakang nona.”

“Iya, Bi, terima kasih.” Regina meninggalkan asisten rumahtangganya begitu mendapat jawaban.

Ira melihat sang putri, dia berdiri untuk menyambutnya. “Kamu sudah pulang, Re?” Tangannya menyentuh lembut pundak Regina. Senyumannya ikut terpancar begitu melihat putrinya juga tersenyum.

“Ada apa, Re?" Tanya Papi Surya.

Mengatakan bahwa nanti malam Anton akan datang ke rumah, ada sesuatu yang akan disampaikan lelaki itu. Begitulah yang dikatakan Regina.

Papi Surya tersenyum kecut mendengar ucapan Regina. Bukan karena bahagia, Surya ingin melihat bagaimana kesungguhan Anton. Di dalam hatinya, dia tetap tidak akan mau merestui hubungan putrinya dengan lelaki yang menurutnya tidak bertanggungjawab seperti Anton.

“Baiklah. Papi tunggu dia datang.”

Regina dengan bersemangat membantu maminya di dapur memasak makan malam untuk kedatangan Anton nanti malam. Biarpun kekasihnya itu datang seorang diri, Regina tetap ingin menjamunya dengan baik. Dia yakin, kali ini papinya akan luluh dengan apa yang disampaikan kekasihnya. Menikah. Tidak ada orangtua yang tidak ingin melihat putrinya menikah, bukan?

***

Malam pun tiba. Bulan terlihat sangat cantik, ditemani bintang-bintang yang seolah ikut menemani kebahagiaan di hati Regina. Berdiri dibalik jendela, menatap langit yang memancarkan keindahan. Regina memejamkan mata, merasakan terpaan angin sejuk yang membuat hatinya terasa tenang.

Dengan langkah kaki perlahan, Anton memasuki sebuah rumah yang sangat menakutkan, baginya. Regina menyambutnya, melingkarkan satu tangan ke lengannya.

Duduk dengan kaki, keringat tak henti mengucur dari pelipisnya. “Om, Tante, saya tidak akan berbasa-basi lagi.” Anton berbicara dengan nada suara yang terdengar gemetar. Rasanya, ada sesuatu yang mencekat di tenggorokannya. “Saya dan Regina sudah berhubungan cukup lama, kami ...,”

Anton menoleh, menatap Regina yang berada di sampingnya. “Kami ingin ke arah yang lebih serius, Om.”

“Kamu mau menikahinya?” tanya Papi Surya.

Cukup lama untuk Anton mengiyani pertanyaan calon mertuanya tersebut.

“Tapi, bagaimana jika saya tetap tidak mengijinkan kamu menikahi anak saya?”

“Papi!” teriak Regina. Dia takut jika Anton merasa tersinggung dengan ucapan papinya. Mami Ira mencoba menenangkan putrinya, menunggu apa yang akan dikatakan papinya.

Anton menunduk, dia tidak berani menatap mata Paling Surya.

“Kamu yakin bisa menjaga anak saya?”

“I-iya, Om.” Anton menjawab.

Sunyi. Tidak ada yang bersuara. Namun Ira memandang suaminya penuh tanda tanya, begitupun dengan Regina. Anton menunggu, dia ingin mendengar jawaban dari calon mertuanya. Iya, atau tidak.

“Begini.” Papi Surya membuka suara. “Dari awal kalian menjalin hubungan, saya tidak pernah setuju. Dan sekarang, kamu berniat ingin menikahi anak saya. Jawaban saya pun tetap sama. Saya tidak akan merestui hubungan kalian. Berpacaran saja tidak, apalagi menikah!” ujarnya dengan tegas.

Anton meradang. Lelaki itu mengepalkan tangannya. Malu sekali, sangat malu. Dia menuruti Regina sebab wanita itu begitu meyakinkannya. Namun pada kenyataannya, dia tetap tidak diterima.

“Seharusnya aku tidak datang ke sini, Re!” Anton beranjak, dengan amarah yang menyelimuti hatinya. Panggilan dan tangisan Regina tidak bisa menghentikan langkah kakinya.

“Papi, kenapa menolak Anton?” Regina merasa sangat kecewa dengan papinya. “Dia sudah datang baik-baik. Tapi, Papi, tetap saja tidak mau merestui hubungan kami. Kenapa, Pi??”

“Buka mata kamu, Re! Dia tidak akan bisa menjadi suami yang baik untuk kamu. Dia tidak pernah—”

“Aku benci, Papi!” Regina berlalu pergi, berlari menuju ke kamarnya.

Senyuman serta kebahagiaan yang awalnya memenuhi relung hati, kini berganti dengan rasa kecewa dan air mata. Regina sama sekali tidak menyangka, jika papinya akan berbuat senekat itu. Dia berpikir, papinya akan luluh karena rasa sayang terhadapnya, putrinya sendiri. Tetapi tidak, papinya tetap tega menyakiti hatinya.

“Re, dengarkan mami, buka pintunya.” Ira terus mengetok-ngetok pintu kamar Regina. Ibu mana yang tidak khawatir melihat putrinya hancur karena sebuah cinta.

“Regina ingin sendiri, Mi. Regina mohon.” Suara teriakan terdengar.

Setelah beberapa saat, Ira memutuskan untuk memberi waktu kepada Regina. Agar hati putrinya bisa tenang. Menuruni anak tangga, menghampiri suaminya yang duduk di sofa denah santainya. Meminta penjelasan, mengapa tidak tersirat sedikitpun rasa kasihan melihat putri mereka menangis dan kecewa.

“Mi, papi tau Anton itu pemuda seperti apa. Biar saja Regina menangis untuk saat ini, daripada jika sudah menikah dan dia terus saja menangis selama pernikahannya, bukankah itu lebih menyakitkan untuk kita?”

***

Terpopuler

Comments

Heni Hendrayani🇵🇸🇵🇸🥰🥰

Heni Hendrayani🇵🇸🇵🇸🥰🥰

ya diomngin atuh sama s regina kalau perlu cari bukti bukan cuma omdo kalau s anton itu tak baik jls lah s regina nangis kejer d sangkan nya ortu yg pandang harta

2024-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!