Bab 2

Berkali-kali Regina menekan bel apartemen sahabatnya, Jessica. Namun, pintu apartemen tersebut tak kunjung terbuka.

“Apa dia sedang pergi?” gumam Regina. Dia merogoh tasnya, mengambil benda pipih miliknya untuk menghubungi Jessica.

Mendengar suara bel pintu, Jessica yang sebenarnya sudah tidur itu pun beranjak dari tempat tidurnya. Membukakan pintu untuk orang yang ia rasa tidak sopan. Sebab, bertamu disaat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

“Regina? Ada apa kamu ke sini malam-malam?” tanya Jessica yang terkejut saat membuka pintu.

“Menyingkirlah!” Regina masuk dan langsung duduk di sofa ruang tamu sebelum dipersilahkan Jessica.

“Selalu seperti itu, belum dipersilahkan sudah main masuk saja.”

Regina bersandar sembari memejamkan matanya. Jessica yang tau Regina sedang ada masalah bergegas kembali ke kamarnya menuju kamar mandi, mencuci wajahnya agar rasa kantuknya menghilang. “Minumlah.” Ada apa, Re? Papi lagi?" tanya Jessica seraya menyodorkan minuman kaleng dingin untuk Regina.

Regina mengangguk, menerima minuman itu dengan tangan kanannya.

“Apa kamu sudah berbicara dengan Anton tentang masalah ini?”

“Sudah.”

“Lalu apa kata Anton?”

“Dia sudah lelah, dia ingin mengakhirinya.”

“Benarkah?” nada suara Jessica terdengar sangat senang.

“Kamu kenapa seperti itu, Jes? Apa kamu senang jika Anton dan aku berpisah?” Regina menatap tajam pada Jessica.

“Bukan begitu, Re, maksudku lebih baik kau menikah saja. Kan, beres,” kata Jessica, lebih tepatnya mencari alasan.

“Kamu benar, Jes, aku harus menikah dengan Anton. Lagi pula umurku juga sudah cukup untuk menikah. Tumben otakmu bisa berpikir. Terima kasih, Jes." Regina berlalu masuk ke kamar Jessica.

“Aku bicara apa tadi? Dasar Jessica! Bisa nekat Regina. Huh!" Jessica memukul kepalanya berkali-kali menyesali apa yang sudah dia katakan pada sahabatnya itu.

Jessica tinggal sendiri di apartemennya, dia lebih suka tinggal di apartemen dari pada tinggal satu rumah dengan keluarganya. Dia tidak ingin tinggal bersama mamanya. Setelah papa Jessica meninggal, mama Jessica menikah kembali dan mempunyai seorang anak laki-laki. Saat itu umurnya masih 10 tahun. Bagi anak di usia Jessica, tentu ia tidak bisa berkata apapun saat sang ibu memutuskan menikah kembali.

Saat Jessica sudah bekerja dan dirasa gajinya cukup untuk membiayai hidupnya sendiri, dia memutuskan untuk tinggal di apartemen yang sudah diwariskan mendiang papanya dulu.

Regina dan Jessica bersahabat dari masa SMA, mereka tidak pernah berpisah. Bahkan saat kuliah pun mereka memilih kampus yang sama meskipun berbeda jurusan.

***

Pagi ini Regina bangun terlebih dahulu dari Jessica. Setelah membersihkan badannya, dia hanya bisa memakai baju Jessica sebab tidak membawa baju gantinya kemarin.

Regina berjalan menuju ke dapur, matanya mendapati dapur Jessica yang sangat berantakan dan kotor. Piring dan gelas yang entah sudah berapa hari tidak dicuci.

Regina berdecak kesal, setiap kali dua menginap di apartemen Jessica, sia selalu disuguhi pemandangan seperti ini.

Tanpa pikir panjang, Regina segera mencuci semua peralatan makan Jessica dan membersihkan setiap sudut di dapur tersebut. Regina tidak risih melakukan semua itu meskipun dia seorang anak dari pengusaha yang sukses. Maminya selalu mendidik Regina bahwa setinggi apapun derajat seorang wanita, dia tetaplah seorang istri dan ibu. Seorang wanita tidak boleh melupakan kodratnya.

Tidak heran Regina dengan cekatan melakukan pekerjaan rumah dan memasak tanpa khawatir tangannya akan kasar.

Regina membuka lemari es berniat mengambil bahan makanan untuk dimasak. Namun lemari es Jessica kosong, tidak tersedia sayuran atau bahan makanan lain. Yang ada hanya spagethi. karena merasa lapar Regina pun segera memasak spagethi itu.

Wangi masakan Regina membuat Jessica terbangun. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan menyusul sahabatnya.

“Kamu sering-sering saja menginap di sini, Re, supaya ada yang memasakkan aku setiap hari,” ucap Jessica seraya mengambil air putih.

“Enak saja!” seru Regina.

Jessica tertawa mendengar Regina. Tidak lama spagethi yang Regina masak sudah matang, dengan cepat Jessica merebut piring yang berisi spagheti itu dari tangan Regina dan berniat ingin langsung memakannya.

“Berhenti! Kamu belum mandi, belum mencuci muka lalu dengan seenaknya sendiri kamu mau sarapan? Pergilah mandi!” Regina kembali merebut piring itu dari tangan Jessica.

“Cerewet! Iya, aku akan mencuci muka.”

Jessica bergegas menggosok gigi dan mencuci mukanya saja lalu kembali ke dapur untuk menyantap sarapan bersama Regina.

***

Dengan tekad yang sudah bulat, Regina harus segera membicarakan masalah pernikahan dengan Anton. Menurutnya, itulah satu-satunya cara agar papinya bisa menerima Anton.

“Kamu mah pergi kemana?” Jessica bertanya. Dia melihat Regina sudah rapi. “Bekerja?” tanyanya lagi.

“Menemui Anton, memebahas masalah pernikahan,” jawab Regina seraya menyisir rambut panjangnya.

“Maksudmu apa, Re?”

"Ya, aku mau menikah dengan Anton.”

Jessica tentu saja terkejut. Tetapi, gadis itu juga merasa kesal dengan dirinya sendiri. Entah mengapa semalam dia bisa mengatakan sial pernikahan kepada Regina. Dan, beginilah akhirnya. Regina ingin segera menikah dengan lelaki itu.

“Tapi, papimu tidak menyukai Anton. Jangan gila,Re, jangan membuat masalah.”

Regina merasa kesal, “kamu harusnya mendukungku, Jes. Sahabatmu ini akan segera menikah. Tapi, kamu justru—”

“Re dengarkan aku dulu,” tukas Jessica. “Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku mendukung apapun yang bisa membuatmu bahagia. Tapi, setidaknya kamu harus bisa melihat situasinya. Setidaknya kamu dan Anton bisa meyakinkan papi, supaya papi merestui hubungan kalian. Ajak Anton bertemu dengan papi sama mamimu untuk membicarakan masalah ini. Kedua orang tuamu masih ada, Re, jangan sampai kamu membuat mereka kecewa."

Sejenak Regina terdiam. Memang benar apa yang dikatakan sahabatnya ini. Memang lebih baik Anton berbicara dengan papi dan mami.

Regina memeluk erat tubuh Jessica.

“Terima kasih Jes, kamu selalu ada, selalu mengingatkan jika aku salah mengambil jalan. Sekali lagi terima kasih.”

“Memangnya aku ini GPS apa? Selalu mengingatkan jika salah jalan!” seru Jessica sembari melepas pelukan Regina.

“Ya, kira-kira begitulah.” Regina dan Jessica tertawa karena celetukan mereka sendiri.

Regina segera melajukan mobilnya menuju cafe yang sudah disepakati, untuk bertemu dengan Anton. Waktu berlalu, namun lelaki itu tak kunjung datang. Nomor ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Regina tidak berniat pergi, dia tau, Anton pasti datang.

“Kok, lama?” tanyanya begitu Anton datang setelah satu jam Regina menunggu.

“Maaf, Re, jalannya macet. Ada apa kamu mendadak ingin bertemu di sini?” Anton mendudukkan tubuhnya di kursi yang berseberangan dengan Regina.

Baiklah, tidak perlu berbasa-basi. Regina mengatakan niat hatinya untuk menikah, dan Anton harus segera menemui orangtuanya. Mata Regina berbinar bahagia tatkala mengatakan niat hatinya tersebut.

“Hah? Menikah?” Anton membelalakkan matanya mendengar ucapan Regina. Keringat dingin tiba-tiba mengalir perlahan di keningnya. Jantungnya seakan berhenti begitu mendengar kata pernikahan. “Se-sekarang?” tanyanya dengan gugup.

Regina mengangguk pasti. Nanti malam, dia meminta Anton untuk datang ke rumahnya.

“Re, ini terlalu mendadak. Aku juga harus memberitahu orangtuaku. Lalu bagaimana kita menyiapkan pernikahan dengan waktu sesingkat ini?”

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!