Malam yang Tenang

Alvaro mematikan ponselnya, menandai akhir dari pekerjaannya hari itu. Tepat saat ia ingin merebahkan diri di tempat tidur, suara lembut anaknya memecah keheningan. Syifa berdiri di depan pintu kamarnya dengan mata bulat yang tampak bersinar di bawah lampu redup.

“Sayang, kamu belum tidur?” tanya Alvaro lembut sambil menghampiri putrinya.

“Syifa nggak bisa tidur, Pa. Papa temenin Syifa tidur, ya?” pintanya dengan suara manja.

Alvaro tersenyum kecil. Bagaimana mungkin ia bisa menolak permintaan itu? “Ya sudah, yuk kita ke kamar,” jawabnya sambil mengulurkan tangan.

Syifa menggenggam tangan ayahnya erat, lalu mereka berjalan bersama menuju kamar Syifa. Dengan penuh kasih, Alvaro menidurkan putrinya, memastikan ia merasa aman dan nyaman di pelukannya hingga akhirnya mata kecil itu tertutup perlahan.

Pertemuan Tak Terduga

Beberapa hari kemudian, di sore yang cerah, Jane keluar dari mobilnya di depan sebuah kedai es krim. Ia memutuskan membeli es krim favoritnya untuk melepas penat setelah bekerja. Saat berdiri di antrean, suara ceria seorang anak memanggilnya.

“Tante Jane!”

Jane menoleh dan menemukan Syifa, anak kecil yang pernah ia bantu beberapa waktu lalu di mall. Syifa berlari ke arahnya dengan wajah ceria, lalu memeluknya erat.

“Hai, Syifa!” balas Jane senang. Ia sudah menganggap Syifa seperti anaknya sendiri sejak pertemuan pertama mereka.

Di belakang Syifa, berdiri seorang wanita paruh baya dengan rambut beruban yang tersisir rapi, mengenakan pakaian sederhana berwarna krem. Wajahnya menyiratkan keramahan dan kehangatan seorang nenek yang penuh kasih. Jane tersenyum, lalu segera menyapanya dengan sopan.

“Sore, Tante,” ucap Jane lembut sambil mendekat.

Wanita itu membalas dengan senyum ramah. “Sore juga, Nak. Saya Sintia, neneknya Syifa,” katanya, memperkenalkan diri.

“Saya Jane, Tante. Beberapa waktu lalu saya pernah bertemu Syifa di mall. Waktu itu Syifa hampir tersesat, jadi saya bantu mengantar dia ke ayahnya,” jelas Jane sambil tersenyum ke arah Syifa.

“Oh, jadi Nak Jane yang bantu Syifa waktu itu? Aduh, terima kasih banyak, ya. Saya sudah dengar ceritanya dari Alvaro, ayahnya Syifa. Kami sangat berterima kasih,” balas Sintia dengan tulus.

“Ah, nggak apa-apa, Tante. Syifa anak yang baik, kok. Saya senang bisa membantunya,” jawab Jane.

“Tante, habis beli es krim, kita ke taman, yuk!” seru Syifa tiba-tiba dengan mata berbinar, memecah percakapan mereka.

Jane menoleh ke arah Sintia, meminta persetujuan. “Boleh nggak ya, Tante?” tanyanya sambil tersenyum kecil.

Sintia berpikir sejenak, lalu mengangguk lembut. “Kalau Syifa mau, ya boleh saja. Tapi nggak usah terlalu lama, ya. Langit mulai mendung.”

Mendengar itu, Syifa langsung melompat girang. “Yeay! Ayo, Tante Jane!” serunya sambil menggandeng tangan Jane.

Setelah membeli es krim, mereka bertiga berjalan bersama menuju taman terdekat. Syifa langsung berlari ke arah ayunan, menikmati sorenya dengan penuh keceriaan.

“Tante Jane sering main ke taman juga?” tanya Sintia sambil duduk di bangku taman, memperhatikan Syifa yang bermain.

“Nggak sering, Tante. Biasanya saya sibuk kerja, jadi jarang ada waktu untuk santai begini. Tapi kalau ada kesempatan, saya suka sekali datang ke tempat seperti ini,” jawab Jane dengan senyum lemah.

“Kamu kerja apa, Nak?” Sintia bertanya, tampak tertarik.

“Saya desainer, Tante. Lumayan sibuk, apalagi kalau ada proyek besar,” jelas Jane.

“Wah, pekerjaan yang bagus. Tapi pasti melelahkan, ya?” Sintia menimpali sambil mengangguk paham.

“Iya, lumayan, Tante. Tapi saya menikmatinya. Kalau capek, biasanya saya cari hiburan, seperti jalan-jalan atau… yah, seperti ini, bermain sama Syifa,” katanya sambil melirik ke arah Syifa yang tertawa lepas di ayunan.

“Syifa memang anak yang ceria. Setelah ibunya meninggal, Alvaro sangat berusaha supaya dia tetap bahagia. Tapi saya tahu, dia masih butuh sosok ibu,” ungkap Sintia pelan, suaranya penuh kehangatan dan sedikit nada pilu.

Jane mengangguk, tak ingin memaksakan tanggapan. Ia hanya membalas dengan senyum kecil, berusaha memahami perasaan nenek itu.

Langit mulai gelap, dan angin dingin bertiup pelan. “Kayaknya kita harus pulang sekarang, Tante. Udah mulai malam,” ujar Jane sambil berdiri.

Sintia mengangguk. “Iya, Nak. Terima kasih sudah menemani Syifa sore ini.”

“Sama-sama, Tante. Senang banget bisa main sama kalian.” Jane menggandeng tangan Syifa, dan mereka bertiga berjalan kembali ke rumah Sintia. Setelah mengantar mereka sampai depan pintu, Jane pun berpamitan.

“Hati-hati di jalan, Nak Jane,” ujar Sintia.

“Terima kasih, Tante. Sampai ketemu lagi, ya!” balas Jane sambil tersenyum, sebelum melangkah pergi ke mobilnya.

Obrolan di Meja Makan

Di rumah Syifa, waktu makan malam menjadi momen kebersamaan keluarga. Alvaro, Syifa, Sintia, dan Aditya—ayah Alvaro—berkumpul di meja makan. Aroma masakan mengisi ruang makan yang hangat.

Namun, suasana santai itu berubah ketika Aditya membuka pembicaraan serius.

“Alvaro, kamu kapan mau nikah lagi? Syifa butuh seorang ibu, lho,” ujar Aditya tiba-tiba.

Alvaro yang sedang minum langsung tersedak. “Astaga, Pa. Kok ngomongnya pas lagi makan sih?” protesnya sambil mengusap mulut.

“Iya, Kek. Syifa juga pengen punya mama kayak teman-teman Syifa,” timpal Syifa polos.

“Tapi Syifa pengennya mama kayak Tante Jane!” sambungnya penuh semangat.

Alvaro mengerutkan dahi. “Tante Jane? Maksud kamu siapa, Nak?” tanyanya bingung.

“Itu lho, Pa, orang yang pernah nolong Syifa waktu itu. Dia baik banget,” jawab Syifa dengan wajah ceria.

“Oh, yang itu? Tapi kenapa kamu pengen kayak Tante Jane? Kan kamu cuma ketemu sekali sama dia,” tanya Alvaro heran.

“Enggak cuma sekali kok, Pa. Tadi aku main sama Tante Jane di taman,” jawab Syifa polos.

Sintia, yang mendengarkan percakapan itu, ikut menimpali. “Sudah, Va. Coba saja dekatin Jane. Orangnya baik kok. Mama juga lihat tadi.”

Alvaro menghela napas panjang. “Ya sudah, nanti aku pikirkan,” jawabnya asal untuk menyenangkan hati keluarganya.

Walau begitu, dalam hati kecilnya, Alvaro tidak benar-benar berniat memikirkan hal tersebut. Baginya, membesarkan Syifa sudah menjadi prioritas utama.

Setelah makan malam selesai, masing-masing kembali ke kamar mereka untuk beristirahat.

Dua hari kemudian, Jane bersiap berangkat kerja. Ia harus menyelesaikan desain yang sudah dikejar tenggat waktu. Karena terburu-buru, ia memutuskan mampir ke supermarket terdekat untuk membeli roti sebagai sarapan ringan.

Jane memarkir mobilnya di seberang supermarket, tepat di dekat jalan raya. Saat hendak menyeberang, lampu lalu lintas masih menyala hijau untuk kendaraan. Ia menunggu di tepi jalan sambil memandangi arus kendaraan yang melaju cepat.

Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju pada seorang nenek yang tampak kebingungan di tengah jalan. Wanita tua itu terlihat panik, seolah tidak tahu harus melangkah ke mana.

Tanpa pikir panjang, Jane berlari menolong nenek tersebut.

“Bu, hati-hati!” serunya sambil mencoba menarik nenek itu ke pinggir jalan.

Namun dalam upaya menyelamatkan nenek itu, malapetaka terjadi.

Brukkk!

Suara dentuman keras membelah udara, menggetarkan jalan raya yang sesaat sebelumnya penuh hiruk-pikuk kendaraan.

Tubuh Jane terpental ke aspal dengan keras, darah mulai mengalir di sekitar tubuhnya. Jeritan panik terdengar, beberapa orang menutup mulut mereka, sementara yang lain berlari mendekat, mencoba memahami kejadian mencekam yang baru saja terjadi.

Nenek yang ditolongnya terjatuh ke pinggir jalan dengan luka ringan, sementara Jane terbaring tak sadarkan diri di tengah jalan. Darah mengalir deras dari tubuhnya, mengotori jalanan.

Kerumunan orang segera mengelilingi lokasi kejadian. Pemilik mobil yang menabrak Jane buru-buru keluar dari kendaraannya. Dengan wajah panik, ia mengangkat tubuh Jane yang berlumuran darah dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Keadaan mendadak kacau. Orang-orang di sekitar jalan sibuk membicarakan kejadian tersebut. Beberapa orang mencoba membantu, namun si pengemudi mobil mengambil inisiatif membawa Jane ke rumah sakit terdekat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!