Hari pertama kembalinya Ellen ke sekolah telah berhasil membuat mantan ketua PMR ini salah tingkah dan tampak canggung, tetapi ia tidak menyadari apa penyebabnya dan berusaha bersikap senormal mungkin pada keesokan harinya.
Tiada yang berbeda di hari ini, kegiatan di sekolah tampak normal seperti pada hari biasanya. Seperti pada umumnya, di saat jam istirahat, siswa laki-laki akan bermain bola di lapangan dan sebagiannya berada di kantin. Begitu juga dengan para siswi, yang asyik bersenda-gurau di selasar sekolah, sambil menyaksikan permainan bola teman-temannya.
Tetapi ada yang sedikit berbeda pada hari ini, dimana Erick tidak tampak di kantin atau di kelasnya, melainkan berada di ruang pengurus PMR. Semua itu dikarenakan Riga yang meminta untuk bertemu Erick, guna membahas masalah internal PMR.
"Kak, Ellen mengundurkan diri dari PMR, ini suratnya," kata Riga sambil menyerahkan surat pengunduran diri Ellen kepada Erick.
Erick yang sudah menduga hal ini akan terjadi pun hanya berdehem sambil membaca surat pengunduran diri Ellen.
"Cuma hmm doang gitu? kok nggak kaget, kok santai aja, Kak? kayak sudah tahu aja?" tanya Riga.
"Tahu sih belum, tapi gue sudah menduga kalau dia bakalan keluar," jelas Erick.
"Kok menduga, emang Ellen kenapa, Kak ?" tanya Riga.
"Dia sakit, nggak boleh kecapean dan masih dalam pengobatan, jadi ya yang terbaik memang keluar," jawab Erick.
Riga hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban seniornya itu.
"Ya sudah, kamu tanda tangani aja, trus kasih ke kantor," perintah Erick.
"Oke, sip!" jawab Riga.
Erick hanya termenung entah apa yang dipikirkannya. Kabar Ellen yang telah berjilbab dan mengundurkan diri dari PMR pasti membuat gembira para hatersnya, itulah yang terdapat di dalam pikiran Erick.
Memang cukup banyak siswa yang tidak menyukai Ellen, semua ini dikarenakan adanya perhatian berlebih yang diberikan para senior PMR untuknya dan bukan hanya dari senior PMR, tetapi bahkan dari Pramuka dan juga OSIS.
Seperti saat masa-masa orientasi siswa, ketika para senior dari OSIS menguji kecerdasan pengetahuan umum siswa baru, dimana Ellen berhasil menjawab tujuh pilih lima persen pertanyaan yang diberikan.
"Semuanya tenang, kak Erick akan memberikan pertanyaan tentang pengetahuan umum untuk kalian. Siapa cepat dia jawab, siapa tepat dia ... apa yaa? Kan nggak mungkin hemat? Ini kan nggak nyambung," ucap Adit, selaku wakil ketua OSIS yang juga merupakan sahabat Erick.
Suasana riuh penuh tawa pun memenuhi lapangan, dimana seluruh siswa baru duduk berbaris sesuai kelasnya masing-masing.
Lalu, Erick mengambil tempat di depan para siswa baru. Dengan gayanya yang tenang dan penuh wibawa Erick mulai membacakan pertanyaannya.
"Baiklah, siap semua ya. Yang bisa menjawab, langsung angkat tangannya."
"Pertanyaan pertama, apa nama ibukota Korea ..."
Dengan cepat, beberapa siswi menjawab bersamaan, "Seoul!"
Ekspresi wajah Erick yang seringkali terlihat datar, kini berubah dengan sedikit senyuman di bibirnya. Lalu, ia pun melanjutkan pertanyaannya yang terputus, "U-ta-ra."
Sontak, sebagian dari siswa baru melenguh, tetapi ada satu siswa yang dengan cepat mengangkat tangannya.
"Iya, sebutkan nama dan kelasmu," pinta Erick.
"Nama saya Ellen dari kelas tujuh-D."
"Silahkan dijawab pertanyaannya," ucap Erick.
Ellen pun menjawab, "Ibukota Korea Utara itu Pyongyang."
"Seratus!" seru Erick dengan cepat.
"Baik, kita lanjutkan kembali. Pertanyaan kedua, lanjutkan peribahasa berikut ini, sejauh-jauhnya tupai melompat ..."
"Akhirnya jatuh juga!" teriak penuh semangat beberapa siswa peserta Ospek.
Tetapi, Erick hanya tersenyum, lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Kalian memang nggak sabaran, ya. Soal belum selesai, sudah kalian jawab dan jawabannya salah!"
Seketika itu suasana yang hening berubah menjadi ramai, karena kebingungan dengan jawaban dari Erick. Hingga Ellen mengangkat tangannya sambil bertanya, "Saya boleh jawab, Kak?"
"Silahkan."
"Sejauh-jauhnya tupai melompat, akhirnya ia terlihat jauh. Tetapi, sejauh-jauhnya hati ini melompat, akhirnya ada yang menangkapnya."
Jawaban Ellen pun berhasil meriuhkan suasana. Tepukan tangan dan siulan bersahutan diselingi dengan derai tawa.
Begitu juga dengan Erick, yang tidak menyangka akan jawaban yang diberikan oleh adik kelasnya dan tanpa sadar, sebuah senyum.yang sangat lebar, terbingkai di bibirnya. Lalu, Erick berucap, "Oke, sepertinya teman kalian yang bernama Ellen ini memiliki kecerdasan yang berbeda dan tang seperti ini, harus dilestarikan."
Dengan cepat, Ellen kembali mengangkat tangannya dan Erick berucap, "Ya, silahkan."
"Maaf Kak, tapi saya bukanlah badak bercula satu ataupun orang utan dan nama panjang saya, bukan Lestari," jawab Ellen.
Semenjak itulah, Ellen dikenal oleh hampir di tiga angkatan di sekolahnya. Bahkan ia mendapatkan perhatian lebih dari senior-senior pria.
Selain dikarenakan penampilan fisik Ellen yang menarik, ditunjang dengan keramahan dan selera humornya yang cukup tinggi, memang membuat banyak yang ingin berteman dengannya, tetapi disisi lain, malah sebaliknya. Tetap saja, ada beberapa orang yang tidak menyukai Ellen terutama para siswi.
Seperti saat istirahat makan siang di kantin, Ellen sesekali ke kantin tanpa membeli apapun, menjadi pembicaraan.
"Ngapain ke kantin kalau nggak jajan? Nggak level sama makanan kantin ya? Susah yang beda level, makanan kantin pun nggak level buat dia."
"Bedalah anak sultan. Cuma aneh aja, kalau anak sultan ngapain sekolah di SMP negeri? Apa sultannya cuma kedok aja?"
"Kedok sok alim dengan jilbabnya, padahal kerjanya nyari perhatian cowok-cowok."
Nisa mendadak menjadi panas, tetapi saat ia ingin membalasnya, Ellen menahan dengan tangannya, sembari berucap lirih, "Udah diam aja, nggak ada gunanya diladenin. Yang waras, ngalah."
"Emang mereka sudah pada gila semua! Orang nggak pernah nyinggung kesana, tapi kerjanya malah nyinggung kemari muluk!" sungut Nisa penuh emosi.
"Udah buruan jajan, aku tungguin," ucap Ellen.
"Nggak jadi, batal jajannya! Moodku sudah hancur sama mereka. Mending kita cari jajan di luar aja," jawab Nisa sambil menarik tangan Ellen untuk mengikutinya ke luar.
Menjadi satu-satunya siswa yang menggunakan kendaraan antar jemput pribadi, membuat Ellen sering mendapatkan sindiran seperti itu. Tetapi, Ellen tidak ingin terganggu dengan dengan semua itu. Ia memilih untuk fokus kepada pelajaran sekolah dan kesehatannya.
Berbeda dengan Erick yang sedikit banyak terganggu dengan kicauan para siswi akan Ellen. Hal itu membuatnya tampak semakin dingin, tanpa senyum sedikit pun menghiasi wajahnya.
Tanpa terasa, ujian tengah semester pun akan berlangsung dalam sepekan ke depan. Semua siswa mulai terlihat lebih serius dalam belajar, begitu juga dengan Erick, yang tetap berusaha untuk fokus, tetapi pikirannya melanglang buana.
Fokus, Rick! Fokus! semangat, kamu bisa! Erick menyemangati dirinya sendiri dalam hati.
Hari itu terasa panjang bagi Erick, yang membuatnya ingin segera pulang. Rambut yang biasanya terlihat rapi, kini tampak seperti baru tertiup angin. Wajahnya yang biasanya segar pun tampak kusut tak bercahaya.
"Bapak mantan ketua, kusut amat? Emang setrikaan lagi rusak ya?" goda Ratri saat melihat adik sepupunya.
Tetapi Erick tidak bereaksi apapun, ia hanya menunduk dan duduk diam di selasar sekolah. Tak lama kemudian, ia melihat Ellen berlari tergesa-gesa menuju toilet, sambil menutupi setengah wajahnya dengan tangan.
"Lho, Len? Kamu kenapa?" tanya Erick.
Tetapi, Ellen tidak menggubrisnya dan segera masuk ke dalam toilet.
Dengan santainya, Ratri berucap, "Kebelet kali?"
Keduanya pun menunggui Ellen di depan pintu toilet dan beberapa saat kemudian, Ellen keluar dari toilet, tetapi nampak noda semburat kemerahan pada kain jilbabnya.
Ellen pun terkejut tatkala melihat dua seniornya di depan pintu toilet dan bertanya, "Lho Kak, ada apa? Kok berdiri disini?"
"Kamu tadi kenapa kok lari buru-buru? Trus jilbab kamu kenapa basah begitu?" tanya Erick.
Sayangnya kekhawatiran Erick tidak selaras dengan ekspresinya yang tampak galak dan ketus. Hingga membuat Ratri mengambil alih agar Ellen tidak salah paham.
"Len, tadi kamu kenapa?"
"Oh ini barusan aku mimisan, trus darahnya kok ngalir gitu, jadinya kena jilbab deh. Makanya tadi aku buru-buru ke toilet, buat ngebersihin nodanya," jelas Ellen.
"Trus Mbak Ratri sama Kak Erick ngapain disini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
shofia
Kok jadi pengen nangis ya... Salut sama Ellen.. Kuat banget...
2021-03-19
1