Setelah peristiwa terlukanya tangan Ellen, di Senin paginya ia tidak terlihat di sekolah hingga beberapa hari kemudian. Hal ini mengundang sejuta tanya di benak Erick, salah satunya adalah apakah karena tangannya lecet menjadi penyebab tidak masuknya Ellen ke sekolah.
Erick pun mencari jawaban atas pertanyaannya melalui Nisa di saat istirahat dan tempat terbaik untuk mencarinya adalah kantin, karena Nisa tidak pernah melewatkan jam istirahat tanpa bertransaksi di kantin sekolah, yang nampak layaknya sebuah pujasera.
Tak membutuhkan waktu yang lama, Erick dengan mudah menemukan Nisa, gadis berkacamata dengan rambut model Dora, diantara puluhan siswa yang sedang menikmati jam makan siang mereka.
"Nisa!" panggil Erick sambil berjalan menghampiri.
Nisa pun terkejut, mendengar namanya tiba-tiba dipanggil. Ia pun mencari asal suara yang memanggil namanya dan tiba-tiba saja senior tampan pujaan hati berjalan ke arahnya.
Mimpi apakah diriku semalam, nggak ada angin nggak ada hujan, ngapain abang ganteng ini memanggil diri ini? tanyanya dalam hati.
Tanpa Erick sadari, suaranya telah berhasil mengundang perhatian para siswa Doremi. Bagaimana tidak? Erick yang dikenal sebagai makhluk tanpa ekspresi dan hanya satu perempuan yang pernah ia ajak bicara, yaitu hanya Ratri seorang. Tetapi kini, tiba-tiba ia memanggil adik kelasnya dan bahkan menghampirinya di tengah keramaian kantin, tanpa memperdulikan efek yang akan diciptakan nantinya.
"Nis, Ellen kemana, kok nggak masuk?" tanya Erick tanpa basa-basi.
Nisa pun tersenyum penuh makna mendengar pertanyaan Erick, sambil lirih berkata, "Hoo, ternyata karena nggak ada Ellen."
Erick pun tetap lanjut bertanya tanpa memperdulikan kata-kata Nisa barusan.
"Jadi kenapa, apa dia sakit? nggak mungkin karena lecetnya, kan?"
"Mungkinlah Kak, siapa tahu lukanya infeksi terus bernanah, trus akhirnya diamputasi," jawab Nisa dengan santainya.
Seketika itupun Erick menyesal telah bertanya kepada Nisa dan ia berucap dengan datar, "Sepertinya kamu kebanyakan nonton film. Menyesal aku harus bertanya!"
Tanpa mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, Erick meninggalkan kantin dengan kesal, tetapi tidak dengan Nisa yang sibuk dengan skenario di dalam kepalanya.
Sepulang sekolah, Nisa memutuskan untuk pergi ke rumah Ellen, dengan membawa cerita tentang mantan ketua PMR itu.
"Len, kenapa nggak masuk-masuk juga, emang jari kamu bener diamputasi?" tanya Nisa sambil memperhatikan jari-jari tangan Ellen.
"Emang siapa yang bilang jariku diamputasi?" tanya Ellen bingung sambil menunjukkan jari-jarinya yang baik-baik saja.
"Aku yang bilang ke kak Erick, pas tadi siang waktu dia nanyain kenapa kamu nggak masuk," jawab Nisa santai.
Bola mata Ellen membesar, alisnya terangkat dan jari jemarinya pun terkepal, lalu ia berseru, "Ya Allah ini anak! serius, aku bingung kenapa bisa temenan ama kamu ampe bertahun-tahun!"
Tetapi, dalam sekejap saja, ekspresi Ellen tiba-tiba berubah dari kesal menjadi penasaran. Lalu, ia bertanya, "Eh, trus kak Erick gimana pas kamu jawab gitu?"
"Dia bilang kalau aku kebanyakan nonton film, trus dia pergi aja, tau deh kemana perginya, apa ke hatimu?" jawab Nisa sambil tertawa.
Ellen pun melayangkan jitakan andalannya ke kening Nisa.
"Auu sakit tauk! Idih marah ni yee, apa malu nii?" goda Nisa kembali.
"Tau dah! Herman, kok bisa aku punya temen kek kamu?" sungut Ellen.
"Iye, iye dah, maap. Nah, trus nape kamu nggak masuk? perasaan, kamu nggak kenapa-kenapa deh, anggota tubuh lengkap, suhu badan normal, kaki masih napak ..."
Dengan memicingkan matanya dan memberikan tatapan dingin khasnya, Ellen memotong kalimat Nisa, "Dan sekarang apakah kamu mengira aku berubah jadi kunti?"
Nisa tertawa puas melihat sahabatnya yang cepat tanggap akan maksud pertanyaannya itu.
"Maaf, maaf. Nah, sekarang jawab pertanyaannya, kenapa kok nggak masuk?" tanya Nisa lagi.
"Seperti yang aku bilang tadi, aku sakit, tapi In syaa Allah Senin depan gue sudah masuk lagi," jawab Ellen.
"Sakit apa sih? kayaknya sekarang kamu baik-baik aja," selidik Nisa karena ia tidak melihat perbedaan ketika Ellen sehat dan sakit seperti saat ini.
"Autoimunnya kambuh, sekarang aku kena hipertyroid," jawab Ellen.
"Duh canggih amat nama penyakitnya! emang itu apaan, tapi kamu kok nggak keliatan sakit?" tanya Nisa.
"Emang keliatannya baik-baik aja, tapi berat badanku tiba-tiba turun, gampang capek, tangan suka juga gemetaran. Jadi sementara ini aku di rumah dulu, sampai keluhannya berkurang atau hilang. In syaaAllah, Ahad besok mau periksa darah lagi, semoga hasilnya bagus," jelas Ellen.
"Aamiiin, semoga baik-baik aja ya, Len. Kasian abang kesayangan kehilangan pujaan hatinya," goda Nisa.
Jitakan kedua pun berhasil mendarat di kening Nisa yang kembali membuat Nisa tertawa.
"Besok kalau ada yang nanyain, jawab aja aku sudah baikan. In syaaAllah, hari Senin sudah bisa masuk lagi," ucap Ellen.
Setelah berbincang-bincang dan memberikan materi pelajaran serta tugas-tugas dari sekolah, Nisa pun pamit pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Nisa datang lebih awal ke sekolah untuk dapat bertemu Erick di halaman sekolah. Tak lama menunggu, Erick tiba di sekolah dengan sepedanya bersama dengan Ratri yang membonceng di belakang, serta Adit yang merupakan sahabatnya sejak berseragam putih merah.
"Kak Erick!" panggil Nisa setengah berteriak, membuat semua mata mengarah padanya.
Erick pun berjalan menghampiri Nisa.
"Napa teriak-teriak manggil?" tanya Erick.
"Nggak papa, cuma mau kasih info, kalau junior kesayangan nggak masuk karena sakit, katanya autoimunnya kambuh. Nah, sekarang Ellen itu sakit ... hmm, duh! kan aku lupa nama penyakitnya! Sebentar, hmm hiper.. tori.. tiro.. hmm apa ya? pokoknya itu deh Kak, tapi tenang katanya in syaaAllah hari Senin bakalan masuk kalau keluhannya berkurang," jawab Nisa.
"Ellen sakit autoimun? sejak kapan? sakitnya kayak gimana?" tanya Erick.
"Aku juga nggak ngerti sama sakitnya Ellen, tapi semenjak kelas dua atau tiga, Ellen memang suka tiba-tiba nggak masuk sekolah sampai seminggu," jawab Nisa.
"Hoo gitu, ya sudah, makasih infonya ya," ucap Erick yang segera berjalan menuju kelasnya.
"Terus aku dapat hadiah apa nih?!" tanya Nisa yang membuat Erick menghentikan langkahnya.
"Hah, hadiah? hmmm nanti pas istirahat, ambil coklat di kantin aja ya," jawab Erick.
"Eh beneran Kak, aku dapet coklat?" tanya Nisa setengah tak percaya.
"Iya, nanti kamu ke kantin, ambil coklat, terus jangan lupa bayar dan bilang makasih sama ibu kantin yaa," jawab Erick sambil melanjutkan berjalan menuju kelasnya.
"Mantan ketua nggak beres nih! aku seperti disanjung tetapi ketika sudah berada di atas, langsung dihempaskan begitu saja! sakit Kaak !" teriak Nisa kepada Erick yang sudah menghilang di lantai dua.
Tetapi, akibat teriakan itu banyak mata yang menuju ke arah Nisa, seolah bertanya, ada apa gerangan yang terjadi diantara mereka berdua?
Sedangkan Erick yang diteriakkan dari jauh, memilih tidak perduli dan hanya tertawa kecil sambil melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.
Sepulang sekolah, Erick segera membuka internet di komputernya, untuk mencari tahu tentang autoimun dan jenis penyakitnya.
Hmm tadi Nisa bilang sakitnya tiro-tiro apa sih, tanyanya dalam hati sambil menggaruk-garuk kepalanya karena bingung.
Lalu, setelah berhasil mencari informasi tentang autoimun, Erick pun mendapatkan nama penyakit yang diderita Ellen.
Oh mungkin ini nama penyakitnya, hipertiroid. Sepertinya bukan penyakit berbahaya, semoga kamu segera kembali sehat ya, Len, batin Erick berharap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments