Aku memacu sepeda motorku dengan pikiran yang berkecamuk. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kami harus ke Indonesia? Ada apa di Indonesia? Apakah papa sudah resmi pensiun? Tapi itu tidak mungkin! Papa baru akan pensiun akhir tahun ini! Atau jangan-jangan...
Aku segera memarkirkan sepeda motorku di halaman depan rumahku. Sudah ada mobil papa disana. Sesegera mungkin aku melangkahkan kakiku, agar dapat secepat mungkin menemui papa untuk menanyakan, apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ku buka pintu rumahku, dapat ku saksikan wajah frustrasi papa, yang saat ini sedang di tenangkan oleh mama.
"Ma, pa..." Kataku kemudian duduk di sebelah papa, dan menatap wajah papa dengan penuh tanda tanya. Papa menoleh ke arahku.
"Sudah tidak ada penerbangan ke Indonesia lagi, untuk hari ini..." Wajah papa terlihat sedih sekali
"Sudahlah, pa... Masih ada hari esok! Kita kan udah pesan tiket untuk penerbangan pertama." Mama tampak menenangkan papa yang terlihat sangat terpuruk.
"Ma, ada apa sih, sebenarnya?" Ucapku, yang saat ini sangat mengkhawatirkan papa. Papa tiba-tiba menggenggam kedua tanganku, dan menatap wajahku dalam
"Jenny... Nenek kritis lagi." Papa meneteskan air mata... Tubuhku lemas seketika...
Nenek... Satu-satunya alasanku untuk pulang ke Indonesia setiap liburan musim panas. Satu-satunya alasan mengapa aku selalu bersemangat untuk kembali ke tanah kelahiranku... Dan satu-satunya alasan, mengapa aku mau melanjutkan kuliahku...
"S-siapa yang jagain nenek sekarang?" Air mataku mengalir begitu saja, ketika bertanya kepada mama dan papa. Mama menghampiriku, dan berusaha menenangkanku, begitupun dengan papa.
"Sudah ada mbo' Minah. Tante Vera, om Sam, sama Clara juga udah berangkat ke Jakarta." Ujar mama menenangkan.
Aku sedikit tenang mendengarkan penjelasan mama.
"Kamu sekarang beres-beres gih sana, bawa yang penting-penting aja, habis itu istirahat. Besok kita berangkat jam 4 pagi, lho." Ujar mama seraya membelai lembut rambutku. Aku mengangguk samar.
...****************...
Aku segera merebahkan tubuhku di atas ranjang, sesaat setelah mengemasi keperluan yang akan ku bawa ke Indonesia nanti. Aku kembali mengenang kebersamaanku bersama satu-satunya nenek yang ku miliki di dunia ini. Ya, karena nenek dari pihak ibuku, telah meninggal jauh sebelum aku dilahirkan ke dunia ini. Begitupun kakek dari pihak ibuku, beliau meninggal saat usiaku belum genap satu tahun. Nenek adalah wanita mandiri yang sangat menginspirasiku, untuk menjadi wanita tangguh seperti beliau! Nenek adalah wanita dengan kepribadian yang kuat, namun penuh kasih sayang...
Ditinggal mati oleh suami yang amat dicintainya, ketika papaku masih berusia 10 tahun, dan tante Vera 7 tahun, tidak lantas membuat nenek menjadi wanita yang lemah! Papa dan tante Vera lah, yang menjadi alasan nenek untuk tidak menyerah kepada kehidupan, dan jatuh ke dalam pelukan laki-laki lainnya.
"Kalau tiba-tiba suamimu meninggalkanmu saat anak-anakmu masih kecil, jangan pernah berpikir untuk mencari tulang punggung lain! Karena sesungguhnya, kamulah tulang punggung itu saat itu!"
Aku masih ingat ucapan nenek yang saat itu sedang menasihati anak mbo' Minah, yang baru saja ditinggal mati suaminya.
Nenek sangat menyayangiku... Dan bisa dibilang, aku adalah cucu kesayangan nenek. Aku menghabiskan masa kecilku di rumah nenek, sebelum akhirnya papa di pindah tugaskan ke China, dan mengharuskanku untuk melanjutkan sekolah dasar di China.
Nenek lah yang merawatku saat itu. Beliau tidak membiarkan siapapun, sekalipun itu papa, ataupun mamaku untuk merawatku. Itulah sebabnya, aku mulai dekat dengan mama dan papa saat kami pindah ke China.
Aku masih ingat dengan jelas, betapa nenek menangis histeris, mengantar kepergianku di bandara...
"Jenny, jangan lama-lama perginya ya, sayang..."
Air mataku kembali menetes, tiap kali mengingat momen itu...
Dan dua tahun yang lalu, saat aku kembali ke Indonesia, setelah meraih gelar S1 ku
"Apa masih ada harapan, dok?" Papa bertanya penuh harap kepada dokter yang baru saja memeriksa keadaan nenek
"Komplikasinya sudah cukup parah, pak. Semua tergantung Tuhan, dan semangat dari ibu Lie sendiri." Ujar dokter menjelaskan, dan papa terlihat pasrah.
Nenekku menderita penyakit komplikasi yang cukup berat. Dan di perparah dengan fungsi ginjal yang semakin menurun, karena harus terus menerus meminum obat-obatan.
Sebelum aku kembali ke Amerika saat itu, nenek sempat berpesan kepadaku
"Jenny... Nenek tuh ya, bakalan senaaaaang banget, ngeliat Jenny pake baju pengantin macam barbie yang waktu itu nenek hadiahin ke Jenny." Ujar nenek seraya membelai lembut rambutku. Aku yang saat itu tertidur di pangkuannya, segera bangun dan duduk, kemudian menatap wajahnya heran
"Nenek apaan sih! Jenny baru aja ulang tahun yang ke 23 minggu kemarin! Nggak mau nikah muda, nek..." Rengek ku kepada nenek. Nenek tertawa melihat tingkahku
"Nenek udah pilihin calon untuk Jenny! Mirip oppa Korea yang Jenny suka itu, lho! Yang waktu itu film nya kita tonton." Ucap nenek sambil tersenyum menggodaku, aku langsung memeluk nenek
"Nek, oppa yang itu, nggak mungkin mau sama Jenny..." Kataku masih memeluk nenek, nenek tiba-tiba melepas pelukannya
"Eeehhh! Kata siapa! Cucu nenek kan cantik! Macam bintang Korea!" Nenek tersenyum penuh semangat, dan aku kembali memeluk nenek
"Nenek mau jodohin aku sama Song Joongki?" Candaku kepada nenek
"Kembarannya aja, nggak papa, kan?" Sahut nenek yang saat ini masih berada di pelukanku, aku segera melepas pelukan nenek, dan kami tertawa terbahak-bahak.
"Nenek yakin banget sama oppa yang satu ini." Kata-kata nenek menghilangkan senyum di bibirku
"M-maksud nenek?" Kataku seraya menatap wajah nenek. Nenek menatapku, kemudian memegang pipiku, dan membelainya lembut
"Janji sama nenek, ya... Kamu mau nikah sama oppa pilihan nenek..." Nenek meneteskan air mata, saat mengatakan hal tersebut, dan membuatku mengangguk samar.
Aaahh, pukul berapa sekarang? Aku segera meraih ponsel yang ku letakkan tepat di sampingku.
'18. 03'
Banyak sekali pesan masuk di ponselku, aku bahkan tidak menyadarinya, karena terlarut akan kenangan tentang nenek.
Aku membuka satu per satu pesan masuk di ponselku.
Pesan paling atas, atau bisa dibilang pesan paling akhir, ini adalah dari Mark.
Mark : Jenny, bagaimana keadaanmu? Apa yang terjadi
Aku : Hi, Mark! Aku akan berangkat ke Indonesia, besok. Nenekku sedang kritis. Do'akan semoga semua baik-baik saja, ya... Sampaikan salamku kepada semua
Selanjutnya, sahabatku, Shierly
Shierly : sayangku, apa yang terjadi? Kami akhirnya membatalkan rencana kami, karena kau tidak dapat bergabung! Omong-omong, bagaimana keadaanmu?
Aku : Hi, sayang! Keadaanku sedang tidak terlalu baik. Aku akan berangkat ke Indonesia besok. Nenekku sedang kritis. Do'akan semoga semua baik-baik saja, ya... Mengenai rencana kalian yang berantakan, aku sungguh sangat menyesal. Maafkan aku, ya...
Lalu, dari kekasihku, Mike!
Mike : sayang...
Mike : mengapa tidak menjawab pesanku?
Mike : apa yang terjadi?
Mike : apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu?
Aku : Hey, tampan! Aku sedang tidak baik-baik saja... Nenekku dalam keadaan kritis. Dan besok aku harus berangkat ke Indonesia. Do'akan semoga semua baik-baik saja, ya... Dan maaf telah mengacaukan rencana kalian. Aku menyayangimu
Dan yang terakhir, atau dapat dikatakan, ini adalah pesan paling awal, Rob
Rob : Jenny, aku berharap semua baik-baik saja... Jaga dirimu. Semoga kau selamat sampai tujuan, jangan lupa kabari aku jika kau telah sampai di Indonesia. Aku menyayangimu.
Aku tidak langsung menjawab pesan Rob. Aku tersenyum kecil melihat pesan darinya. Betapa dia sungguh dapat memahamiku. Dan saat aku akan membalas pesan dari Mike, sayup ku dengar percakapan antara mama dan papa
"Mommy sempat pesan ke papa masalah perjodohan Jen sama anak Ji Hyo." Suara papa terdengar frustrasi
"Tapi kan, Jen masih muda, pa... Jen belum tuntasin kuliahnya, kan mommy sendiri yang minta Jen lanjutin kuliahnya." Mama terdengar protes
"Itu dia yang bikin papa bingung! Mommy minta Jen nikah secepatnya sama Young Joon!"
Aku terbelalak mendengar kata-kata papa tadi. Hingga tanpa sengaja, aku menjatuhkan ponselku tepat di atas wajahku
"Aaawwww!" Aku meringis kesakitan.
Apakah aku tidak salah dengar, tadi? Pernikahan? Aku? Young Joon? Nama itu tidak asing bagiku. Mendengar namanya saja, membuat jantungku berdegup kencang... Young Joon... Park Young Joon... Dia...
Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, mama! Yeah! Mama tidak pernah mengetuk pintu terlebih dahulu setiap kali masuk ke kamarku.
"Jen, makan dulu, yuk!" Ucap mama, masih memegang kenop pintu.
"Iya..." Sahutku, kemudian segera bangun dari ranjangku.
...****************...
Makan malam ini, terasa berbeda dengan makan malam biasanya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Ada banyak pertanyaan dalam benakku mengenai percakapan antara mama dan papa, mengenai pernikahan.
Papa membuka percakapan.
"Jen, ada yang mau papa sampaikan sama Jenny." Papa menatap wajahku serius, dan itu cukup membuyarkan lamunanku.
"Eh?" Aku sedikit kikuk, menatap papa.
"Jen, tentang nenek..." Papa agak ragu melanjutkan kata-katanya, kemudian mama menggenggam tangan papa. "Jen, sebelum nenek kritis, nenek ada titip pesan ke papa." Wajah papa teduh, namun tegas. Mama kini menggenggam tanganku. Aku menatap tangan mama yang kini menggenggam tanganku.
"E-emangnya nenek titip pesan apa, pa?" Tanyaku sedikit terbata-bata. Papa menarik nafas panjang, sebelum menjawab pertanyaanku.
"Nenek mau, kamu menikah secepatnya." Tubuhku melemas seketika, mendengar secara langsung kata-kata yang sebelumnya hanya ku dengar samar di dalam kamar tadi. Mama kini mengusap bahuku. Mama menyadari, aku belum bisa mencerna kata-kata papa tadi. Dan aku? Entahlah, apa yang saat ini aku rasakan. Aku hanya melanjutkan makan malamku, yang kini rasanya entah bagaimana.
"Sepertinya, kepulangan kita ke Indonesia besok, juga untuk pernikahan kamu, nak!"
"Uhuk...!!! Uhuuukkk!!! Uuuhhuuukkk.. Uhuuukkk!!"!Ucapan papa kali ini, benar-benar mengejutkanku, hingga membuatku terbatuk, ketika meneguk air. Mama dengan sigap menuangkan kembali air putih ke dalam gelasku, dan memberikan gelas itu kepadaku, sambil menepuk-nepuk pelan punggungku.
"Pa, kita kan bisa omongin ini nanti, lihat tuh, Jen..."
"Young Joon sudah berangkat ke Indonesia, dan kemungkinan, besok orang tuanya juga akan nyusul Young Joon!" Papa menyela ucapan mama dengan tegas. Aku menatap wajah papa dengan mata yang berkaca-kaca.
"Pa..." Ucapku lirih
"Jen, kalau Jenny nggak mau nikah sama Young Joon, papa bisa omongin ini baik-baik sama nenek." Suara papa sedikit bergetar. Papa menggenggam erat tanganku, begitupun mama. Mereka berdua kini menatapku dengan tatapan iba. Pikiranku berkecamuk sekarang.
Entahlah... Aku tidak ingin memberontak. Tidak sama sekali! Hatiku sama sekali tidak bergairah untuk berkata tidak! Ini berbeda dengan saat papa yang menginginkanku untuk melanjutkan kuliah di Sidney bersama Clara! Hatiku begejolak untuk menolak itu! Hingga akhirnya aku dapat berkata 'tidak!' pada saat itu. Namun kini... Hatiku tidak melakukan hal itu lagi... Ini hanya terasa sedikit nyeri, entah nyeri karena apa, yang jelas...
"Jen, kamu nggak harus... "
"Ok..." Itu keluar begitu saja dari mulutku
"M-maksud kamu... "
"Kalaupun kepulangan kita kali ini untuk pernikahan aku, it's ok." Ucapku mantap. Mama membekap mulut dengan tangannya, karena tak percaya atas apa yang baru saja aku katakan. Begitupun papa. Papa membisu, tampak seperti kehabisan kata-kata.
"A-aku udah selesai. Aku masuk dulu, ya... Besok kan kita berangkat pagi-pagi." Ucapku kemudian berlalu, meninggalkan kedua orang tuaku, yang masih tidak percaya, atas apa yang telah aku ucapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Anna Aqila 🏚️ 🌺
Jeny gadis yg tegar kayak nya
2021-06-30
1
ALIN SABRINA
semangat kakak
2021-02-25
1