(4) PARA PAHLAWAN BUMI

~Ann

Mereka telah membulatkan tekad. Mereka akan memperjuangkan kembali warna hijau agar tetap menjadi dominan di hutan. Mereka akan menjadi pahlawan bagi makhluk hidup di sekitarnya, meski hanya satu atau dua makhluk saja. Mereka akan menyadarkan diri mereka sendiri dan bergerak atas keinginan mereka sendiri.

Merekalah pahlawan cilik penyelamat bumi. Meski nampak bagai butiran pasir di antara pasir lainnya, mereka sebenarnya perak. Tugasku adalah menyadarkan perak-perak itu akan kesejatian dirinya dan memperlihatkan kilau mereka.

Melihat semangat mereka mengikutiku menanam pohon di hutan begitu menyenangkan. Mengajak mereka melakukan kebaikan adalah kegiatan penuh pahala. Dengan begitu, hutang yang kubawa sejak lahir—salah satu dari Tri Rna*—terhadap para makhluk di tingkatan rendah setidaknya terbayarkan meski sedikit.

Pagi mendukung kami. Mentari pun tersenyum. Burung-burung berkicau tiada lelahnya. Merdu. Pepohonan rindang menyambut saudara baru mereka yang tengah kami bawa dalam polybag. Keluguan, kesederhanaan, dan keceriaan para bocah mewarnai suasana. Hari ini sungguh terasa luar biasa.

Tiba di suatu titik di mana terlihat sedikit pohon, kami berhenti. Mereka memperhatikanku yang memberi contoh penanaman pohon. Dengan cangkul kecil yang ku bawa beserta sekop, kulubangi sebuah daerah. Setelah kurasa cukup dalam, lubang itu kutanami sebuah tumbuhan durian kecil. Semua tunas-tunas itu aku biakkan sendiri dari tanaman induk yang kumiliki di kebun. Selesai menanam yang pertama, mereka menyusul menggali tanah dan menanam pohon mereka sendiri.

Sekiranya kami telah menanam dua puluh tanaman baru di lahan ini. Pohon durian dan rambutan kecil telah berdiri tegak untuk memulai kehidupan mereka di hutan bersama para tumbuhan senior lainnya. Kelak, mereka akan menjadi penyedia alat pemuas kebutuhan para makhluk yang hidup berdampingan dan yang bergantung pada mereka.

Kegiatan reboisasi usai. Tiba-tiba, kami dikejutkan dengan beberapa orang yang membawa peralatan untuk menebang kayu. Dari kapak, pisau besar, gergaji, dan mesin penebang. Anak-anak nampak terkejut dan waspada. Mereka berjejer di hadapan orang-orang tersebut dengan tatapan garang, seakan memblokir dan hendak mengusir mereka untuk menebang pohon-pohon yang baru mereka tanam. Aku berdiri di muka dan berusaha mencairkan suasana yang mulai membingungkan para pendatang.

“Maaf, bapak-bapak sedang apa di sini?” tanyaku. Seorang pemuda yang sepertinya sebaya denganku maju dan menjawab.

“Kami mau mengambil beberapa kayu,” jawabnya langsung.

“Kalian pasti mau menebang banyak pohon dan merusak hutan!” seru seorang bocah. Adik-adik asuhku yang berani, mereka saling susul-menyusul menentang keberadaan para penebang tersebut. Pemuda itu malah menggelengkan kepala dan tertawa lepas.

“Kami tidak jahat. Kami melakukan tebang pilih dan tebang tanam. Kami bukan para penebang yang sengaja mengambil kayu sesuka hati. Kami memilih pohon yang sudah kurang produktif. Setelah menebang sebuah pohon, kami akan menanam tiga pohon baru. Kami juga sangat peduli akan kelangsungan hutan.” Pemuda itu menjelaskan dengan tatapan teguh dan berani. Anak-anak nampak memperhatikan dengan seksama.

“Maafkan kami karena mengira kalian jahat,” ucap para bocah serempak. Semua orang dewasa di sana pun tertawa karena keluguan mereka. Aku hanya tersenyum malu.

“Oh ya, siapa yang mengajak kalian menanam pohon di sini? Wanita ini?” tanya sang pemuda sambil melirik padaku. Anak-anak mengangguk membenarkan.

“Ibu guru kalian ini sangat baik dan peduli lingkungan, ya? Kalian ikutilah jejaknya dan jadilah penyelamat bumi!” pemuda itu menceramahi mereka dan berhasil menarik simpatisme para bocah. Pemuda itu kemudian menghampiriku.

“Aku merasa sangat heran, ada perempuan yang mau berkotor-kotor dengan tanah untuk menanam pohon daripada duduk di balik meja rias dan omong kosong tanpa aksi melulu.” Pujiannya membuatku sedikit tersanjung. Sedikit lebihnya, aku memang bukan perempuan yang mementingkan penampilan.

Ia menyodorkan tangan kanannya hendak menyalami. Aku menyambutnya.

“Aku Arjuna Udayana, adiknya kepala desa di sini.” Aku pernah mendengar namanya, ternyata adik orang penting.

“Saya Ann Azalea. Saya sedang mengajak adik-adik ini menanam pohon supaya mereka sadar akan lingkungan.”

“Jangan kaku, santai saja!” serunya menyadari bahasaku yang baku.

Matanya berbinar dan memindai para bocah satu per satu dengan tatap bangga.

“Bagus! Aku sering bercerita pada kakakku selaku kepala desa dinas mengenai hutan ini. Sayangnya, ia terlalu disibukkan dengan pekerjaan administrasi dan kepentingan desa yang lain. Meski ia ikut peduli, hanya kesibukan masalahnya ….

Aku di sini hendak mencari kayu untuk pesanan ukiran dan topeng. Aku sering kemari dan bertemu beberapa orang penebang juga. Namun sayang, mereka tidak mengganti apa yang mereka ambil dari hutan. Niatnya aku membuat mereka jengah akan tindakannya, tapi entah reaksi mereka.” Dari sekian ceritanya, aku hanya manggut-manggut sok mengerti.

“Ann, bagaimana kalau kita sama-sama melakukan sesuatu biar mereka sadar? Ya … apa saja yang penting mereka bisa sadar akan alam. Setuju?” ajaknya mendadak. Aku tak perlu memikirkan apa-apa lagi karena tindakannya juga sudah benar.

“Saya senang mendengarnya. Saya rasa itu ide yang bagus dan saya setuju.”

“Baiklah, bagus kalau begitu. Lain kali kita bicarakan lagi. Kami akan berangkat cari kayu dulu.”

“Oh ya, silahkan.”

Mereka kemudian berpamitan dengan kami. Para bocah melambai mengantarkan kepergian para penebang yang masuk ke dalam hutan. Anak-anak berdecak kagum ketika melihat punggung para penebang. Mereka menggendong sebuah keranjang yang di dalamnya terdapat beberapa pohon kecil.

“Ayo pulang,” ajakku.

Kami kemudian keluar hutan. Di pinggir jalan, kami saling berpisah dan menuju rumah masing-masing.

Meski pun aku tahu, beberapa dari mereka sudah tidak memiliki tempat yang pantas disebut ‘rumah’. Beberapa kali kutawarkan mereka agar tinggal di rumahku. Mereka menolak. Lebih baik katanya hidup di tempat lain tanpa perlu menyusahkan orang lain. Mendengarnya aku pun terharu.

Tentang pria muda bernama Arjuna dan keinginannya untuk melakukan tindakan cinta alam, aku akan memikirkannya lagi. Ketika aku baru saja memijakkan kaki di pekarangan rumah, tatap aneh dari makhluk halus bergelar Nomad mengintaiku. Tatap elang penuh rasa curiga itu tak lepas dari segala gerak-gerikku. Benar juga, ia sepertinya pulang ke rumah lebih cepat. Padahal sebelumnya ia ikut kami ke hutan dan tak terlihat lagi setelahnya. Di rumah rupanya.

Aku bersikap cuek dan menganggapnya bagai angin lalu. Palingan setelah ini ia akan menjahiliku seperti biasa. Setelah berbagai kegiatan rumah kulakukan, tak ada waktu di mana ia beraksi seyogyanya. Ia nampak merenung di teras.

“Kamu lebih lucu hari ini,” candaku sambil memasang muka mengejek. Matanya mendelik tajam.

“Aku memang lucu nan tampan, kamu saja yang tidak peka!” jawabnya ketus dan mengalihkan pandangan ke arah jalanan.

“Ada apa? Aku berbuat salah?” tanyaku iseng.

“Ya! Kamu salah! Pokoknya, kamu salah dan tidak akan ada yang mau memaafkanmu! Tidak akan pernah!” serunya membentakiku. Aku dibuat geli dengan ekspresi marahnya. Mukanya memerah. Dasar monyet.

“Apa salahku menanam pohon bersama para bocah?” aku terus memancing emosinya. Ditambah aksen ‘pura-pura bodoh’ dengan gerakan mengedikkan bahu.

“Tidak, bukan begitu! Renungkan dulu kesalahan yang sudah kamu buat dan bertobatlah!” aku terkikik geli melihatnya memaki dengan wajah imutnya.

“Tobat untuk apa? Kamu bercanda, ya? Kamu mau menipuku? Katakan saja apa yang kamu inginkan, jangan sembunyi-sembunyi. Malah main kucing-kucingan kamu ….”

“Ann! Aku ingin …,” aku hapal nada bicara Nomad seperti ini ketika ia meminta hal yang biasa ia minta dengan mendesak dan aku selalu menolaknya. Seketika aku menggeleng.

“Kamu adalah temanku dan tidak akan bisa begitu, Nomad. Sadarlah, ada banyak perbedaan dari kita dan seharusnya yang merenung itu kamu.”

Ia menarik lenganku dan mencubit pipiku. “Ann bodoh!”

“Ya … coba beri tahu aku apa saja kebodohan yang kulakukan, aku ini bodoh dan kemudian ajari aku.”

“Kamu tidak mengerti maksudku dan kamu menolaknya mentah-mentah, seakan hal itu tidak bisa kau masak hingga matang dalam benakmu. Aku menganggapmu utama. Aku selalu pulang padamu. Kamu lihat, aku tidak bisa pergi dari sini sebelum kamu menjawabku dengan satu jawaban, yaitu setuju— “

Kutarik lengannya dan mendekapnya. Ia membisu dan tak bergerak sama sekali. Aku mendekatkan bibirku ke telinganya.

“Karena aku tidak mau kehilangan monyet dan tengik kutu loncat bau kentut milikku, makanya aku tidak pernah mau menjawabnya. Aku tidak ingin sahabat baikku ini pergi, karena aku masih memerlukan bantuan dan ceramahan tak berfaedah darimu. Aku mengerti itu lebih darimu, Nomad. Aku mau masak dulu, biar matang.”

Aku melepas pelukanku. Ia bergeming di tempatnya berdiri. Setelah ini pasti berjalan seperti biasa. Ia tak akan mampu membisu sampai dua jam. Anggap saja berlalu dan tak perlu dibahas lagi.

Berapa kali pun ia menyatakannya, jawabanku akan tetap sama sampai aku rela melepaskannya. Karena, jauh di dalam hati kecil mungilku, aku tak bisa berpaling darinya.

~Nomad

Ann bodoh. Aku tak peduli sejak ia di bangku taman kanak-kanak sudah cerdas atau bagaimana, intinya ia tetap bodoh. Dia tak sadar, peka pun tidak. Ia hanya ingin menyerahkan dirinya untuk kegiatan sosial lingkungan itu. Tidak padaku. Padahal, aku sangat ingin menjadikannya satu-satunya kepunyaanku.

Namun, akhir-akhir ini aku sering berpikir kalau yang kulakukan itu egois dan pastinya dianggap candaan oleh Ann. Namun, entah mengapa aku merasakan hanya cahaya yang memancar darinyalah yang membangunkan kesadaranku dan serasa mengembalikan diriku yang lama kucari—yang sudah lama hilang entah sejak kapan.

Mungkin terasa bodoh, namun aku yakin diriku yang lain berada dalam sukma Ann. Ia menyembunyikannya dan menutupinya. Aku akan terus memarahinya lagi dan lagi hingga ia menyadari hal itu.

Aku sedang merasakan sesuatu, yang mungkin itulah yang biasa terjadi pada para pecinta. Cemburu. Aku tidak bisa membaca dan aku tidak pernah tahu ada istilah demikian. Menurut definisi mereka tentang cemburu, merupakan perasaan di mana ada perasaan tidak senang ketika pasangannya bersama dengan orang lain.

Pemuda yang kulihat mengobrol dengan Ann tadi pagi seakan hendak menendangku jauh-jauh. Kelak akan kubalas dengan mengunyahnya sampai luluh lantak. Aku tidak menyukainya ketika bicara dengan Ann. Ia adalah pria manusia pertama yang aku tahu telah berani berbicara dengan Ann selain Ayah Ann dan aku. Aku tidak ingin Ann jatuh ke tangannya. Tidak akan!

Meski perasaanku padanya sudah meluap-luap dan tak mampu kubendung, aku tak berdaya menjadikannya seutuhnya milikku. Aku terlalu lelah untuk mencari lagi, buatlah aku yakin kalau Ann-lah yang kucari selama ini. Berabad-abad rasanya aku tak bisa pergi dari dunia fana ini. Ke mana seharusnya aku pergi? Siapa yang sebenarnya kurindukan setiap aku menatap jauh ke langit biru? Siapa yang berdiri di sebelahku dalam potongan ingatan yang manis itu? Wajah siapa yang selalu muncul dalam benakku setiap senja membelengguku dengan lembayungnya yang menawan?

Yakinkan aku kalau itu Ann. Aku sudah lelah mencari. Meski, aku juga ragu, jangan-jangan Ann bukanlah jawabannya. Kalau begitu, aku akan terus mengembara untuk mencarinya.

Setiap kali aku mencari, setiap kali kuputuskan berpindah tempat, selalu pada gadis inilah aku kembali.

Walau aku tak begitu yakin dengan keberadaan- ‘nya’, aku tetap berdoa pada Tuhan, bahwasannya aku ingin diberi petunjuk, siapakah yang tengah membingungkanku selama ratusan tahun ini.

*Tri Rna\= tiga utang yang dibawa sejak lahir dalam kepercayaan Hindu.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Miels Ku

Miels Ku

yuraaa
miels mampir

2020-07-02

1

Deti Anggraini

Deti Anggraini

Hai Thor aku mampir. Keren ceritamu, sudah aku rate 5 bintang, boomlike, dan sudah aku favoritkan juga.

Aku ngejejak di sini dulu ya Thor, lain kali lanjut mampir lagi😊

2020-04-28

1

Niskala Karsa

Niskala Karsa

Waah semangat ya nulisnyaa, sebagai dukungan saya udah mampir kok :)

2020-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!