“Aku tidak ingin membuka mulut lebih lebar, sebab dia adalah bangsawan yang harus aku hormati. Tetapi dia juga harus tahu bahwa aku, bukan patung yang tidak bisa berbicara panjang lebar.” ~Luana Casavia.
.
.
.
Atmosfer ini terasa aneh.
Rey sudah kembali mengenakan kacamata branded miliknya, tepat setelah kalimat ketus yang terlontar dari bibir tebalnya beberapa detik lalu. Dari sudut matanya lelaki itu memperhatikan Luana lekat-lekat, bersembunyi di balik cermin kaca.
Luana menarik napas. Mengayunkan langkah perlahan-lahan untuk mencapai kursi kosong yang berada tepat di sebelah Rey, perempuan itu sungguh tidak punya pilihan lain. Mengempaskan dirinya untuk duduk di sana, Luana mengembuskan napas dengan berat.
Ke mana kami akan pergi?
Dia ingin sekali bertanya, tetapi melirik pada Rey yang sudah memalingkan wajah ke arah berlawanan menciutkan niat Luana.
Rey benar-benar tidak menyembunyikan perasaannya, yaitu perasaan benci terhadap perempuan yang kini sudah menjadi istrinya.
Luana tidak bisa menahan diri untuk tidak meremas jemarinya di atas pangkuan. Mare tidak lagi menampakkan diri, begitu juga dengan Jovi yang seharusnya berada di sebelah Rey seperti sebelumnya.
Luana tidak tahu apakah Mare ikut naik ke dalam pesawat ini atau tidak, dan lagi-lagi dia tidak punya keberanian untuk bertanya.
Suara pilot terdengar nyaring melalui pengeras suara, yang mengatakan bahwa pesawat itu siap untuk lepas landas dalam dua menit ke depan.
Jantung Luana semakin berpacu kencang, dengan berbagai macam spekulasi yang berterbangan di kepala. Wajah Madam Collins dan Beatric bergantian muncul di pelupuk matanya, dan gadis muda itu semakin takut untuk menghadapi takdirnya di depan sana.
Dalam hati ia berdoa berulang kali, agar setidaknya Rey memiliki belas kasihan untuk tidak mengasingkannya di hari
pertama ia menjadi seorang istri.
Kumohon, setidaknya jangan tinggalkan aku di tempat yang lain.
***
Pesawat itu tidak lama membelah udara. Luana hampir tertidur setelah melirik berulang kali pada Rey yang memang tidak menganggap ia ada di sana, namun tidak jadi karena suara sang pilot kembali terdengar.
Kali ini Luana mendapat informasi bahwa mereka akan mendarat dalam waktu sepuluh menit lagi, dan perempuan itu buru-buru memeriksa jam tangan murahan yang terpasang di pergelangan tangan kanannya.
Dengan manik melebar ia menghitung waktu, yang ternyata baru tiga puluh menit berlalu. Tetapi rasanya lama sekali, sebab baik ia ataupun Rey sama sekali tidak bersuara sejak tadi.
Luana kembali melirik ke samping. Rey masih mempertahankan kepalanya tertoleh ke arah lain, mungkin memang sengaja tidak ingin melihat Luana meski jarak mereka cukup dekat.
Luana sempat ingin berhenti bernapas selama perjalanan itu berlangsung, karena setiap ia menarik oksigen maka parfum maskulin milik Rey juga ikut menelusup masuk ke celah lubang hidungnya. Membuat Luana bergidik diam-diam, tetapi dalam hati memuji betapa selera Rey memang sesuatu yang lain.
Bahkan parfumnya hampir memabukkan, dan Luana menyukai itu.
Suara sang pilot terdengar sekali lagi, diikuti Rey yang kini bergerak pelan untuk membetulkan posisi duduknya. Luana memperhatikan dalam diam, dan tersentak kecil saat Rey melirik tajam ke arahnya.
“Tegakkan dudukmu,” ujar Rey datar.
Luana mengangguk samar. Menggigit bibir bawahnya, ia bersuara pelan kemudian.
“Apakah kita sudah sampai?”
Rey mendelik. Melepaskan kacamatanya dan menyimpan benda itu di saku kemeja, Rey terdengar menghela napas.
“Kau tidak dengar apa yang pilot katakan? Apa kau budek? Atau apakah kau tidak mengerti Hochdeutsch?” (Hochdeutsch adalah bahasa Jerman baku).
Itu adalah sebuah cibiran, dan entah mengapa Luana tidak menyukai itu. Rasanya ia tidak melakukan kesalahan apa pun, dan sikap Rey rasanya sudah keterlaluan.
“Tentu saja dengar,” sahut Luana menaikkan volume suara. “Aku mengerti bahasa Jerman dengan baik, mana tahu kau penasaran. Entah itu Hochdeutsch atau Standardeutsch, aku paham semuanya. Aku hanya memastikan, karena sejak tadi kau diam seperti patung. Kita ini ke mana? Tidak ada yang menjawab pertanyaanku dan sepertinya kau benar-benar tidak menganggap aku ada!”
Entah apa yang merasuki Luana. Jika dilihat dari silsilah keluarga, seharusnya perempuan itu segera berlutut pada Rey sekarang. Untuk memohon ampun atas kelancangannya, karena telah menaikkan nada suara di depan seorang pria bangsawan yang amat terpandang.
Tetapi yang Luana rasakan tidak demikian, karena kini perasaan lega malah memenuhi hatinya. Dia tidak ingin Rey melihatnya sebagai seseorang yang tidak memiliki nyawa, dia tidak ingin Rey yang sombong ini melihatnya sebelah mata. Dia ingin membuktikan bahwa dia juga bisa nyinyir, dia juga bisa mengeluarkan suara tinggi.
Rey menggeram dengan rahang mengeras. Tidak pernah ada wanita bangsawan yang pernah membentaknya sebelum ini, terlebih kini ia diberi bentakan oleh seorang gadis yang masih teramat muda. Jiwa kelelakian Rey memberontak, dengan harga diri yang tercoreng habis sekarang.
Sialan perempuan satu ini!
“Kau!”geram Rey tertahan.
Luana sempat tersentak kecil, tanpa sadar memundurkan tubuh beberapa senti ke belakang. Bola matanya membesar saat mendapati Rey menatapnya dengan tatapan tajam, dan lelaki itu tampaknya benar-benar marah.
“Beraninya kau—“
“Aku ini juga bisa berbicara,” potong Luana cepat. Tidak memberikan ruang pada Rey untuk melanjutkan kalimatnya yang tertunda, perempuan itu sudah menyerobot lebih dulu.
“Dengar, Tuan Rey. Bukan keinginanku berada di sini, biar kau juga tahu,” lanjut Luana lagi. Rey sudah kepalang marah, jadi biar marah besar saja sekalian. “Aku berusaha menyelamatkan nama baik dua keluarga—termasuk keluargamu, dan kau malah membentakku berulang kali sejak tadi. Memangnya aku ini salah apa? Aku juga tidak ingin berada di sini! Aku juga lebih memilih untuk pulang jika aku punya pilihan itu!”
Bola mata Rey melebar sempurna. Jemarinya tanpa sadar terkepal dengan erat, membuat buku-buku tangannya memutih tanpa sadar. Suara perempuan muda ini sangat mengganggu di telinga, tetapi Rey tidak bisa menyangkal karena apa yang dituturkan Nyonya Lueic palsu ini memang benar.
Karena kau palsu.
Karena bukan kau seharusnya yang menyandang gelar sebagai Nyonya Lueic.
Karena seharusnya...
Seorang pramugari datang dengan senyuman merekah, memberi gestur tubuh hormat pada Rey dan Luana yang masih saling tatap dengan kebencian satu sama lain.
Syukurnya pramugari itu datang di saat yang tepat, sebab kini ia membantu mengurai atmosfer permusuhan yang menggelegak di antara dua penumpang.
“Bersiaplah untuk pendaratan, Tuan dan Nyonya. Saya akan membuka jendela sekarang.” Suara sang pramugari memenuhi ruangan, diikuti dengan deheman Rey yang kini memilih untuk membenarkan kembali posisi duduknya.
Luana juga memilih untuk mengalihkan pandangan, memberi perhatian pada jendela pesawat yang mulai dibuka oleh si pramugari tadi.
Perlahan-lahan manik indah Luana mendapati pemandangan yang tampak tidak asing, terlebih saat sebuah jembatan di bawah sana terlihat menyambutnya pulang.
“Kita ke Heidelberg?!” Tanpa sadar Luana membalikkan tubuh untuk menatap pada Rey, menyisakan jarak yang tidak banyak di antara keduanya.
Rey mematung. Sedikit terkejut akan pergerakan tiba-tiba dari si pengantin palsunya, saat ia menahan napas tanpa sadar untuk beberapa detik. Wajah Luana tampak dekat sekali, dan Rey dapat melihat bagaimana struktur wajah perempuan itu dipahat dengan sempurna.
“I-iya,” jawab Rey sedikit terbata.
Sial, apa yang terjadi denganku?!
Luana melebarkan senyuman, tidak menyadari bola matanya yang kini memancarkan binar bahagia. Mengalihkan pandangan ke luar, perempuan itu tidak berhenti tersenyum.
“Kau tahu tempat ini?” tanya Rey penasaran. Mengapa tampaknya Luana begitu senang?
Luana mengangguk, mengalihkan sekali lagi pandangan untuk menjawab pertanyaan Rey.
“Tentu saja,” katanya ceria. “Karena di Heidelberg inilah aku lahir dan dibesarkan.”
Rey menautkan kedua alisnya, berpikir cepat. Dia memang tidak meminta atau menyelidiki latar belakang perempuan ini sebelumnya, dan kini fakta tentang Luana mulai terkuak perlahan-lahan.
Rey masih memandangi Luana, tepat saat suara sang pilot kembali terdengar memenuhi seluruh penjuru kabin.
“Tuan dan Nyonya Luiec, selamat datang di kota yang penuh keromantisan ini, Heidelberg.”
.
.
.
~Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Wati Astuti
ku baca ulang ya thorr kangen sm Rey Luana.. Rey yg lama2 bucin tingkat dewa
2023-12-16
0
Nay Nu
kirain gadisnya mlempem gampang di tindas,trnyta keren.lanjut...
2022-07-03
0
Kenny sihyanti
Bule nya bule jowo sajak e Ki ya Thor ?
kok ngerti bahasa budeg barang 😂😂😂
2022-06-14
0