Chapter 4 - Di Pesawat

“Mendapatinya berada di sekitarku terlalu memuakkan. Rasanya napas ini tercekat, dan aku berharap dia hanya akan menjadi patung saja.” ~Rey Lueic.

.

.

.

“Mari ikut saya, Nyonya.”

Luana tersentak. Kepalanya masih terangkat ke atas, memandangi taman yang berada di sisi kiri dari tempatnya berdiri sekarang. Perempuan itu masih melongo, bertumpu pada kedua kakinya yang mulai kebas.

Rey sudah masuk lebih dulu ke dalam mansion mewah itu, dan Luana sama sekali tidak tahu harus melakukan apa.

Tepat saat ia melangkah dari mobil yang membawanya ke rumah megah ini, mobil itu langsung melaju begitu saja. Meninggalkan Luana yang masih termenung, seperti orang bodoh sebab dia tidak sama sekali mengenal siapa-siapa di sana.

Dan suara baru saja dengan embel-embel nyonya di belakang, membuat Luana menoleh seketika. Mendapati seorang perempuan berseragam dengan kepala yang setengah tertunduk berada tepat di depannya, Luana mengerjapkan mata.

Menerka dalam hati apakah pendengarannya salah kali ini, tetapi tampaknya si perempuan berseragam memang berbicara dengannya.

Nyonya? Perempuan ini baru saja memanggil nyonya, dan apakah itu untukku?

“Nyonya, saya adalah Mare, pelayan pribadi Anda.”

Perempuan itu kembali bersuara, yang semakin meyakinkan Luana bahwa ia sedang berada di frekuensi yang sama. Menelan ludah dengan susah payah, Luana berusaha membalas sapaan sopan sang pelayan.

Kali ini perempuan yang mengaku bernama Mare itu menaikkan kepala perlahan-lahan, yang membawanya bersitatap dengan Nyonya Luiec kemudian.

Luana memperhatikan Mare lekat-lekat, menebak perempuan itu mungkin berusia lebih tua darinya. Dari garis wajahnya, Mare tampak begitu ramah dan sepertinya ia bisa diandalkan.

“Eh, itu, uhm...—“

“Mari ikut saya, Nyonya. Saya akan membawa Anda ke kamar, karena Anda harus segera bersiap,” potong Mare cepat.

Luana menyatukan kedua alisnya, masih berupaya keras untuk memahami keadaan apa yang terjadi di depan matanya kini. Mare menggeser tubuh, memberikan gestur pada Luana agar perempuan muda itu mengikuti derap langkahnya.

“T-tunggu!” cicit Luana cepat.

Mare berhenti, kembali memandang pada nyonya besar mereka yang tampak kelewat bingung. Bukankah seharusnya perempuan di depannya ini tahu bagaimana dia harus bersikap sebagai istri seorang bangsawan terhormat?

“Ya, Nyonya?”

Luana menarik napas. Sinar matahari yang menerpa tubuhnya menimbulkan sensasi panas yang menjalar, dan itu mulai membuatnya pusing untuk beberapa alasan.

“Apa aku akan pergi? Ke mana?” todong Luana cepat.

Banyak sekali pertanyaan yang singgah di benak perempuan itu, dan satu-satunya orang yang bisa ia tanyai mungkin saja wanita ini—Mare sang pelayan. Setidaknya Luana berpikir Mare mungkin ditugaskan untuk melayaninya, dan dia bisa bertanya dengan leluasa.

Mare mengangguk.

“Benar, Nyonya,” jawab wanita itu.

Luana kembali mengernyitkan dahi. “Tetapi ke mana?” tanyanya tidak sabar.

Dia baru saja sampai di mansion mewah itu, dan segala rangkaian peristiwa sejak pagi ini sudah menguras habis tenaganya. Potongan demi potongan adegan kembali membayangi, seiring dengan tarikan napas Luana yang terasa begitu berat. Kini dia mendengar dia harus pergi lagi? Yang benar saja!

Tiba-tiba Luana bergidik ngeri, membayangkan kemungkinan akan kemungkinan yang mungkin terjadi pada dirinya.

Apakah Rey berusaha mengasingkan aku? Apakah aku akan dibuang?

“Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Mare pelan. Menyunggingkan seulas senyuman, Mare mendapati Luana yang mendesah kini. “Tetapi yang saya tahu Anda akan pergi bersama Tuan, untuk berbulan madu.”

***

Rey memandangi ke arah bawah sana dengan manik setajam mata pisau.

Memperhatikan adegan yang tersaji melalui jendela lebarnya yang bening, mendapati bagaimana perempuan itu—Luana Casavia, tampak begitu kagok. Ekspresi wajahnya penuh khawatir dan ketakutan, dan entah mengapa itu membuat Rey sedikit berbahagia di hari sialnya ini.

Berdiri tepat di depan jendela, lelaki bangsawan itu melepaskan dasinya yang sudah tidak lagi rapi. Jasnya bahkan sudah terlempar ke atas sofa, dan kemeja ini terasa menyesakkan sekarang.

Siluet tubuh Luana dan Mare bergerak perlahan, yang Rey yakini sedang mengarah untuk masuk ke dalam mansion megahnya.

Selamat datang di neraka, gadis palsu.

Berbalik badan, bola mata Rey tanpa sengaja melihat ke arah meja kerjanya yang berada tidak jauh dari sana. Ada sesuatu yang membuat dada lelaki itu sesak, yaitu sebuah foto yang hampir selalu dipandanginya saat ia bekerja selama ini.

Menggeram, Rey meraup paksa pigura itu dan menatapnya lekat-lekat. Potret seorang perempuan yang berada di pelukannya terlihat jelas sekali, dengan senyum merekah yang tersemat di bibir mereka.

Rey Luiec dan Beatric Collins.

Seharusnya dua nama itu yang tertulis di kartu keluarga mereka, tetapi kini hanya angan-angan sebab lagi-lagi Rey tidak pernah menyangka Beatric akan membuangnya seperti sampah.

Mengabaikan teleponnya, memutus semua jalur komunikasi bahkan hingga tidak terlacak, Beatric benar-benar berniat untuk pergi.

Rey mendesah, bernapas dengan dada yang terasa sakit.

Aku berjanji kau akan menyesal, Sayang. Karena sudah membuangku, dan menghancurkan impian-impianku.

Melemparkan pigura itu ke lantai marmer, Rey bergeming ketika kaca pigura itu pecah berkeping-keping kemudian.

Serpihannya berserakan, meski senyuman keduanya masih tampak jelas sekali. Menginjak pigura itu dengan sepatu mahalnya, Rey Luiec mengayun langkah untuk menuju ruangan yang lain.

Setidaknya dia harus bersiap, untuk perjalanan bulan madu yang seharusnya ia lewati bersama sang kekasih.

Perjalanan yang mungkin saja akan jadi neraka, untuk seseorang selain dirinya.

***

Langkah kaki Luana mengayun dengan gerakan sedang.

Masih terheran-heran akan kecanggihan rumah yang kini ia masuki, perempuan itu berulang kali berdecak kagum. Rumah Madam Collins yang selama ini menjadi tempatnya bernaung tidak secanggih dan sebagus ini, meski dapat dikatakan keluarga Collins adalah salah satu keluarga terpandang di kota mereka.

Dan Luana, benar-benar tersihir oleh setiap hal yang ada di dalam kediaman seorang Rey Lueic. Lelaki itu memang bukan kaleng-kaleng.

Mare menarik resleting koper milik Luana yang sudah dipersiapkannya sebelum ini, menyeimbangi langkah kaki majikannya itu dengan koper yang digeretnya di samping kanan.

Luana sudah berganti pakaian, melepaskan gaun yang dikenakannya untuk upacara pernikahan pagi tadi dan kini memakai dress lengan pendek sebatas lutut yang membalut tubuhnya.

“Mari, Nyonya.”

Mare berulang kali memberikan instruksi dengan nada sopan sekali, berusaha sebaik mungkin untuk melayani sang majikan baru yang tampak kelewat polos.

Luana kembali mengernyitkan dahi, tetapi kali ini ditambah dengan manik yang membesar sempurna.

Apa yang berada di depannya ini sungguh luar biasa.

Sebuah jet pribadi tampak terparkir indah di landasan pribadi milik Rey Luiec, yang berada tepat di lantai paling atas mansion megahnya. Hampir terjatuh Luana ketika menyadari seberapa Rey mungkin berpengaruh di kota ini, dengan segala fasilitas yang tidak pernah Luana pikirkan sebelumnya.

Langkahnya terbata-bata saat menaiki satu per satu tangga untuk masuk ke dalam armada gagah itu, mendapati Rey sudah duduk di sebuah kursi dengan sabuk pengaman yang telah terpasang.

Satu kacamata bertengger di atas hidung tinggi sang bangsawan, dan Luana refleks menelan ludah dengan susah payah. Hanya tersisa satu kursi kosong, yang tepat berada di samping Rey Luiec.

“Cepatlah!” hardik Rey tiba-tiba.

Suara lelaki itu menggelegar memenuhi kabin, membuat Luana tersentak kecil tanpa sadar.

“I-itu... aku harus duduk di mana?” tanya Luana polos.

Jika hanya ada satu lagi kursi kosong di kabin yang memang diperuntukkan hanya untuk dua orang itu, maka di mana lagi Luana bisa duduk? Tidak mungkin di samping Rey, kan?!

Rey mendengus kesal. Melepaskan kacamatanya, ia menatap lurus pada Luana.

“Kau tidak lihat di mana kursi kosong?” tanyanya sarkastik. “Atau kau mau duduk di lantai?!”

Luana mengerjapkan mata, benar-benar kesusahan bernapas sekarang.

Habislah kau, Luana.

***

NUMPANG LEWAT VISUALNYA YA AHAHA.

Rey Lueic.

Luana Casavia.

Note: Setelah selama ini berkutat dengan asia, biarlah kita menghalu agak jauh kali ini. Berhubung ceritanya berlatar bangsawan, jadi bule brewok sikit keknya cocok ye, ehee. Skali lagi ini hanya pemanis, pembaca boleh sekali memiliki visual sendiri. Ciao! 🤗

.

.

.

~Bersambung~

Terpopuler

Comments

Ray Aza

Ray Aza

dih marah sm org yg salah, berkat gadis itu muka lo msh selamat..

2024-01-19

0

Nonon Suprayoga

Nonon Suprayoga

suka visual nya 😍,,,, setiap baca dari penulis lain pasti korea2 dan slalu itu2 aja

2023-07-06

0

Kenny sihyanti

Kenny sihyanti

Kau jangan sombong lueic tar kau klepek ² sama Luana

2022-06-14

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Prolog
2 Chapter 2 - Pernikahan
3 Chapter 3 - Pria Dingin
4 Chapter 4 - Di Pesawat
5 Chapter 5 - Heidelberg
6 Chapter 6 - Mendarat
7 Chapter 7 - Jadilah Temanku
8 Chapter 8 - Kata-kata Anehmu
9 Chapter 9 - Di Dalam Kamar (I)
10 Chapter 10 - Di dalam Kamar (II)
11 Chapter 11 - Kota Bersamamu
12 [INFO KARYA LAINNYA]
13 Chapter 12 - Kornmarkt dan Kau
14 Chapter 13 - Gaun
15 Chapter 14 - Makan Malam
16 Chapter 15 - Api di Dalam Sini
17 Chapter 16 - Tentang Pedro Viscout
18 Chapter 17 - Aturan
19 Chapter 18 - Hukuman
20 Chapter 19 - Malam Itu
21 Chapter 20 - Handuk yang Basah
22 Chapter 21 - Marah
23 Chapter 22 - Berlayar
24 Chapter 23 - Keberadaan
25 Chapter 24 - Memegangmu
26 Chapter 25 - Tiga Gelas Penentu
27 Chapter 26 - Kembang Api
28 Chapter 27 - Kebencian
29 Chapter 28 - Lari
30 Chapter 29 - Bertahan
31 Chapter 30 - Kota yang Lain
32 Chapter 31 - Alasan
33 Chapter 32 - Hadiah Pertamaku
34 Chapter 33 - Cincin
35 Chapter 34 - Menjadi Istrimu
36 Chapter 35 - Mulai Bicara
37 Chapter 36 - Tentang Dia
38 Chapter 37 - Berpura-Pura
39 Chapter 38 - Permintaan Patricia
40 Chapter 39 - Biarkan Cinta Memimpin
41 Chapter 40 - Pas Denganku
42 Chapter 41 - The Grande Hall
43 Chapter 42 - Sisi yang Lain
44 Chapter 43 - Pembicaraan Kecil
45 Chapter 44 - Kembali ke Munich
46 Chapter 45 - Kehangatan
47 Chapter 46 - Bukan Nyonya Besar
48 Chapter 47 - Kombinasi Angka
49 Chapter 48 - Dia Lagi, Dia Lagi
50 Chapter 49 - Der Beste
51 Chapter 50 - Membingungkan
52 Chapter 51 - Menolak
53 Chapter 52 - Melupakan Sesuatu
54 Chapter 53 - Foto Pertama Kita
55 Chapter 54 - Keputusan Besar Rey
56 Chapter 55 - Sarapan Aneh di Pagi Hari
57 Chapter 56 - Pertanyaan Absurd
58 Chapter 57 - Haruskah Aku Menjawab?
59 Chapter 58 - Boleh Aku Menggodamu?
60 Chapter 59 - Memabukkan
61 Chapter 60 - Aku Milikmu
62 Chapter 61 – Percaya Padaku Saja
63 Chapter 62 – Aku Akan Baik-Baik Saja
64 Chapter 63 - Teriakan Rey
65 Chapter 64 - Peredamku
66 Chapter 65 - Bagaimana Jika Aku Lebih Dulu?
67 Chapter 66 - Jika Saja Kita Dapat Memilih
68 Sekilas Info Ya~
69 Chapter 67 - Yang Salah di Antara Kita
70 Chapter 68 - Dia Telah Kembali
71 Chapter 69 – Bagaimana Aku Harus Bereaksi
72 Chapter 70 – Kebenaran yang Ingin Aku Dustai
73 Chapter 71 – Keadaan yang Entah Baik atau Buruk
74 Chapter 72 - Langkah yang Salah
75 Chapter 73 - Terkejut yang Terlambat
76 Chapter 74 – Panggilan Dari Dia
77 Chapter 75 – Mengungsilah Demi Kebaikanmu
78 Chapter 76 – Terpaut Beberapa Kilometer Darimu
79 Chapter 77 – Menghadapimu Tak Lagi Sama
80 Chapter 78 – Sesuatu yang Baru Aku Tahu
81 Chapter 79 – Keputusan Luana
82 Chapter 80 – Dia Benar-Benar Pergi
83 Chapter 81 - Mengejarmu Hingga Ujung Dunia
84 Chapter 82 - Mana Mungkin Aku Meninggalkanmu
85 Chapter 83 – Biarkan Aku Menyapanya
86 Chapter 84 – Mungkin Sekali Lagi
87 Chapter 85 – Minta Maaflah Padanya
88 Chapter 86 – Bagaimana Kau Menemukanku?
89 Chapter 87 – Ingin Kuumumkan Tentang Kita pada Semua
90 Chapter 88 – Kepergian sang Petarung (I)
91 Chapter 89 – Kepergian sang Petarung (II)
92 Chapter 90 - Kombinasi yang Sempurna
93 Chapter 91 – Bicaralah dengan Benar
94 Chapter 92 – Kau Pasti Ada di Sana
95 Chapter 93 - Hak yang Sama
96 Chapter 94 – Yang Mungkin Setimpal
97 Chapter 95 – Berbagi Rahasia Denganmu
98 Chapter 96 - Kebenaran Tentang Malam Itu
99 Chapter 97 – Aku Memilihmu Sejak Dulu
100 Chapter 98 – Aku Siap Untukmu
101 Chapter 99 – Melepasnya Ternyata Sesulit Ini
102 Chapter 100 – Yang Tertinggal Antara Kita
103 Chapter 101 – Doaku Untukmu
104 Chapter 102 - Rahasia Tentang Aku
105 Chapter 103 - Cinta Pertama Istriku
106 Chapter 104 - Yang Kusimpan Sejak Dulu
107 Chapter 105 - Mau Pergi Bersamaku?
108 Chapter 106 - Sisi Valerie (I)
109 Chapter 107 - Sisi Valerie (II)
110 Chapter 108 - Pindah Perkumpulan
111 Chapter 109 - Bakat Terpendamku
112 Chapter 110 - Keputusan yang Tepat
113 (Bukan) Kata-kata Perpisahan
114 Chapter 111 - Kecupan Singkat
115 Chapter 112 - Epilog
116 HAPPY ONE YEAR, MY FAKE BRIDE!
117 KARYA BARU BEE
Episodes

Updated 117 Episodes

1
Chapter 1 - Prolog
2
Chapter 2 - Pernikahan
3
Chapter 3 - Pria Dingin
4
Chapter 4 - Di Pesawat
5
Chapter 5 - Heidelberg
6
Chapter 6 - Mendarat
7
Chapter 7 - Jadilah Temanku
8
Chapter 8 - Kata-kata Anehmu
9
Chapter 9 - Di Dalam Kamar (I)
10
Chapter 10 - Di dalam Kamar (II)
11
Chapter 11 - Kota Bersamamu
12
[INFO KARYA LAINNYA]
13
Chapter 12 - Kornmarkt dan Kau
14
Chapter 13 - Gaun
15
Chapter 14 - Makan Malam
16
Chapter 15 - Api di Dalam Sini
17
Chapter 16 - Tentang Pedro Viscout
18
Chapter 17 - Aturan
19
Chapter 18 - Hukuman
20
Chapter 19 - Malam Itu
21
Chapter 20 - Handuk yang Basah
22
Chapter 21 - Marah
23
Chapter 22 - Berlayar
24
Chapter 23 - Keberadaan
25
Chapter 24 - Memegangmu
26
Chapter 25 - Tiga Gelas Penentu
27
Chapter 26 - Kembang Api
28
Chapter 27 - Kebencian
29
Chapter 28 - Lari
30
Chapter 29 - Bertahan
31
Chapter 30 - Kota yang Lain
32
Chapter 31 - Alasan
33
Chapter 32 - Hadiah Pertamaku
34
Chapter 33 - Cincin
35
Chapter 34 - Menjadi Istrimu
36
Chapter 35 - Mulai Bicara
37
Chapter 36 - Tentang Dia
38
Chapter 37 - Berpura-Pura
39
Chapter 38 - Permintaan Patricia
40
Chapter 39 - Biarkan Cinta Memimpin
41
Chapter 40 - Pas Denganku
42
Chapter 41 - The Grande Hall
43
Chapter 42 - Sisi yang Lain
44
Chapter 43 - Pembicaraan Kecil
45
Chapter 44 - Kembali ke Munich
46
Chapter 45 - Kehangatan
47
Chapter 46 - Bukan Nyonya Besar
48
Chapter 47 - Kombinasi Angka
49
Chapter 48 - Dia Lagi, Dia Lagi
50
Chapter 49 - Der Beste
51
Chapter 50 - Membingungkan
52
Chapter 51 - Menolak
53
Chapter 52 - Melupakan Sesuatu
54
Chapter 53 - Foto Pertama Kita
55
Chapter 54 - Keputusan Besar Rey
56
Chapter 55 - Sarapan Aneh di Pagi Hari
57
Chapter 56 - Pertanyaan Absurd
58
Chapter 57 - Haruskah Aku Menjawab?
59
Chapter 58 - Boleh Aku Menggodamu?
60
Chapter 59 - Memabukkan
61
Chapter 60 - Aku Milikmu
62
Chapter 61 – Percaya Padaku Saja
63
Chapter 62 – Aku Akan Baik-Baik Saja
64
Chapter 63 - Teriakan Rey
65
Chapter 64 - Peredamku
66
Chapter 65 - Bagaimana Jika Aku Lebih Dulu?
67
Chapter 66 - Jika Saja Kita Dapat Memilih
68
Sekilas Info Ya~
69
Chapter 67 - Yang Salah di Antara Kita
70
Chapter 68 - Dia Telah Kembali
71
Chapter 69 – Bagaimana Aku Harus Bereaksi
72
Chapter 70 – Kebenaran yang Ingin Aku Dustai
73
Chapter 71 – Keadaan yang Entah Baik atau Buruk
74
Chapter 72 - Langkah yang Salah
75
Chapter 73 - Terkejut yang Terlambat
76
Chapter 74 – Panggilan Dari Dia
77
Chapter 75 – Mengungsilah Demi Kebaikanmu
78
Chapter 76 – Terpaut Beberapa Kilometer Darimu
79
Chapter 77 – Menghadapimu Tak Lagi Sama
80
Chapter 78 – Sesuatu yang Baru Aku Tahu
81
Chapter 79 – Keputusan Luana
82
Chapter 80 – Dia Benar-Benar Pergi
83
Chapter 81 - Mengejarmu Hingga Ujung Dunia
84
Chapter 82 - Mana Mungkin Aku Meninggalkanmu
85
Chapter 83 – Biarkan Aku Menyapanya
86
Chapter 84 – Mungkin Sekali Lagi
87
Chapter 85 – Minta Maaflah Padanya
88
Chapter 86 – Bagaimana Kau Menemukanku?
89
Chapter 87 – Ingin Kuumumkan Tentang Kita pada Semua
90
Chapter 88 – Kepergian sang Petarung (I)
91
Chapter 89 – Kepergian sang Petarung (II)
92
Chapter 90 - Kombinasi yang Sempurna
93
Chapter 91 – Bicaralah dengan Benar
94
Chapter 92 – Kau Pasti Ada di Sana
95
Chapter 93 - Hak yang Sama
96
Chapter 94 – Yang Mungkin Setimpal
97
Chapter 95 – Berbagi Rahasia Denganmu
98
Chapter 96 - Kebenaran Tentang Malam Itu
99
Chapter 97 – Aku Memilihmu Sejak Dulu
100
Chapter 98 – Aku Siap Untukmu
101
Chapter 99 – Melepasnya Ternyata Sesulit Ini
102
Chapter 100 – Yang Tertinggal Antara Kita
103
Chapter 101 – Doaku Untukmu
104
Chapter 102 - Rahasia Tentang Aku
105
Chapter 103 - Cinta Pertama Istriku
106
Chapter 104 - Yang Kusimpan Sejak Dulu
107
Chapter 105 - Mau Pergi Bersamaku?
108
Chapter 106 - Sisi Valerie (I)
109
Chapter 107 - Sisi Valerie (II)
110
Chapter 108 - Pindah Perkumpulan
111
Chapter 109 - Bakat Terpendamku
112
Chapter 110 - Keputusan yang Tepat
113
(Bukan) Kata-kata Perpisahan
114
Chapter 111 - Kecupan Singkat
115
Chapter 112 - Epilog
116
HAPPY ONE YEAR, MY FAKE BRIDE!
117
KARYA BARU BEE

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!