“Mendapatinya berada di sekitarku terlalu memuakkan. Rasanya napas ini tercekat, dan aku berharap dia hanya akan menjadi patung saja.” ~Rey Lueic.
.
.
.
“Mari ikut saya, Nyonya.”
Luana tersentak. Kepalanya masih terangkat ke atas, memandangi taman yang berada di sisi kiri dari tempatnya berdiri sekarang. Perempuan itu masih melongo, bertumpu pada kedua kakinya yang mulai kebas.
Rey sudah masuk lebih dulu ke dalam mansion mewah itu, dan Luana sama sekali tidak tahu harus melakukan apa.
Tepat saat ia melangkah dari mobil yang membawanya ke rumah megah ini, mobil itu langsung melaju begitu saja. Meninggalkan Luana yang masih termenung, seperti orang bodoh sebab dia tidak sama sekali mengenal siapa-siapa di sana.
Dan suara baru saja dengan embel-embel nyonya di belakang, membuat Luana menoleh seketika. Mendapati seorang perempuan berseragam dengan kepala yang setengah tertunduk berada tepat di depannya, Luana mengerjapkan mata.
Menerka dalam hati apakah pendengarannya salah kali ini, tetapi tampaknya si perempuan berseragam memang berbicara dengannya.
Nyonya? Perempuan ini baru saja memanggil nyonya, dan apakah itu untukku?
“Nyonya, saya adalah Mare, pelayan pribadi Anda.”
Perempuan itu kembali bersuara, yang semakin meyakinkan Luana bahwa ia sedang berada di frekuensi yang sama. Menelan ludah dengan susah payah, Luana berusaha membalas sapaan sopan sang pelayan.
Kali ini perempuan yang mengaku bernama Mare itu menaikkan kepala perlahan-lahan, yang membawanya bersitatap dengan Nyonya Luiec kemudian.
Luana memperhatikan Mare lekat-lekat, menebak perempuan itu mungkin berusia lebih tua darinya. Dari garis wajahnya, Mare tampak begitu ramah dan sepertinya ia bisa diandalkan.
“Eh, itu, uhm...—“
“Mari ikut saya, Nyonya. Saya akan membawa Anda ke kamar, karena Anda harus segera bersiap,” potong Mare cepat.
Luana menyatukan kedua alisnya, masih berupaya keras untuk memahami keadaan apa yang terjadi di depan matanya kini. Mare menggeser tubuh, memberikan gestur pada Luana agar perempuan muda itu mengikuti derap langkahnya.
“T-tunggu!” cicit Luana cepat.
Mare berhenti, kembali memandang pada nyonya besar mereka yang tampak kelewat bingung. Bukankah seharusnya perempuan di depannya ini tahu bagaimana dia harus bersikap sebagai istri seorang bangsawan terhormat?
“Ya, Nyonya?”
Luana menarik napas. Sinar matahari yang menerpa tubuhnya menimbulkan sensasi panas yang menjalar, dan itu mulai membuatnya pusing untuk beberapa alasan.
“Apa aku akan pergi? Ke mana?” todong Luana cepat.
Banyak sekali pertanyaan yang singgah di benak perempuan itu, dan satu-satunya orang yang bisa ia tanyai mungkin saja wanita ini—Mare sang pelayan. Setidaknya Luana berpikir Mare mungkin ditugaskan untuk melayaninya, dan dia bisa bertanya dengan leluasa.
Mare mengangguk.
“Benar, Nyonya,” jawab wanita itu.
Luana kembali mengernyitkan dahi. “Tetapi ke mana?” tanyanya tidak sabar.
Dia baru saja sampai di mansion mewah itu, dan segala rangkaian peristiwa sejak pagi ini sudah menguras habis tenaganya. Potongan demi potongan adegan kembali membayangi, seiring dengan tarikan napas Luana yang terasa begitu berat. Kini dia mendengar dia harus pergi lagi? Yang benar saja!
Tiba-tiba Luana bergidik ngeri, membayangkan kemungkinan akan kemungkinan yang mungkin terjadi pada dirinya.
Apakah Rey berusaha mengasingkan aku? Apakah aku akan dibuang?
“Saya tidak tahu, Nyonya,” jawab Mare pelan. Menyunggingkan seulas senyuman, Mare mendapati Luana yang mendesah kini. “Tetapi yang saya tahu Anda akan pergi bersama Tuan, untuk berbulan madu.”
***
Rey memandangi ke arah bawah sana dengan manik setajam mata pisau.
Memperhatikan adegan yang tersaji melalui jendela lebarnya yang bening, mendapati bagaimana perempuan itu—Luana Casavia, tampak begitu kagok. Ekspresi wajahnya penuh khawatir dan ketakutan, dan entah mengapa itu membuat Rey sedikit berbahagia di hari sialnya ini.
Berdiri tepat di depan jendela, lelaki bangsawan itu melepaskan dasinya yang sudah tidak lagi rapi. Jasnya bahkan sudah terlempar ke atas sofa, dan kemeja ini terasa menyesakkan sekarang.
Siluet tubuh Luana dan Mare bergerak perlahan, yang Rey yakini sedang mengarah untuk masuk ke dalam mansion megahnya.
Selamat datang di neraka, gadis palsu.
Berbalik badan, bola mata Rey tanpa sengaja melihat ke arah meja kerjanya yang berada tidak jauh dari sana. Ada sesuatu yang membuat dada lelaki itu sesak, yaitu sebuah foto yang hampir selalu dipandanginya saat ia bekerja selama ini.
Menggeram, Rey meraup paksa pigura itu dan menatapnya lekat-lekat. Potret seorang perempuan yang berada di pelukannya terlihat jelas sekali, dengan senyum merekah yang tersemat di bibir mereka.
Rey Luiec dan Beatric Collins.
Seharusnya dua nama itu yang tertulis di kartu keluarga mereka, tetapi kini hanya angan-angan sebab lagi-lagi Rey tidak pernah menyangka Beatric akan membuangnya seperti sampah.
Mengabaikan teleponnya, memutus semua jalur komunikasi bahkan hingga tidak terlacak, Beatric benar-benar berniat untuk pergi.
Rey mendesah, bernapas dengan dada yang terasa sakit.
Aku berjanji kau akan menyesal, Sayang. Karena sudah membuangku, dan menghancurkan impian-impianku.
Melemparkan pigura itu ke lantai marmer, Rey bergeming ketika kaca pigura itu pecah berkeping-keping kemudian.
Serpihannya berserakan, meski senyuman keduanya masih tampak jelas sekali. Menginjak pigura itu dengan sepatu mahalnya, Rey Luiec mengayun langkah untuk menuju ruangan yang lain.
Setidaknya dia harus bersiap, untuk perjalanan bulan madu yang seharusnya ia lewati bersama sang kekasih.
Perjalanan yang mungkin saja akan jadi neraka, untuk seseorang selain dirinya.
***
Langkah kaki Luana mengayun dengan gerakan sedang.
Masih terheran-heran akan kecanggihan rumah yang kini ia masuki, perempuan itu berulang kali berdecak kagum. Rumah Madam Collins yang selama ini menjadi tempatnya bernaung tidak secanggih dan sebagus ini, meski dapat dikatakan keluarga Collins adalah salah satu keluarga terpandang di kota mereka.
Dan Luana, benar-benar tersihir oleh setiap hal yang ada di dalam kediaman seorang Rey Lueic. Lelaki itu memang bukan kaleng-kaleng.
Mare menarik resleting koper milik Luana yang sudah dipersiapkannya sebelum ini, menyeimbangi langkah kaki majikannya itu dengan koper yang digeretnya di samping kanan.
Luana sudah berganti pakaian, melepaskan gaun yang dikenakannya untuk upacara pernikahan pagi tadi dan kini memakai dress lengan pendek sebatas lutut yang membalut tubuhnya.
“Mari, Nyonya.”
Mare berulang kali memberikan instruksi dengan nada sopan sekali, berusaha sebaik mungkin untuk melayani sang majikan baru yang tampak kelewat polos.
Luana kembali mengernyitkan dahi, tetapi kali ini ditambah dengan manik yang membesar sempurna.
Apa yang berada di depannya ini sungguh luar biasa.
Sebuah jet pribadi tampak terparkir indah di landasan pribadi milik Rey Luiec, yang berada tepat di lantai paling atas mansion megahnya. Hampir terjatuh Luana ketika menyadari seberapa Rey mungkin berpengaruh di kota ini, dengan segala fasilitas yang tidak pernah Luana pikirkan sebelumnya.
Langkahnya terbata-bata saat menaiki satu per satu tangga untuk masuk ke dalam armada gagah itu, mendapati Rey sudah duduk di sebuah kursi dengan sabuk pengaman yang telah terpasang.
Satu kacamata bertengger di atas hidung tinggi sang bangsawan, dan Luana refleks menelan ludah dengan susah payah. Hanya tersisa satu kursi kosong, yang tepat berada di samping Rey Luiec.
“Cepatlah!” hardik Rey tiba-tiba.
Suara lelaki itu menggelegar memenuhi kabin, membuat Luana tersentak kecil tanpa sadar.
“I-itu... aku harus duduk di mana?” tanya Luana polos.
Jika hanya ada satu lagi kursi kosong di kabin yang memang diperuntukkan hanya untuk dua orang itu, maka di mana lagi Luana bisa duduk? Tidak mungkin di samping Rey, kan?!
Rey mendengus kesal. Melepaskan kacamatanya, ia menatap lurus pada Luana.
“Kau tidak lihat di mana kursi kosong?” tanyanya sarkastik. “Atau kau mau duduk di lantai?!”
Luana mengerjapkan mata, benar-benar kesusahan bernapas sekarang.
Habislah kau, Luana.
***
NUMPANG LEWAT VISUALNYA YA AHAHA.
Rey Lueic.
Luana Casavia.
Note: Setelah selama ini berkutat dengan asia, biarlah kita menghalu agak jauh kali ini. Berhubung ceritanya berlatar bangsawan, jadi bule brewok sikit keknya cocok ye, ehee. Skali lagi ini hanya pemanis, pembaca boleh sekali memiliki visual sendiri. Ciao! 🤗
.
.
.
~Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ray Aza
dih marah sm org yg salah, berkat gadis itu muka lo msh selamat..
2024-01-19
0
Nonon Suprayoga
suka visual nya 😍,,,, setiap baca dari penulis lain pasti korea2 dan slalu itu2 aja
2023-07-06
0
Kenny sihyanti
Kau jangan sombong lueic tar kau klepek ² sama Luana
2022-06-14
0