"Dibalik wajah tampan dan rahangnya yang tegas, ternyata dia memiliki kebengisan. Bahkan hanya dengan menatap matanya, aku tahu aku sedang mempertaruhkan hidup kini." ~Luana Casavia.
.
.
.
Luana sama sekali tidak bersuara. Memilih untuk melemparkan pandangannya ke arah jendela, gadis itu sedang bermonolog dengan dirinya sendiri di dalam hati.
Menerka-nerka bagaimana kira-kira kehidupannya akan dia jalani kemudian, setelah kini resmi menjadi Nyonya Rey Lueic—salah satu bangsawan terpandang di kota mereka.
Tidak pernah terpikirkan dalam benak Luana sungguh, bahwa dialah yang akan menyematkan cincin di jari lelaki itu pada pesta pernikahan hari ini.
Seharusnya bukan dia. Sudah jelas-jelas bukan dia.
Tetapi menghilangnya Beatric sungguh mengacaukan semuanya, hingga membuat Luana mau tidak mau menjadi pengantin pengganti untuk anak majikannya.
Tidak sopan rasanya jika ia menolak permintaan Madam Collins yang begitu menatapnya dengan wajah memelas, sebab ketidakhadiran Beatric di sana sungguh mempertaruhkan nama baik dua keluarga besar.
Luana tidak punya pilihan.
Apa pun yang terjadi, dia berutang budi pada kebaikan keluarga Collins yang sudah bersedia menampungnya hingga ia mulai beranjak dewasa kini.
Tiba-tiba saja sekelebat bayangan tentang masa lalu itu kembali lagi, yang membuat Luana bergidik ngeri tanpa sadar.
Rey melirik sekilas ke arah perempuan itu. Tidak sama sekali melonggarkan raut wajah tidak suka yang sedari tadi ia pasang di wajahnya, lelaki itu sedang bersembunyi dalam keheningan.
Bersembunyi dari cemoohan orang-orang, bersembunyi dari rasa sakit mendalam yang ditinggalkan Beatric untuknya.
Siapa pun pastilah tidak pernah menyangka Rey akan mengalami nasib naas seperti ini, ketika pria itu sudah membayangkan Beatric yang menyambutnya dengan senyuman selebar wajah.
Tetapi yang terjadi adalah, dia dicampakkan. Tidak hanya dicampakkan, tetapi juga dibuang tanpa belas kasihan.
"Uhm, Tuan." Suara rendah Luana mengusik lamunan Rey, seiring dengan tolehan lambat lelaki itu ke arah kirinya kini.
Menahan napas ketika bola mata mereka bertemu pandang, Luana mencoba untuk mengeluarkan pertanyaan yang sudah ia timang dalam hati sejak tadi.
Tidak tahu apakah tuan muda itu akan berang padanya atau tidak, tetapi dia harus benar-benar memastikan.
"Ada apa?" balas Rey datar.
Meski tidak terbiasa mengobrol dengan pria sebelum ini, tetapi Luana dengan jelas mendapati bagaimana Rey Lueic mengintimidasinya lewat suara baru saja.
Suara lelaki itu berat, cenderung dingin seakan dia tidak berniat untuk berbicara dengan Luana. Seolah-olah perempuan yang duduk di sampingnya itu tidak bernyawa.
"Uhm, begini...," terbata Luana ketika dia berusaha untuk mengeluarkan kata-kata, disusul dengan remasan jemari yang begitu saja bertaut di bawah sana.
"Katakan dengan benar," potong Rey cepat. "Aku tidak suka menunggu, dan kau sungguh membuang waktuku!"
Luana tersentak.
Telak, tepat menohok di ulu hatinya. Belum genap beberapa jam setelah lelaki itu memasangkan cincin di jari manisnya, dan kini Rey sudah membangun tembok kokoh di antara mereka.
Tembok yang tidak bisa dilewati oleh Luana, tembok yang memisahkan kehidupan Luana dan pria itu.
"Begini, kita akan pergi ke mana?" Hampir tercekat kerongkongan Luana, hanya untuk mengucapkan beberapa kata tadi.
Rey mendelik. Seakan dia tidak menaruh atensi penuh pada pertanyaan si perempuan pengganti seperti Luana.
"Jangan bertanya lagi. Ikut saja," ucap Rey tegas. Tidak ada sanggahan, hanya ada perintah. Masih dengan nada dingin yang tidak dibuat-buat, lelaki itu menarik napas dalam.
Menoleh sekali lagi, kini Rey mendapati manik Luana yang mengerjap tanpa sengaja. Gadis itu masih tergolong muda untuk menjadi seorang istri, terlebih dia sebenarnya tidak memiliki darah bangsawan yang mengalir di dalam tubuhnya.
Bersyukur saja Madam Collins mengenalkan dia pada kolega sebagai anak dari kerabat jauh, hingga kedudukannya masih dapat diperhitungkan meski tidak bisa disamakan dengan kedudukan milik Beatric.
Memilih untuk tidak lagi menjawab, Luana hening dan tidak memberikan tanggapan atau pun sanggahan.
Melemparkan lagi pandangannya ke arah luar jendela, dia sama sekali tidak ingin mengusik lelaki itu. Meski mereka berada di tempat yang sama, tetapi Luana yakin Rey tidak pernah ingin dia berada di sana.
Hampir empat puluh menit perjalanan.
Mobil mewah itu berbelok untuk memasuki salah satu mansion dengan pagar menjulang, ketika kini Luana begitu saja meningkatkan keawasannya. Meneliti dengan lebih seksama, dia menerka dalam hati apakah ini adalah kediaman Tuan Lueic yang tersohor itu.
Melewati pagar yang dibukakan oleh dua petugas berseragam berwarna abu muda, Luana masih memperhatikan dengan jelas mansion yang mereka masuki kini.
Mungkin kata mewah saja tidak cukup untuk mendefinisikan rumah itu, ketika kini Luana hampir berdecak kagum akan bangunan yang begitu besar dan luas.
Ada sebuah kolam air mancur di tengah-tengah, yang dilengkapi dengan berbagai macam hiasan. Luana dapat melihat taman dengan bunga yang bermekaran di sisi kanan dan kiri, hingga mobil itu memelan beberapa saat kemudian.
Luana bingung. Tidak tahu harus melakukan apa, ketika melihat beberapa lelaki muda kini mendekat dan membukakan pintu untuk mereka.
Satu di sisinya, dan satu lagi di sisi Rey.
Lelaki itu—Rey Lueic, tidak sama sekali melihat ke arah Luana. Menegakkan tubuhnya, dia berkata tegas.
"Turunlah. Mare akan memberimu arahan, dan bersiaplah."
Luana menggigit bibir bawahnya dengan rasa khawatir.
Bersiap? Bersiap apa?
Rey baru saja hendak bangkit dari duduknya, ketika Luana tiba-tiba saja menahan lengan lelaki itu. Membuat manik Rey membesar, refleks menghentakkan tangan Luana yang menempel padanya tanpa belas kasihan.
"Jangan sentuh aku!" cerca lelaki itu dengan nada tinggi.
Luana menahan napas. Dia hanya ingin bertanya, tetapi begitu saja refleks tangannya ingin menahan Rey agar tidak pergi lebih dulu.
"M-maaf, Tuan."
Sang bangsawan mendengus kesal.
Rasanya terlalu lelah, dengan hati yang lebih dari cukup porak poranda. Ketidakhadiran Beatric sudah membuat kepalanya hampir meledak, saat kini ia sedang menunggu kabar dari tim terbaiknya untuk melacak perempuan itu.
Tidak lagi menghiraukan Luana yang masih duduk diam, Rey sudah bangkit lebih dulu. Lelaki itu berjalan dengan langkah besar-besar memasuki mansion, diikuti dengan seorang lelaki muda dengan potongan rambut rapi.
Lelaki muda itu mengenakan seragam dengan warna berbeda, yang menandakan bahwa ia adalah kepala tim untuk tim keamanan yang dimiliki Rey.
"Apakah aku harus membatalkan semuanya, Tuan?" Suara Jovi—sang pria muda tadi, menelusup masuk melalui gendang telinga Rey sang pengantin baru.
Tidak mengendurkan langkah sama sekali, Rey berdehem pelan seakan sedang berpikir dengan cepat. Menarik napas dalam-dalam, lelaki itu berujar kemudian.
"Tidak," katanya. "Lanjutkan sesuai rencana, dan bawa perempuan itu ikut serta."
.
.
.
~Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Kenny sihyanti
Semakin menarik...
2022-06-14
0
🦃⃝⃡ℱᵇᵃˢᵉ🥀Am@π&@ 😉🥀
hais dingin kaku kasar...awas kalo bucin tak sunat kau bambang🤣🤣🤣🤣🤣
2022-01-08
1
¢ᖱ'D⃤ ̐🕊ᶜᵒᵐᵉˡ🐾
rencana apa nih Rey...penasaran
2022-01-07
1