Bab 2: Rasa Sakit, Pedas, dan Anak yang Keras Kepala

Kedai itu bernama "Kedai Arak Harimau Mabuk". Nama yang terlalu agung untuk sebuah bangunan reyot yang separuh tiangnya miring dan berbau campuran arak basi, keringat, dan babi panggang.

Bagi Long Zhu, itu adalah simfoni kekacauan yang paling indah.

Saat Zhu Lao melangkah masuk, tidak ada yang menyambutnya. Tirai manik-manik yang kotor berdenting pelan. Di dalam, berisik. Para buruh tambang dan petani berteriak-teriak sambil membanting cangkir kayu mereka di atas meja yang lengket.

"Hei, Pak Tua! Mau minum atau menghalangi jalan?" bentak seorang pelayan wanita bertubuh kekar, membawa nampan berisi mangkuk-mangkuk mengepul.

Zhu Lao tersenyum ramah. Ini pertama kalinya ada yang berani membentaknya. Menyegarkan.

"Sebuah meja," katanya dengan suara serak.

"Cari saja yang kosong!" balas wanita itu tanpa menoleh.

Zhu Lao menemukan meja di sudut. Meja itu bergoyang. Dia duduk di bangku yang keras. Sebagai makhluk yang terbiasa duduk di atas tatanan realitas, bangku kayu yang hampir patah ini adalah sebuah petualangan.

Dia menunggu. Dan menunggu.

Di Alam Semesta, niat-nya adalah perintah. Jika dia ingin teh, galaksi akan bergerak. Di sini, niatnya untuk makan siang diabaikan demi sekelompok penjudi di meja seberang. Dia harus mengangkat tangannya dengan susah payah.

"Pelayan!"

Wanita itu akhirnya datang, mengelap tangannya yang berminyak ke celemeknya. "Ya, ya, Kakek. Mau apa? Sup nasi? Itu murah."

Zhu Lao melihat ke seberang ruangan, ke meja tempat pria yang dia amati dari luar angkasa tadi duduk. Pria itu kini sedang meneguk air, wajahnya masih merah padam, tapi dia tertawa. Di depannya ada piring berisi... potongan ayam yang tenggelam dalam lautan cabai merah cerah dan minyak cabai yang menggelegak.

"Saya mau itu," kata Zhu Lao, menunjuk.

Pelayan itu menyipitkan mata. "Itu 'Ayam Iblis Neraka'. Kau yakin, Kek? Itu bisa membakar lubang di perutmu."

"Saya yakin," kata Zhu Lao dengan antisipasi yang tulus. "Tolong buat... ekstra."

Pelayan itu mengangkat bahu. "Kalau kau mati, jangan salahkan kedai ini."

Sambil menunggu, Zhu Lao mengalihkan pandangannya ke luar jendela yang kotor. Di seberang jalan berlumpur, di lapangan kecil yang becek, seorang anak laki-laki kurus sedang berlatih.

Anak itu mungkin berusia sekitar tiga belas atau empat belas tahun. Pakaiannya compang-camping, dan dia tidak memakai sepatu. Dia sedang memegang kuda-kuda dasar kultivasi Kuda-kuda Gunung posisi paling fundamental dari Ranah Perunggu Awal.

Kuda-kudanya buruk. Kakinya gemetar. Punggungnya sedikit bungkuk.

Beberapa pemabuk yang merokok di luar pintu kedai menertawakannya. "Lihat si bodoh Li Xian itu!" "Dia pikir dia bisa jadi kultivator hanya dengan berdiri di lumpur?" "Anak yatim sepertinya lebih baik belajar mencuri!"

Li Xian tidak bergeming. Keringat bercampur air hujan membasahi wajahnya yang kurus, tapi matanya... matanya tertutup rapat, fokus. Setiap kali kakinya goyah, dia menggeram pelan dan membenamkan kakinya lebih dalam ke lumpur, menolak untuk jatuh.

Zhu Lao mengalihkan perhatiannya. Menarik. Keteguhan hati yang konyol.

"Ini dia!"

BRAK!

Mangkuk keramik tebal diletakkan di depannya. Aromanya menyerang. Itu bukan aroma kosmik yang harmonis. Itu adalah bau yang agresif. Bau api, logam, dan rasa sakit. Minyaknya masih mendesis.

Zhu Lao mengambil sumpitnya.

Dia mengambil sepotong ayam. Itu dilapisi biji cabai dan minyak merah. Dia mengamatinya.

Secara analitis, dia memecahnya. Ini bukan 'rasa' melainkan sinyal 'panas' dan 'bahaya' yang dikirim ke otak. Mengapa manusia sengaja memakan sinyal bahaya?

Dia memasukkannya ke dalam mulut.

Selama satu detik, tidak terjadi apa-apa. Dia merasakan tekstur ayam yang empuk, rasa asin, sedikit rasa jahe...

Lalu, neraka meledak di lidahnya.

Itu bukan sensasi. Itu adalah serangan.

Seluruh indranya menjerit. Sinyal bahaya itu melesat ke otaknya. Dan otaknya, yang tidak pernah mengalami "rasa sakit" yang tidak diinginkan, mengirimkan sinyal itu langsung ke Jiwa Kosmiknya.

BUM!

Di dalam lautan kesadarannya, sistem pertahanan universal Long Zhu sistem yang sama yang melindungi realitas dari invasi kehampaan aktif.

ANCAMAN TERDETEKSI. SUMBER LIDAH. MEMULAI PROTOKOL PEMUSNAHAN...

Tiba-tiba, di luar kedai, langit yang tadinya cerah mendadak gelap. Awan badai hitam pekat berkumpul di atas desa kecil itu dalam sekejap. Angin melolong. Tanah mulai bergetar.

Di Alam Dewa, Dewa Petir tersentak dari meditasinya. "Apa-apaan... Niat Penghakiman Ilahi aktif?! Di Alam Fana?!"

Kembali ke kedai, sumpit di tangan Zhu Lao mulai bergetar hebat. kayu di dalamnya mulai terurai, terancam berubah menjadi debu bintang murni. Mangkuk di depannya retak.

Para pemabuk berhenti tertawa. "Gempa?"

Zhu Lao membelalak. Wajah tuanya memerah. Dia terbatuk.

TIDAK! BERHENTI! BATALKAN PEMUSNAHAN! dia meraung dalam benaknya, secara manual memaksa hukum universal untuk mundur. Ini... ini 'pedas'! Ini seharusnya... begini!

Dengan susah payah, dia menelan potongan ayam itu.

Seketika, awan di luar menghilang. Getaran berhenti. Langit kembali cerah seolah tidak terjadi apa-apa.

Di dalam kedai, Zhu Lao terengah-engah. Matanya berair. Hidungnya meler. Seluruh wajahnya terasa seperti terbakar dari dalam ke luar. Ini adalah sensasi paling mengerikan yang pernah ia rasakan.

"Hah... hah..."

Lalu, sesuatu yang aneh terjadi. Setelah gelombang rasa sakit awal reda, sensasi hangat yang menyenangkan menyebar ke seluruh tubuhnya. Sebuah keringat muncul di dahinya bukan karena tenaga, tapi karena reaksi.

"Kakek, kau tidak apa-apa?" tanya pelayan itu, sedikit khawatir.

Zhu Lao mengangkat tangannya, terbatuk sekali lagi. Air mata mengalir di pipinya yang keriput.

Dia melihat ke mangkuk. Lalu dia menyeringai lebar, menunjukkan gigi yang (tampaknya) kuning.

"Luar biasa," desahnya, suaranya tercekat.

Dia mengambil potongan kedua.

Terpopuler

Comments

Yanka Raga

Yanka Raga

huahaaa , , , kutivator puncak tertinggi tersedak rasa cabai 🤭

2025-11-06

0

Nanik S

Nanik S

Menarik karena cabe pedas bikin gempa

2025-11-04

0

Yanka Raga

Yanka Raga

😎🤩

2025-11-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Teh Semesta dan Kebosanan Abadi
2 Bab 2: Rasa Sakit, Pedas, dan Anak yang Keras Kepala
3 Bab 3: Batu Kura-kura dan Paku Semesta
4 Bab 4: Tiga Hari, Dua Benih, dan Pria Polos
5 Bab 5: Satu Inci dan Seorang Pembawa Tas
6 Bab 6: Ayam Iblis, Pemanggang Ubi, dan Kepergian
7 Bab 7: Berjalan, Bernapas, dan Serigala Sial
8 Bab 8: Kota Fenglei dan Niat Pedang dalam Tagihan Anggur
9 Bab 9: Anggur, Pedang, dan Es yang Jatuh
10 Bab 10: Anggur yang Tumpah dan Utang Lima Belas Perak
11 Bab 11: Utang, Pencuci Cangkir, dan Pemandu Anggur
12 Bab 12: Penginapan, Pesuruh Ranah Raja, dan Cangkir Kotor
13 Bab 13: Wujud yang Merepotkan dan Kembalinya Si Pemandu Anggur
14 Bab 14: Ubi, Wajah Baru, dan Pengabdian yang Lebih Dalam
15 Bab 15: Retakan, Bakpao, dan Pintu Keluar Penyelundup
16 Bab 16: Jalur Penyelundup, Lumut Mabuk, dan Kembang Api Es
17 Bab 17: Ransel Ubi dan Perahu Daun Willow
18 Bab 18: Perahu Daun dan Pelajaran Ubi
19 Bab 19: Pondok, Dapur, dan Halaman yang Terlalu Bersih
20 Bab 20: Halaman yang Bersih, Tamu Kotor, dan Sendok Teh
21 Bab 21: Sapu, Koin, dan Hari Pertama Sekte
22 Bab 22: Dao Sapu, Dao Ubi, dan Hari Pertama
23 Bab 23: Hari Kedua, Goresan di Batu, dan Murid yang Merugikan
24 Bab 24: Obat Ubi Panas dan Pujian yang Merugikan
25 Bab 25: Tangan Baru, Pohon Besi, dan Pengurus Api Ubi
26 Bab 26: Orkestra Penderitaan dan Musik yang Baru Lahir
27 Bab 27: Daun, Kerikil, dan Kelahiran Maksud Sapu
28 Bab 28: Pencerahan Halaman, Api yang Marah, dan Kapak yang Tumpul
29 Bab 29: Dapur Suci, Noda Membandel, dan Dao Panci
30 Bab 30: Tekanan Naga dan Tamu Tak Diundang
31 Bab 31: Cakar Setan Laut dan Sendok Sup
32 Bab 32: Hukuman Sarapan Pagi dan Debu di Angin
33 Bab 33: Aturan Baru Sekte dan Utang Gadis Naga
34 Bab 34: Latihan yang Menyedihkan dan Guru yang Tidak Sabar
Episodes

Updated 34 Episodes

1
Bab 1: Teh Semesta dan Kebosanan Abadi
2
Bab 2: Rasa Sakit, Pedas, dan Anak yang Keras Kepala
3
Bab 3: Batu Kura-kura dan Paku Semesta
4
Bab 4: Tiga Hari, Dua Benih, dan Pria Polos
5
Bab 5: Satu Inci dan Seorang Pembawa Tas
6
Bab 6: Ayam Iblis, Pemanggang Ubi, dan Kepergian
7
Bab 7: Berjalan, Bernapas, dan Serigala Sial
8
Bab 8: Kota Fenglei dan Niat Pedang dalam Tagihan Anggur
9
Bab 9: Anggur, Pedang, dan Es yang Jatuh
10
Bab 10: Anggur yang Tumpah dan Utang Lima Belas Perak
11
Bab 11: Utang, Pencuci Cangkir, dan Pemandu Anggur
12
Bab 12: Penginapan, Pesuruh Ranah Raja, dan Cangkir Kotor
13
Bab 13: Wujud yang Merepotkan dan Kembalinya Si Pemandu Anggur
14
Bab 14: Ubi, Wajah Baru, dan Pengabdian yang Lebih Dalam
15
Bab 15: Retakan, Bakpao, dan Pintu Keluar Penyelundup
16
Bab 16: Jalur Penyelundup, Lumut Mabuk, dan Kembang Api Es
17
Bab 17: Ransel Ubi dan Perahu Daun Willow
18
Bab 18: Perahu Daun dan Pelajaran Ubi
19
Bab 19: Pondok, Dapur, dan Halaman yang Terlalu Bersih
20
Bab 20: Halaman yang Bersih, Tamu Kotor, dan Sendok Teh
21
Bab 21: Sapu, Koin, dan Hari Pertama Sekte
22
Bab 22: Dao Sapu, Dao Ubi, dan Hari Pertama
23
Bab 23: Hari Kedua, Goresan di Batu, dan Murid yang Merugikan
24
Bab 24: Obat Ubi Panas dan Pujian yang Merugikan
25
Bab 25: Tangan Baru, Pohon Besi, dan Pengurus Api Ubi
26
Bab 26: Orkestra Penderitaan dan Musik yang Baru Lahir
27
Bab 27: Daun, Kerikil, dan Kelahiran Maksud Sapu
28
Bab 28: Pencerahan Halaman, Api yang Marah, dan Kapak yang Tumpul
29
Bab 29: Dapur Suci, Noda Membandel, dan Dao Panci
30
Bab 30: Tekanan Naga dan Tamu Tak Diundang
31
Bab 31: Cakar Setan Laut dan Sendok Sup
32
Bab 32: Hukuman Sarapan Pagi dan Debu di Angin
33
Bab 33: Aturan Baru Sekte dan Utang Gadis Naga
34
Bab 34: Latihan yang Menyedihkan dan Guru yang Tidak Sabar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!