" Halo?,..iya...?,...kenapa?...,apa?..., baik ..saya segera ke sana sekarang," wajah Silvi suram, setelah menerima telepon. Tanpa pikir panjang,Silvi mengambil kunci mobil, dan meraih tali kucir yang berada di atas meja rias.
Setiap langkah silvi terasa berat, Silvi bingung bagaimana cara berbicara pada Nina, agar Nina mau di tinggal sendiri sama Bi Ijah lagi di rumah.
Di lihatnya Nina yang sedang asyik mewarnai gambar di ruang keluarga, dan mulutnya menyenandungkan lagu. Silvi hanya memandangnya dari jauh dan sedikit bersembunyi,dia tidak ingin Nina melihatnya. Nina nampak seperti anak kecil biasa yang baik baik saja, tapi siapa yang menyangka, dia rapuh di dalam. Silvi jadi teringat pesan dokter, bahwa Nina salah satu korban dari Sindrom .Silvi tidak mau Sidrom yang dialami Nina, akan terbawa sampai dia besar. Sejak saat itu, Silvi lebih memperhatikan Nina, supaya anak itu merasa nyaman hidup dengannya.
Hhh...mm
Silvi menarik nafas panjang, dia tidak tahu harus bagaimana sekarang, " kenapa juga Gunawan datang mencariku .., " Guman Silvi , jujur saja, Silvi di bingungkan dengan keadaan ini, dia harus segera menemui Gunawan, dan menyelesaikan urusannya, dia tidak mau lagi menjadi wanita simpanan yang merusak rumah tangga orang. Tidak lama kemudian ,Bi Ijah muncul dari dapur dengan membawa sepiring makanan, rupanya Nina belum makan siang, dan Bi ijah bermaksud menyuapinya. Nina sulit sekali bila di suruh makan, tapi Silvi bersyukur, Nina tidak mengalami anak yang 'gagal tumbuh', walaupun dia jarang makan.
" Bi...sini..." ,di panggilnya Bibi itu, sambil telunjuk jarinya ditempelkan kemulutnya. Bibi itu langsung paham apa yang Silvi maksudkan. Ijah meletakkan makanan di atas meja dengan hati hati dan sangat pelan, lalu bergegas berjalan mendekati Majikannya dengan langkah yang seolah terbang, tanpa menempelkan kakinya di lantai.
" Bi....saya mau berangkat kerja , Bibi tolong jaga Nina ya, dan tolong buat Nina tidak menangis." pintanya pada Ijah.
" Iya..Bu." jawab Ijah patuh dan mengerti apa yang Silvi inginkan.
" Baik,...kalo begitu tolong bawa Nina ke tempat lain dulu, saya tidak mau dia melihat saya pergi."
lanjutnya lagi memberi perintah.
" Baik.." jawab Ijah sambil menundukkan kepalanya.
Tidak di sangka, kepala kecil itu telah bersembunyi di samping tembok, dan menguping pembicaraan mereka.
***
"Nina...Nina..." panggil Silvi ,memanggil keponakannya agar mau memperlihatkan batang hidungnya.
"Neng...Neng Nina...." Begitupun Ijah, memanggil manggil Nina sejak tadi. Keduanya, Silvi dan ijah mencari Nina sejak tadi. " Bersembunyi tapi malah disembunyikan, mungkin itu yang pantas peribahasa untuk mereka.
" Kira kira Nina kemana ya Bi...?" keluhnya ,karena merasa sudah capek memanggil nama Nina.
" Bibi juga tidak tahu Bu,.." jawab Pembantunya.
" Tapi pintu gerbang masih terkunci kan Bi" Tanyanya lagi, " Iya kok Bu..., baru saja saya lihat,masih terkunci dengan benar." jawab Ijah, lagi.
" Aduh...kalo gini saya jadi pusing Bi. " keluh Silvi, lagi.
Nina bersembunyi di balik pintu , Gadis kecil itu sudah mempersiapkan rencananya sendiri untuk ikut kerja Tantenya.
Silvi keluar dengan berat hati, Nina belum juga dia temukan, rasa khawatir dan pikiran yang macam macam, sedang dia alami dalam hatinya. Sedangkan Ijah setia mengekori Silvi , memang seperti itu yang seharusnya dia lakukan, yaitu patuh pada majikan, tidak heran, Silvi sudah menganggap Ijah sebagai keluarganya sendiri, dia adalah pembantu yang patuh dan menghormati majikannya.
"Bi, tolong cari Nina ya, jangan sampai dia pergi dari rumah, ajak saja dia bermain ke tetangga sebelah , supaya dia tidak merasa kesepian selama saya tidak di rumah." Pesannya sekaligus perintahnya pada Ijah.
" Baik bu,..." Ijah menjawabnya dengan serius. Yang bisa Silvi lakukan hanya memasrahkan Nina ke bi Ijah, karena dia juga harus menyelesaikan urusan yang lain, yang juga penting dalam hidupnya.
Silvi memakaikan kacamata hitam trendi pada matanya, dia memang suka tampil modis, walaupun usianya sudah tidak muda lagi. Umurnya sudah 38 tahun, tapi Silvi selalu merawat kesehatan dan fisiknya dengan teratur, maka dari itu, Silvi terlihat awet muda.
***
Bi ijah dan Silvi di kejutkan, ketika Silvi akan menaiki mobilnya.
" Nina..." pekiknya kaget.
anak berusia 7 tahun dengan wajah berlinangan air mata, memeluknya.
" Nina mau ikut Tante..."
keduanya terbengong dengan peristiwa yang mereka alami saat ini.
***
Nina di dudukkan di sebuah sofa di ruang pribadi Silvi. Anak itu terlihat sangat senang, dia lalu berdiri dan mulai berkeliling mengamati ruangan ini. Silvi masuk dengan membawa sebotol minuman susu,dan sekantong belanjaan.
" Ayo Nina...jajannya di makan dulu, ..!" ucapnya menyuruh Nina untuk memakan makanan ringan yang dia beli dari minimarket terdekat dari club miliknya.
anak kecil itu seolah tidak mendengar perintah Nina, dia asyik menikmati gambar gambar lukisan di ruangan. " Ini lukisan Tante Silvi ya..." tanyanya dengan serius. Nina suka sekali mewarnai gambar, dia bercita cita menjadi seorang pelukis.
Silvi tersenyum halus, melihat tingkah anak 7 tahun ini.
"Bukan,...Tante tidak pintar melukis..."jawab Silvi.
"Lalu siapa yang melukis gambar ini tante,.." tanya Nina.
"Seorang seniman,..."Jawab Silvi ,dengan asal.
"Seniman itu siapa tante,Tante kenal?" tanya Nina lagi.
" Tante belum kenal sama seniman yang melukis ini." lanjut Nina lagi, masih saja menanyakan perkara lukis dan pelukisnya.
" Tante tidak tahu rumah seniman ini ya ?" kata Nina, tidak mau berhenti bertanya walaupun tidak mendapatkan jawaban.
Silvi tersenyum terhibur. anak kecil memang menggemaskan, bathinnya berkata.
Rupanya Nina masih belum puas menanyakan perihal lukisan dan pelukisnya, dia pun di biarkan mengoceh sendiri oleh Silvi. Anak kecil itu bermulut madu, apa yang dia katakan adalah hal menyenangkan bagi Silvi, lihat saja mulut mungil yang bergerak gerak itu tidak merasa capek mengoceh, walaupun Silvi hanya mendengarkan sambil merapikan tempat tidur buatan yang dia bawa dari rumah.
***
Nina sedang bermain dengan pegawai yang bekerja untuk Silvi, sebetulnya Nina anak yang komunikatif, dia juga anak yang percaya diri. Dia mengobrol dengan para pegawai yang kebetulan nganggur karena tidak ada tamu yang datang.Sedangkan Silvi ,sepertinya sedang berdebat dengan suami siri nya.
" Sayang, aku tidak bisa jika harus menceraikan istriku,...."
" Ya sudah, kalo kamu tidak ingin bercerai, kita akhiri saja pernikahan siri kita, lagian kita masih belum punya anak, aku tidak keberatan di tinggal sama kamu."
"Silvi, kumohon, jangan bilang seperti itu, aku itu sangat sayang sama kamu.."
"Omong kosong" . kata Silvi, dia sudah marah dengan Gunawan.
"Permisi..., aku harus bekerja,..." Langkah Silvi, untuk berusaha mengakhiri pertengkarannya.
Wanita itu berdiri, lalu akan pergi dari tempat dimana sekarang dia duduk.
"Tunggu..." kata Gunawan, sambil memeluk pinggang Silvi dengan tangan kanannya, mencegah Silvi pergi.
"Lepasin..."Silvi mulai marah dengan sikap Gunawan.
" Tidak!"
"Aku bilang lepasin!"
"Tidak akan, sebelum kamu mau kembali lagi denganku.."
" Tante...." Nina berlari menyusul Silvi, wajahnya terlihat marah dan cemberut.
Nina segera memeluk Silvi dan minta di gendong.
Silvipun mengerti lalu segera menggendong Nina.
" Siapa anak kecil ini?"tanya Gunawan dengan nada kasar.
" Dia anakku.." jawab Silvi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments