"Hufft.... Akhirnya sampai juga di kampus. Aku pikir bakal telat ternyata tidak, syukurlah." Gumam Aldo lega begitu sampai di parkiran dan langsung memarkirkan mobilnya. Sampai di kelas, dia berdehem karena sudah banyak mahasiswa yang mengantri untuk bimbingan. Setelah selesai satu persatu, mereka mulai berhamburan keluar namun masih ada beberapa yang belum bubar.
"Eh eh... Lihat Viola gak hari ini ?" tanya salah satu gadis yang sedang berkerumun.
"Mana gue tahu Riz. Lo kan yang suka ngajak ngomong tuh cewek harusnya lo tahu lah." jawab gadis lain ketus.
"Lah ngapa jadi nyolot dah. Santuy dong gue nanya baik-baik juga." balas gadis itu kesal lalu meninggalkan kerumunan. Aldo yang mendengar samar hanya geleng kepala melihat kelakuan gadis jaman sekarang.
"Ngomong-ngomong si Viola tuh kenapa sih ? Ansos banget perasaan anaknya. Gak pernah ngumpul atau ngajak ngobrol sama yang lain." tanya gadis lain.
"Bodo amat dah. Pokoknya gue mah lebih baik jangan nyari masalah dah sama tuh anak. Sekalinya marah udah kayak mau makan gue. Hiihh !" lanjut gadis itu lagi merinding.
"Lo bikin dia marah ?" tanya gadis lain menimpali.
"Udah lama sih itu. Waktu dia sering jadi sasaran korban bully di SMA. Senior di sekolah gue parah banget cuy, hampir mati kayaknya si Viola." lanjut gadis itu bersemangat.
"Ehem..." mendengar deheman dari Aldo, cewek-cewek itu sontak bubar. Aldo menghela nafas dan semoga tidak terjadi apa-apa pada Vio. Sementara itu di markas.....
"Permisi...." ujar Vio membuka pintu masuk markas.
"Siapa ? Oh Viola. Ayo masuk sini." sambut Karin begitu melihat Vio.
"Mbak Karin aku numpang ngungsi kesini dulu ya. Bosan di rumah terus butuh inspirasi sama suasana baru nih." Jawab Vio sambil nyengir.
"Boleh dong, pintu ini selalu terbuka kalau mau datang kapan aja. Sekalian mau beresin skripsi ya ?" tanya Karin melihat laptop yang dibawa Vio.
"Iya hehe... Pak Aldo bilang disini ada perpustakaan. Aku mau lihat bukunya siapa tahu bisa jadi referensi untuk skripsi." jawab Vio langsung.
"Boleh... Tuh ambil aja ya di lemari banyak. Ngerjain di sofa aja noh sana". saran Karin pada Vio. Gadis itu pun mengambil beberapa buku di lemari untuk dibaca karena ia merasa bosan, tiba-tiba dia teringat buku milik ibu si kembar dan mulai melihat-lihat isi buku tersebut. Vio melihat tulisan tangan yang tidak biasa menuliskan "Aku senang membunuhmu, kau adalah yang ke 25
-Vallen Rendra-. Kebetulan saat itu dia mendapat WA dari Viko nanti malam ada tahlilan 7 hari ibunya. Viko mengundang Vio dan Aldo sebagai penjaga dan juga mata-mata jika ada terjadi hal yang tidak diinginkan. Vio setuju kemudian dia ingin menelpon Viko dan bertanya tentang Vallen.
"Halo Viko... Maaf menganggu. Boleh tanya Vallen itu siapa ya ?" tanya Vio begitu Viko mengangkat telpon darinya.
"Vallen ? Dia tetangga sebelah yang aku suruh jagain ibu waktu malam itu. Kenapa Kak Ola ?" tanya Viko bingung.
"Ohh apa dia punya riwayat penyakit ?" tanya Vio lanjut.
"Kayaknya gak ada sih Kak, tapi kabarnya dia agak tidak waras. Ya cuma masih nyambung kalo diajak ngomong gitu. Mencurigakan kah ?" tanya Viko.
"Hmm iya... Nanti kami akan mengawasi dia. Tetap tenang dan seperti biasa saja. Oh iya tolong kirimkan foto Vallen ke WA aku ya. Makasih Viko." jawab Vio mengakhiri telpon mereka. Sesaat kemudian Viko mengirim foto Vallen.
Pintu markas terbuka dan memperlihatkan sosok Aldo yang panik. Pandangannya langsung lega melihat Vio sedang bersantai di sofa. Vio yang terkejut melihat Aldo membuka pintu dengan kasar langsung terjatuh dari sofa. Ternyata Aldo panik karena tidak menemukan Vio di rumah dan malah ada di markas. Dia juga kesal karena baterai hp nya habis jadi tidak bisa menelpon atau kirim sms.
"Waaah bikin kaget saja. Kenapa harus dengan cara didobrak sih ? Untung aku gak ada penyakit jantungan." oceh Vio kesal setengah mati.
"Hah... Syukurlah." Aldo pun memeluk Vio saking paniknya. Vio yang bingung hanya pasrah saja ketika dipeluk, setelah tenang Vio mulai bertanya ada apa dan segera membuat minum untuk menenangkan.
"Bapak kenapa dah datang-datang langsung kayak orang panik gitu. Ada barang yang hilang atau ketinggalan kah ?" tanya Vio setelah memberi minum. Aldo diam dan tidak menjawab.
"Yasudah gak usah dijawab kalau gak mau. Oh iya tadi Viko WA nanti malam tahlilan 7 hari ibunya. Kita disuruh datang buat jaga keamanan." setelah tenang Vio baru memberitahu Aldo kalau Viko mengundang mereka berdua tahlilan nanti malam. Aldo pun setuju. Vio pun berinisiatif meminjam kamera milik Karin untuk dokumentasi.
...*****...
Sore menjelang maghrib mereka sudah sampai di TKP. Melihat kondisi Aldo sedang tidak baik jadi Vio yang menyetir. Mereka pun berbagi tugas, Aldo kedapatan menjaga di dalam rumah sedangkan Vio diluar dekat pagar. Aldo mulai menyalakan hidden cam dan acara pun berjalan lancar tanpa ada yang mencurigakan. Aldo permisi ke kamar mandi dan meninggalkan hidden cam nya di meja ruang tamu tanpa ada yang tahu. Sementara Vio diluar tampak tenang saja tanpa ada gelagat yang mencurigakan. Pandangannya tertuju pada pria paruh baya yang baru keluar dari rumah Viko dan Vina dengan langkah yang kesal dan panik seperti baru tertangkap melakukan kejahatan, lama dia memandang pria itu sudah menjauh namun dia baru sadar saat melihat wajah pria yang tersorot lampu jalan itu, dia adalah Vallen tetangga sebelah rumah kembar.
"Terimakasih telah datang. Apa kalian menemukan hal yang mencurigakan ?" Viko berterimakasih karena sudah menjaga sepanjang acara.
"Kayaknya tadi aku melihat Vallen keluar dari sini dengan wajah yang kesal. Nanti aku lihat di hidden cam aja siapa tahu kita dapat petunjuk. Kalau begitu kami balik dulu ya." Vio dan Aldo pun berpamitan.
"Sebelum itu jidatmu kenapa Vin ? Perasaan tadi baik-baik aja keliatannya." tanya Aldo.
"Ohh ini... Eumm.. kejedot pintu lemari di dapur kak hehhe..." jawab Vina ragu.
Merekapun berpamitan. Malam ini rencananya Vio berniat menginap di markas karena barang-barangnya tinggal disana dan ini juga sudah sangat malam. Ya you know lah Jakarta pada malam hari sangat tidak bersahabat. Sesampai di markas, hanya ada Karin dan Eddy yang giliran piket malam ini.
"Kalian sudah kembali ? Mari lihat bersama video yang diambil tadi." ajak Karin begitu Aldo dan Vio sudah di markas.
"Sejauh ini belum ada yang mencurigakan sih." ujar Aldo berkomentar.
"Eh eh itu siapa cowok ? Dia pegang pisau loh mau nusuk cewek itu dari belakang." timpal Eddy yang serius menonton.
"Kayaknya itu yang namanya Vallen. Loh Pak Tua gak tahu ? Anda lagi dimana sih waktu itu ?" omel Vio pada Aldo.
"Ohh ini kayaknya waktu aku ke toilet sebentar terus cam nya masih tetap hidup." jawab Aldo enteng. Mereka terkejut melihat adegan Vallen ingin menusuk Vina dari belakang namun saat itu Vina kaget dan jidatnya kejedot lemari kayu disampingnya.
"Eiy eiy sudah ributnya. Besok pagi kalian harus menangkap si Vallen itu biar diproses di kantor." Karin menyarankan besok pagi Aldo dan Vio harus menggerebek Vallen dan membawanya ke kantor polisi setempat agar bisa diperiksa lebih lanjut.
...*****...
Besok pagi Aldo dan Vio sudah jalan menuju rumah Vallen untuk menangkapnya, namun saat sampai di depan rumahnya ia melihat Vallen sedang menghajar bapak tua.
"Berhenti ! Kau gila ya menghajar orang yang sudah tua begini." bentak Aldo sambil memborgol tangan Vallen.
"Lepaskan aku ! Aku tidak bersalah ! Bukan aku pembunuhnya." lawan Vallen meronta-ronta.
"Kamu bisa menjelaskan di kantor nanti. Sekarang mereka akan membawamu dulu. Awas kalau kamu coba kabur." tegas Vio. Vallen pun dibawa oleh beberapa anggota polisi yang menyusul Vio dan Aldo. Aldo menyelamatkan bapak itu yang ternyata adalah Pak Agus.
"Loh Pak Agus ?" tanya mereka bersamaan.
Mereka membawa Pak Agus ke tempat yang lebih nyaman untuk berbicara. Pak Agus pun menceritakan kronologi detilnya.
"Bapak gak apa-apa ? Dasar Vallen kurang ajar." gerutu Vio kesal.
"Untung kalian datang kalau tidak mungkin aku akan dibunuh oleh dia." jawab Pak Agus lega.
"Tolong ceritakan yang sebenarnya Pak." pinta Vio memelas.
"Dia memaksa saya mengaku sebagai pembunuh istri saya sendiri. Aku tidak mau melakukan itu dan hanya menyakiti anak-anak." jelas Pak Agus sedih.
"Bapak tahu alasan dia membunuh istri anda ?" tanya Aldo lagi.
"Dia itu gila, tidak waras. Ada yang bilang dia psikopat juga." jawab Pak Agus takut.
Setelah mendengar penjelasan Pak Agus, mereka mulai paham dengan situasinya. Mereka segera kembali ke markas untuk membuat laporan kepada Kombes.
"Selamat ya sudah menjalani misi pertama dengan baik. Selanjutnya akan kita periksa di kantor untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. Ada saran ?" tanya Kombes begitu mereka sampai di markas.
"Saya saran Pak, tolong dampingi oleh psikiater juga. Pak Agus bilang bahwa orang ini sepertinya agak terganggu jiwanya." lapor Vio.
"Baik saya terima sarannya. Kalian boleh kembali ke tempat dan bersiap untuk misi-misi berikutnya." Jawab Kombes Bambang tegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments