Setelah memikirkan matang-matang , akhirnya Alina memutuskan untuk kembali bekerja dan dia menerima tawaran Pak Leo untuk bergabung dalam tim arsitek diperusahaanya.
Hari ini adalah hari pertamanya, dan sebagai seorang yang professional, Alina datang lebih awal, meskipun memiliki hubungan yang baik dengan Pak Leo dan juga perusahaan ini, gadis itu tetap ingin memberikan kesan yang baik, apalagi dia pendatang baru.
Saking awalnya dia bahkan datang saat kantor masih sangat sepi, hanya ada Security yang berjaga.
" Selamat pagi Mbak Alina, pagi sekali datangnya mbak," sapa security yang bernama Andi itu dengan ramah, Alina memang cukup dikenal, karna sewaktu Bryan masih ada, dia sering berkunjung untuk mengantar makan siang ataupun sekedar menemaninya lembur.
" Gak pa-pa pak, biar gak kejebak macet, " jawab Alina ramah.
Gadis itu terus melangkah dengan santai, sambil memandangi lokasi kantor yang akan menjadi rutinitasnya, kembali ada rasa sesak yang menghimpit, biasanya dia kesini bersama Bryan tapi sekarang dia melangkah sendiri.
Buru buru Alina menepis perasaannya, dia sudah bertekad akan semangat lagi, bagaimanapun hidupnya harus terus berjalan, benar yang dikatakan ibu, Bryan akan sedih kalau dia terus terpuruk selain itu ada janji yang harus dia tepati. Dan demi itu semua terwujud dia menyimpan kesedihannya rapat-rapat, mulai hari ini Alina terlahir kembali sebagai sosok yang kuat.
Alina naik kelantai sepuluh menuju ruangan dimana dia akan ditempatkan, karena belum ada orang, Alina memutuskan untuk melihat-lihat ruangan yang dulu ditempati Bryan.
Sebagai salah satu orang yang berperan besar dalam memajukan perusahaan ini, Bryan mendapat fasilitas khusus, suasana ruangannya tak beda jauh dari ruangan Pak Leo, luas dan mewah. Sudah rahasia umum juga kalau Bryan adalah anak emas, bahkan Pak Leo rela mencukupi semua keperluan Bryan, wajar saja karna setimpal dengan dedikasi yang Bryan berikan.
Alina menghela napas, sekarang entah siapa yang menggantikan posisi kekasihnya itu,
menurut kabar yang dia dapat dari Morgan, sosok yang menggantikan Bryan tak kalah hebat, belum beberapa hari bekerja dia sudah menghandle mega project, luar biasa memang.
" Ngapain kamu di sini," sontak Alina membalikkan badan begitu mendengar suara bariton barusan.
Alina memandang pada sosok jangkung yang berdiri diambang pintu, entah sejak kapan dia ada disana dan sialnya Alina tidak menyadari kedatangan orang tersebut karena sibuk bergelut dengan pikirannya.
" Oh maaf, saya hanya melihat lihat" balas Alina sambil menerbitkan senyuman ramah,
bukannya membalas senyuman , sosok itu malah mengeraskan rahangnya.
" Siapa yang izinkan kamu masuk, ini bukan mal dimana kamu bisa cuci mata seenak hati," ucapnya tajam.
Alina meringis mendengarnya, ada ya laki laki yang mulutnya tajam melebihi emak-emak komplek.
" Ih yang bilang ini mal siapa mas, judes banget, "
"KELUAR!!!"
" Hei gak usah teriak-teriak, saya gak budek,"sergah Alina tak mau kalah.
"KELUAR!!!" ulangnya lagi.
Alina menggelengkan kepala tak percaya, baru kali ini dia mendapat perlakuan sekasar ini dari seorang pria yang tidak dia kenal, sebenarnya dia tidak terima diperlakukan seperti itu, tapi mengingat statusnya sebagai anak baru, tidak mungkin dia melawan.
Alina memperhatikan dengan seksama, dia tidak mengenali wajah pria itu, dari sikapnya yang arogan, Alina menebak kalau pria itulah yang menggantikan Bryan. Seketika Alina bergidik, ngeri juga jadi bawahan orang kejam kayak begini, yang ada jantungan saban hari.
"Apalagi yang kamu tunggu," lanjut pria itu sarkas.
Alina melangkah perlahan.
" Ok sekarang aku ngalah, tapi lihat aja setelah ini kamu yang bakal baik-baikin aku," batin Alina percaya diri
Sampai didekat pria itu, Alina memberanikan diri menatap kedalam bola matanya mengisyaratkan kalau dia tidak akan terintimidasi lalu melengos meninggalkan ruangan sambil membanting pintu dengan cukup keras.
Huft,
" Songong banget jadi orang, dia siapa sih sama-sama karyawan juga" gerutu Alina seorang diri.
" Hei, pagi pagi kok ngomel ngomel sih mbak, ntar cantiknya hilang loh," sapa seseorang.
Alina membalikkan tubuhnya.
" Tasya,"
" Kamu apa kabar Al," ucap Tasya riang, mereka saling berpelukan melepas rindu, terakhir mereka bertemu saat pemakaman Bryan tiga bulan yang lalu.
" Seperti yang kamu lihat Sya," jawab Alina sumringah, ada kelegaan saat bertemu sahabat kekasihnya itu, setidaknya dia tidak sendiri disini.
"Morgan udah kasih tau kalau kamu bakal gabung dengan tim kita, so mari aku tunjukkan meja kamu," ajak Tasya penuh semangat.
Alina pun mengangguk antusias.
" Tadaaa!" Tasya mengembangkan tangan seolah sedang memberi surprise, letak meja ini sangat sesuai dengan keinginannya.
Tapi,
Tasya menyadari perubahan raut wajah Alina.
"Kamu gak suka ya, padahal aku dan Morgan sengaja nyiapin biar kamu nyaman, kamu kan selalu suka duduk dekat jendela,"
Alina tidak menampik, dia sangat suka tapi masalahnya posisi ini sangat jelas kalau diperhatikan dari dalam ruangan yang pernah Bryan tempati. Meskipun dari luar gelap tapi Alina tau persis dari dalam ruangan itu bisa mengakses semua kegiatan diluar karna penyekat yang digunakan adalah kaca one way dan parahnya yang sekarang duduk didalam sana adalah seorang yang baru saja merusak moodnya.
"Suka banget Sya, tapi terlalu dekat dari ruangan itu," kilah Alina jujur.
Tasya menautkan alis.
" Emang apa salahnya, dari dulu kan memang begitu Al," ungkapnya heran.
" Ya bedalah, sekarang yang duduk didalam bukan Bryan melainkan monster," ujarnya sinis
Tasya tidak mengerti maksud Alina barusan.
"Monster?"
" Iya itu, apalagi sebutan yang pas buat orang yang kasar kayak begitu, ya monster lah!"
Tasya berusaha mencerna, dan akhirnya dia malah terbahak-bahak, gantian Alina yang memasang tampang kebingungan.
"Oalah, aku pikir apa, maksud kamu monster itu Pak Max, yang gantiin Bryan disini," terang Tasya begitu tawanya reda.
Oh jadi namanya Max.
" Siapapun namanya, yang jelas dia itu MONSTER, titik!" seru Alina dengan keras, sengaja biar Max mendengar, buru-buru Tasya membekap mulut gadis itu.
"Ssssst, jangan keras keras,dia bisa dengar, malah berabe urusannya,"
Alina melepaskan tangan Tasya.
" Biarin, emang dia siapa sih, kalau dia macam macam aku bisa laporkan dia pada Pak Leo, biar tahu rasa, kita kan sama-sama bekerja disini, lain cerita kalau dia yang punya" Alina makin mengencangkan suaranya.
" Ssst, plis plis, bisa ribet urusannya nih," keluh Tasya memohon agar Alina tenang, Alina pun berusaha meredam emosinya.
" Emang kenapa sih,kayaknya takut banget, sama monster," bisik Alina kemudian.
Tasya bingung bagaimana menjelaskannya
"Pokoknya dia itu orang penting, jadi kalau didepan dia cobalah bersikap baik,"
" Ya udah deh, terserah kamu aja," Alina menyerah, percuma berdebat, pasti Tasya akan terus membela si monster.
Tasya menarik napas lega.
"Kenapa kamu manggil dia monster? mana ada monster secakep itu," ujar Tasya penasaran.
Hoek,
Alina membuat expresi mual, bisa gede hidung itu orang kalau dibilang ganteng.
" Ganteng apaan, gak ada akhlak sih iya," ucap Alina sengit.
" Kok nyolot, wah pasti ada yang gak beres ini ayo cerita , tapi gak disini," tandas Tasya sambil menarik lengan Alina dan berlalu dari sana, masih ada beberapa menit sebelum waktu masuk kantor.
Tanpa sepengetahuan kedua gadis itu, sosok yang ada dalam ruangan tersebut tersenyum sinis.
" Alina Maharani," desisnya sambil menggelengkan kepala.
***
Tasya manggut-manggut, sekarang dia baru paham kenapa Alina membenci Max, tapi wajar saja sih, karena dari pertama kali menginjakkan kaki di Mega Buana, Max yang punya nama lengkap Maxime Arlingga Yogatama itu memang lansung dikenal dengan sebutan "pria gunung es".
Tak pernah sekalipun pria itu menampakan keramahan pada siapa pun tapi karena kemahirannya dalam memenangkan semua tender yang dihandle perusahaan, Maxime lansung menempati posisi teratas menggantikan Bryan, bahkan para petinggi perusahaan besar ini mempercayakan Max untuk mendampingi Pak Leo selaku CEO, secara tidak lansung apa yang diputuskan oleh Max, juga menjadi keputusan Pak Leo.
Mendengar penuturan Tasya tentang Max, Alina membekap mulutnya sendiri, jadi yang dia hadapi tadi salah satu orang penting di perusahaan ini, waduh gawat kalau begini. Bagaimana kalau Max meminta Pak Leo untuk memecatnya.
Akh biarkan saja kalau memang rezekinya bukan disini, dia akan mencari pekerjaan diluar. Alina berusaha menguatkan hatinya sendiri, tapi detik kemudian dia meragu tujuannya kesini kan bukan hanya bekerja melainkan mencari tahu apa yang terjadi dengan Bryan, nalurinya mengatakan kematian Bryan ada hubungannya dengan pekerjaan meski dia sendiri tidak tau harus mulai dari mana, setidaknya dengan berada disini dia akan mendapatkan petunjuk.
Semoga saja "sigunung es" memaafkannya, dengan begitu rencananya akan terwujud.
Alina dan Tasya kembali keruangan, semua karyawan sudah datang, beberapa dari mereka yang mengenal Alina menyapa gadis itu dan mengucapkan selamat datang.
Setelah itu Alina duduk di mejanya, karena masih hari pertama dan dia belum tau job desknya jadi dia hanya mengotak atik komputer gak jelas, dia benar-benar bosan, semua orang sudah disibukkan dengan kerjaan masing masing sementara dia sendiri masih melongo, hingga telepon dimejanya berdering, kalau dari notes yang ada dimeja Alina bisa membaca panggilan tersebut dari ruangan Max, dengan gugup dia mengangkat panggilan itu.
" Ha,,hallo,"
" Ke ruangan saya sekarang!"
Mampus.
***
Bantu voment dan jangan lupa follow ya makasih sebelumnya
with love
Dik@
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yuyun Yunita
tinggi... sprt org yg mengintai alina dr jauh
2023-10-31
0